Pada saat di Alcatrazz itulah Vai mulai dibanding2kan dengan Malmsteen. Tak lama setelahnya, lagi2 Vai terlibat proyek dengan David Lee Roth selepas hengkang dari Van Halen dalam album Eat ‘Em and Smile dimana dia mengagetkan orang karena membuat gitar “tertawa” dan melakukan percakapan musikal dengan David Lee Roth. Lalu menggantikan posisi Vivian Campbell sekaligus memainkan porsi Adrian Vandenberg di Whitesnake yang saat itu cedera karena memainkan gitar dengan posisi yang salah dalam waktu lama. Tak puas dengan semua pencapaian itu, Vai memulai proyek solo, sampai kolaborasi dengan Joe Satriani dan sesama dewa gitar dalam G3.
Begitu juga dunia akting, Vai terjun sebagai salah satu bintang, tepatnya dalam film Crossroad dimana Vai berperan sebagai setan yang bertarung dengan Ry Cooder pakar-nya blues dengan teknik slide guitar (namun diperankan oleh Ralph Macchio). Film ini sendiri terinspirasi dari salah satu pesohor musik blues, yakni Robert Johnson. Karena semua itulah akhirnya saya memutuskan untuk menonton show performance gitaris berusia 53 tahun ini.
Meski sempat nyasar, ke Badminton Stadium Indoor karena supir taxi yang keras kepala bahwa di situlah tempat-nya, setelah sempat debat dengan supir, akhirnya saya sampai juga berkat ojek yang dengan sigap mengantar ke lokasi sebenar-nya. Di gerbang masuk sudah banyak calo berkeliaran, namun saya langsung saja menuju ticket box, dan alhamdulillah masih tersedia tiket untuk tribun. Belakangan saya penasaran juga nasib calo didepan, karena kapasitas venue sepertinya tidak penuh2 amat, perkiraan kasar sekitar 3000 penonton. Masih jumlah yang wajar mengingat Vai bukan sekedar group rock, namun lebih ke instrumental rock.
Saat memutuskan untuk berangkat untuk menonton konser pertama sejak Vai terakhir mengunjungi Jakarta tahun 1996 ini, memang saya belum punya tiket, meski sudah ke Panorama Travel di Central Park yang memang kerjasama dengan RajaKarcis.com. Menurut petugas disana, pada hari H-1, tiket tidak diperbolehkan dijual lagi, kecuali langsung ke RajaKarcis.com. Trik menggandeng Panorama travel yang tersebar diman-mana, cukup menarik untuk memudahkan penjualan tiket ini. Namun para pembeli di Panorama tetap harus ke ticket box, karena tiket ini harus ditukar dengan tiker yang sebenarnya.
Nampak wajah2 terkenal seperti Baron ex Gigi, Ivan
Boomerang, dan juga Adri Subono yang dengan ramah-nya foto2 dengan sebagian
penonton. Seperti biasa crowd penuh dengan laki2 berambut sunsilk dengan baju
hitam. Terlihat juga Alphard-nya Ahmad Dani, namun saya tak melihat
kehadiran-nya.
Di tengah2 antrian nampak kerumunan sekitar 30 orangan,
menyaksikan kompetisi main gitar ala Vai – Ibanez yang diset di ruang terbuka
tempat para penonton antri. Jika tidak melihat siapa yang main saya kira
diputar langsung dari album Vai, saking mirip-nya, dan seperti biasa lagu favorit
yang dimainkan adalah For The Love of God. Akhirnya saya lolos sampai ke tribun tengah belakang dengan kamera DSLR yang sukses melewati dua pos pemeriksaan. Sayang karena tidak direncanakan untuk membawa kamera, batere hanya terisi setengah, waduh harus pilih2 obyek nih. Ternyata disebelah kiri saya ada operator lampu utama yang peralatan-nya lebih mirip bazooka yang bisa diarahkan ke lokasi pemain yang harus disorot, wah mesti hati2 nih kalau kepala gak mau kepentung.
Panggung dihiasi dua layar kecil di samping kiri dan kanan, sedangkan dibagian tengah nampak layar besar kemerahan dengan wajah Vai serta logo khas Vai dibagian kanan. Sepertinya ini modifikasi dari album Steve Vai terakhir alias Story of Light.
Sekitar jam 21:00 Lalu Vai langsung menggebrak dengan Racing
The World, dan sempat membuat bingung penonton yang lebih akrab dengan lagu2
lama Steve Vai. Mengenakan topi cowboy, kacamata
hitam, baju terusan berwarna hitam dan celana bermotif layak-nya batik.
Sayang konser tanpa
band pembuka ini sound-nya kadang terdengar agak pecah. Tidak lupa Vai juga
menunjukkan-nya minatnya pada aliran musik lain menirukan scating ala George Benson
dengan nada2 Jazz, lalu disusul main akustik ala latin dengan sedikit nuansa
gendang afrika.
Musisi yang dibawa Vai secara umum tidak ada yang menonjol kecuali
permainan akustik gitaris pendamping Dave Weiner. Pemain bass Philip Bynoe dan keyboard
Michael Arrom bermain ala kadarnya, sedangkan drummer penuh tatto Jeremy Colson menunjukkan
kebolehan-nya, hanya saja dari cara-nya bermain sepertinya dia lebih cocok
untuk main di band metal yang lebih perlu power di banding kreativitas. Jadi jangan harapkan kelas Tony Macalpine atau Billy Sheehan dalam show kali ini. Vai memainkan nyaris semua teknik gitar yang pernah diciptakan, mulai dari memainkan whammy bar dengan teknik pukulan, tapping, bending gila2an, sliding, sweeping, trill, memetik di belakang punggung, bahkan menggunakan lidah. Sepertinya kata yang lebih tepat adalah Vai menyiksa gitar-nya, ditunggangi, dipukul, ditampar, diputar-putar, digerayangi, diangkat seakan-akan hendak dibanting dan segala macam bentuk pelecehan lain-nya.
Setiap Vai istirahat, band tetap bermain dengan bergantian memamerkan permainan solo mereka, dimulai dengan Dave Weiner dan lalu diusul rekan2nya. Track2 lain adalah Velorum, Building The Church, Tender Surrender, Weeping China Doll, dan satu track kocak dari album lama-nya The Audience is Listening, dll. Vai juga sempat memainkan dua track akustik, yakni Rescue Me or Bury Me dan Sisters.
Memasuki masa2 akhir pertunjukan, Vai mengundang sepasang penonton untuk dikerjain membuat lagu, namun
ada adegan lucu saat Dave Weiner memainkan part Joe Satriani dari track Always album Surfing with The Alien, yang langsung di
becandain oleh Steve Vai dan sepertinya memang disengaja untuk membangun
suasana humor di lokasi. Alif dan Rizky kedua penonton yang beruntung pun unjuk
kebolehan dengan dibantu oleh Vai, penonton tergelak menyadari Rizky juga mampu
melakukan scating bareng tanpa alat musik, dan langsung ditirukan oleh Ibanez Vai dengan
persis.
Lalu sepasang penonton
tersebut boleh ikut nangkring di panggung sampai acara selesai. Vai bahkan sambil bercanda mengatakan kalau mau boleh duduk
di ampli, sambil Vai memainkan efek bad horses. Steve Vai mengajarkan kita
bahwa show performance tidak melulu skill namun juga kemampuan entertainer. Akhir
konser ditutup dengan memainkan Taurus
Bulba setelah sebelumnya memainkan For The Love of God yang sukses membuat
gitar-nya menangis dan menjerit. Saat berpisah, Steve Vai dengan simpatik tak lupa mengucapkan Assalamualaikum. Berikut track list yang dimainkan dimana sebagian besar berasal dari album Story of Light;
Racing The World
Velodrum
Building The Church
Tender Surrender
Gravity Storm
--- Solo Dave Weiner
Weiping China Doll
The Animal Whispering a Prayer
The Audience is Listening
Rescue Me or Bury Me
--- Solo Michael Arrom Sisters
Treasure Island
Pusa Road
--- Solo Jeremy Colson The Ultra Zone
For The Love of God
Taurus Bulba
Bagi yang masih penasaran dapat mengakses upload salah seorang teman milis di youtube sbb;
Whispering A Prayer= http://www.youtube.com/watch?v=QAv-ZXVJd8k
Build Me A Song = http://www.youtube.com/watch?v=w_70ZEcuJyI
The Ultra Zone = http://www.youtube.com/watch?v=hlqAaDDvzsY
Weeping China Doll = http://www.youtube.com/watch?v=rCBiTIkWuuA
The Audience is Listening = http://www.youtube.com/watch?v=jNE4Vq-lQrY
Taurus Bulba = http://www.youtube.com/watch?v=hNBe8jFqL5Q
For The Love of God = http://www.youtube.com/watch?v=3l27Mo_k8Wk
No comments:
Post a Comment