Di awal 1990 an, Scott McCloud menggagas pembuatan komik dalam 24 jam dengan 24 halaman. Lalu hal ini memicu lahir-nya 24 Hour Comics Day yang berlangsung serempak diseluruh dunia dan salah satunya pada tanggal 1/10/2011, dan khusus di Bandung diikuti 29 peserta.
Lalu dipilihlah 7 komik yang kemudian diterbitkan oleh CAB (Curhat Anak Bangsa) dan diberi judul Nanny, untuk penilaian saya gunakan tanda "*" dimana jumlah-nya menunjukkan nilai, dan nilai maksimal yang bias diraih adalah "*****", mari kita review satu persatu
Nanny (Cerita : Lin Cheng Tju ***, Gambar : Stephani Soejono ***)
Berkisah tentang kesepian seorang TKI di Singapore, yang sering merindukan kehidupan-nya di desa. Gambar2 nya berhasil mengekspresikan suasana emosi tokoh utama, sayang keindahan desa-nya kurang tereksplorasi, kalau saja keindahan desa bisa digambarkan ala Walter Spies, komik ini akan lebih menarik. Namun Stephanie memiliki potensi untuk berkembang lebih jauh.
Tentang Bumi (Cerita : Tita Larasati **, Gambar : Tita Larasati **).
Terlalu penuh dengan ide, tidak runut dan dipaksakan sebagai satu materi. Gambar-nya jauh dari kaidah komik, teknik gelap terang tidak tereksplorasi, dan lebih mirip coret2an ala sketsa dibanding komik.
Home Coming (Cerita : Azisa Noor ***, Gambar Azisa Noor ****)
Mengenai Bandung dan bagaimana kota ini sekarang rusak oleh ulah manusia. Terkesan agak mistis, dimana digambarkan si tokoh bertemu dan berkomunikasi dengan dewi penjaga hutan. Azisa yang alumni arsitektur ini terkesan suka menggunakan teknik cat air.
Who Wants To Live Forever (Cerita : Imansyah Lubis *, Gambar : Milla Nurdiana *)
Ini mungkin salah satu yang terjelek, baik gambar ala manga maupun cerita, tak jelas kenapa ini bisa masuk kompilasi. Ilustrasi pas2an Milla dan skenario Imansyah, dua2nya tidak menolong komik ini tampil lebih baik.
Siklus (Cerita : Adriane Yuanita **, Gambar : Adriane Yuanita ***)
Komikus yang meski punya potensi teknik bagus, sayang tidak kuat di alur cerita dan terkesan bingung bagaimana karya ini harus berakhir.
Sunday (Cerita : Rama Indra ***, Gambar : Rama Indra *****).
Ceritanya agak surealis, tetapi dengan kualitas gambar kelas satu dan menunjukkan pemahaman hebat dalam seni komik. Tetapi karena nyaris tanpa huruf, pembaca menebak nebak sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Jika didampingi script writer kelas satu, jelas kelas Rama bukan lagi nasional, namun internasional. Bukan cuma teknik menggambar manusia, Rama pun sangat piawai menggambarkan bangunan serta shoot model sinematografi dengan perspektif bagus.
Pecah Telor (Cerita : Lia Hartati *, Gambar : Lia Hartati *)
Ceritanya mirip sandiwara di TV pemerintah, imajinasi kurang dan teknik gambar pas2an. Tak jelas kenapa karya ini terpilih, dan IMO sekelas dengan "Who Wants To Live Forever".
Akhir kata, inisiatif yang bagus dari CAB, dan seharusnya dapat muncul secara rutin layak dipuji, semoga komik Indonesia dapat sejaya era Jan Mintaraga, Teguh Santosa, Hasmi, Gerdi WK, dll.
Lalu dipilihlah 7 komik yang kemudian diterbitkan oleh CAB (Curhat Anak Bangsa) dan diberi judul Nanny, untuk penilaian saya gunakan tanda "*" dimana jumlah-nya menunjukkan nilai, dan nilai maksimal yang bias diraih adalah "*****", mari kita review satu persatu
Nanny (Cerita : Lin Cheng Tju ***, Gambar : Stephani Soejono ***)
Berkisah tentang kesepian seorang TKI di Singapore, yang sering merindukan kehidupan-nya di desa. Gambar2 nya berhasil mengekspresikan suasana emosi tokoh utama, sayang keindahan desa-nya kurang tereksplorasi, kalau saja keindahan desa bisa digambarkan ala Walter Spies, komik ini akan lebih menarik. Namun Stephanie memiliki potensi untuk berkembang lebih jauh.
Tentang Bumi (Cerita : Tita Larasati **, Gambar : Tita Larasati **).
Terlalu penuh dengan ide, tidak runut dan dipaksakan sebagai satu materi. Gambar-nya jauh dari kaidah komik, teknik gelap terang tidak tereksplorasi, dan lebih mirip coret2an ala sketsa dibanding komik.
Home Coming (Cerita : Azisa Noor ***, Gambar Azisa Noor ****)
Mengenai Bandung dan bagaimana kota ini sekarang rusak oleh ulah manusia. Terkesan agak mistis, dimana digambarkan si tokoh bertemu dan berkomunikasi dengan dewi penjaga hutan. Azisa yang alumni arsitektur ini terkesan suka menggunakan teknik cat air.
Who Wants To Live Forever (Cerita : Imansyah Lubis *, Gambar : Milla Nurdiana *)
Ini mungkin salah satu yang terjelek, baik gambar ala manga maupun cerita, tak jelas kenapa ini bisa masuk kompilasi. Ilustrasi pas2an Milla dan skenario Imansyah, dua2nya tidak menolong komik ini tampil lebih baik.
Siklus (Cerita : Adriane Yuanita **, Gambar : Adriane Yuanita ***)
Komikus yang meski punya potensi teknik bagus, sayang tidak kuat di alur cerita dan terkesan bingung bagaimana karya ini harus berakhir.
Sunday (Cerita : Rama Indra ***, Gambar : Rama Indra *****).
Ceritanya agak surealis, tetapi dengan kualitas gambar kelas satu dan menunjukkan pemahaman hebat dalam seni komik. Tetapi karena nyaris tanpa huruf, pembaca menebak nebak sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Jika didampingi script writer kelas satu, jelas kelas Rama bukan lagi nasional, namun internasional. Bukan cuma teknik menggambar manusia, Rama pun sangat piawai menggambarkan bangunan serta shoot model sinematografi dengan perspektif bagus.
Pecah Telor (Cerita : Lia Hartati *, Gambar : Lia Hartati *)
Ceritanya mirip sandiwara di TV pemerintah, imajinasi kurang dan teknik gambar pas2an. Tak jelas kenapa karya ini terpilih, dan IMO sekelas dengan "Who Wants To Live Forever".
Akhir kata, inisiatif yang bagus dari CAB, dan seharusnya dapat muncul secara rutin layak dipuji, semoga komik Indonesia dapat sejaya era Jan Mintaraga, Teguh Santosa, Hasmi, Gerdi WK, dll.
No comments:
Post a Comment