Tuesday, July 26, 2016

Riwayat Baginda Karapatan Part #5 dari 8 : Kehidupan sebagai Pengusaha


Meski Baginda Karapatan tidak memiliki pendidikan tinggi dan bahkan buta huruf, ternyata beliau memiliki pandangan jauh kedepan khususnya dalam dunia wiraswasta. Selain ekspedisi berbagai pedati dengan hasil bumi ke arah Sipirok dan ke Padang Sidempuan juga arah sebaliknya mengirim kebutuhan masyarakat ke Sialaman.

Beliau juga memiliiki bisnis Bioskop di Batang Toru, membangun sekolah di Sialaman, bisnis perdagangan ikan dengan kolam besar yang beliau buat (dan masih ada hingga kini). Saat perjalanan ke Jawa dan melihat industri batu bata, beliau membeli mesinnya, dan melatih para pekerja, lalu tak lama kemudian berdirilah industri batu bata di Padang Sidempuan.

Beliau juga jeli melihat peluang, saat RS Umum Padang Sidempuan berdiri, beliau menawarkan diri sebagai pemasok hasil ternak dan hasil bumi bagi RS tersebut. Dan usaha ini dijalankan beliau dengan dukungan armada pedati miliknya.

Sewaktu Baginda Karapatan ke Yogya mengunjungi anaknya Oloan Pohan, dia takjub melihat berbagai kursi dan perabotan lain yang terbuat dari bambu. Di Sialaman maupun di Padang Sidempuan dia tidak pernah lihat bambu secantik dan sebesar itu. Sekembalinya ke Padang Sidempuan, beliau membawa bibit bambunya dengan jumlah banyak. Kelak menurutnya bibit bambu itu akan ditanam di kampung dan diberi nama Bambu "BK" alias inisial nama Baginda Karapatan, dan mirip dengan inisial Bung Karno, senyumnya bangga.


Kolam Ikan Peninggalan Baginda Karapatan


Karena kedekatannya dengan berbagai lingkungan, dalam jaringan bisnis Baginda Karapatan juga termasuk hubungan bisnis dengan orang-orang Belanda. Kadang beliau pergi menemani mereka berburu. Dari hubungan seperti itu, akhirnya beliau bisa mendapat info terkini, misalnya apabila ada Belanda yang pindah. Dalam kesempatan itu, biasanya beliau langsung bertindak sebagai pemborong untuk membeli semua barang-barang peninggalan si Belanda. Sehingga, menurut penuturan ibuku, pada saat ibu bermain ke rumah ayah (ibuku adalah teman sekelas Mayurida Pohan, dan termasuk sosok yang  mendukung pernikahan mereka), barang-barang yang termasuk aneh banyak di rumah mereka. Misalnya bantal2 yang berisikan bulu angsa. Lampu2 kristal. 

Baginda Karapatan juga menyediakan semacam tempat peristirahatan bagi orang-orang yang pergi berburu. Tempat ini dia berikan alas tidur yang tebal dengan banyak bantal dan guling. Dengan demikian Baginda Karapatan banyak membina relasi yang memudahkannya menjalankan bisnis. Ayah saat kecil senang sekali berloncatan di alas tidur ini dan tidur dikelilingi banyak bantal dan guling. Saat dewasa, Ayah masih mempertahankan kebiasaan tidurnya dengan banyak bantal dan guling. 

Kata ibuku, koleksi rumah Bagidna Karapatan termasuk gantungan / hiasan lampu yang terdiri dari pipa2 yang melingkar bergantungan. Namun oleh Nursiti Siregar, yang berfikiran sederhana, pipa itu dia lepas untuk meniup perapian. Satu demi satu pipa2 itu pun hilang untuk aktifitas meniup api di dapur. Demikianlah nasib sebagian barang-barang antik tersebut. 

Karya terakhir beliau yakni Hotel di depan Kantor Polisi Padang Sidempuan, namun tidak sempat berdiri karena beliau keburu dipanggil Sang Maha Pencipta. Sayangnya putra dan putri beliau juga tidak meneruskan karya terakhir beliau, dan ternyata tak satupun putra ataupun putri beliau yang meneruskan profesi sebagai wiraswasta tersebut.  

Nah bagaimana dengan naluri pengusaha istri beliau yakni Nursiti Siregar ? Sebagai pebisnis, Baginda Karapatan sering meminta istrinya Nursiti Siregar membantu usaha beliau menjualkan dagangan Baginda Karapatan. Misalnya suatu ketika Baginda Karapatan membuat kolam ikan di Padang Sidempuan. 

Suatu ketika datanglah seorang pembeli, membeli ikan 1 kg. 

"Berapa inang ?" demikian tanya si pembeli, dan 
"Sekian.. " dijawab Nursiti Siregar. 
"Sudah berkeluarga nak ? dan berapa cucu di rumah" tanya Nursiti dengan ramah. 
"Sudah inang, anakku 5", jawab si pembeli. 
"Aduuhh.. dikit kali lah ikan kau beli .. tambahlah nak, barang 3 ekor lagi …" balas Nursiti 
"Tapi aku nggak punya uang lagi inang .." jawab si pembeli
"Nggak apa2, nggak usah bayar .." pungkas Nursiti. 


Demikianlah sistem dagang Nursiti Siregar, dimana bisa-bisa harga bonusnya lebih besar dari harga dagangannya. Tidak heran, tak berapa lama pun usaha jual beli ikan ini pun tutup. 


Klik http://hipohan.blogspot.my/2016/07/riwayat-baginda-karapatan-part-6-dari-8.html untuk bagian keenam 

*Sesuai cerita Nursiti Siregar kepada Siti Hajar Lubis
*Mengenai bambu sesuai cerita Rudi Ramon Pohan   

No comments: