Setelah menamatkan kartun Larry Gonick tentang sejarah kebudayaan, dan teringat tentang rekomendasi salah seorang sahabat tentang karya Lukas Setia Atmaja dan Thomdean, maka saya segera mencari buku ini. Dan ternyata benar2 tidak salah pilih, karena komik ini sangatlah menarik, meski teknik gambar yang digunakan Thomdean tidak luar biasa namun bagaimana Lukas menyederhanakan kompleksitas ilmu persahaman (baca stocks), dan cita rasa humor Thomdean membuat komik ini jadi luar biasa menarik.
Di awal buku, kata pengantarnya saja sudah tidak biasa, menolak menggunakan istilah “sekapur sirih” dan menggantinya dengan “satu lot saham” sudah membuat kita geli, belum lagi perkenalan dengan tokoh yang nantinya akan mengawal kita memahami hal2 sulit, diantaranya Profesor Telo, yang merupakan tokoh utama dalam buku ini. Tak lupa tokoh Sapi yang muncul dimana mana serta memberikan komentar2 lucu.
Setiap Bab, diawali dengan petuah singkat dari orang2 yang dikenal sebagai empunya dunia ini, seperti Warren Buffet. Akan tetapi salah satu petuah cukup membuat saya tercengang adalah yang dikutip dari Baron Nathan Rotschild yaitu “Buy when there’s blood in the streets”, Hemm apakah ini sebabnya dinasti Rostchild diisukan menjadi dalang perang dunia ? karena pembelian terbaik dilakukan saat terjadi kekacauan, dan kekacauan bisa dibuat, persis seperti Soros mengacak2 sebagian dunia dan menyebabkan kejatuhan pemerintah Orde Baru, dengan memainkan mata uang, lantas perusahaan2 tersebut dapat dibeli dengan harga luar biasa murah.
Buku ini benar2 membuka mata kita akan dunia stocks, bagaimana memilih-nya, beda antara tipe trader (fokus pada keuntungan jangka pendek) dan investor (fokus pada keuntungan jangka panjang) dalam strategi, beda antara tipe fundamental (fokus pada yang tidak terlihat) dan teknikal (fokus pada yang terlihat seperti fluktuasi harga), cara2 terbaik dalam memilih stocks (dengan menempatkan telur tidak hanya pada satu keranjang) dll. Kita juga diingatkan untuk berpikir jauh kedepan dan tidak terjebak dalam dunia konsumtif (pembelian barang2 yang lebih mementingkan keinginan dibanding kebutuhan), serta bukan cuma investasi pada properti, emas, obligasi pemerintah atau sekedar menabung di Bank.
Informasi di buku ini juga membantu kita memahami kasus Enron, juga trick jahat yang digunakan korporasi dengan “menggoreng” stocks. Setiap akhir Bab ada kesimpulan yang sangat menarik dan dibuat dengan sederhana dan membuat kita lebih memahami maksud dan tujuan Bab tersebut. Judul2 lucu pada setiap Bab seperti “Delapan Jurus Dewa Mabuk”, “Saya Datang Saya Lihat Saya Beli”, membuat kening kita tidak perlu berkerut untuk memahami point2 penting yang disampaikan duet ini.
Cara duet guru besar keuangan di Prasetya Mulya dan Kartunis ini mengakhiri buku, dan mengubah daftar pustaka menjadi kocak juga menarik, dan mirip dengan teknik yang digunakan Larry Gonick, yang ternyata merupakan inspirasi mereka berdua. Latar belakang Lukas yang juga penggemar komik masa lalu seperti Gundala, juga mengindikasikan hal ini membantu keduanya untuk dapat memunculkan karya yang memiliki sinergi dan chemistry nan pas dan cair. Juga ditambah dengan komik pendek yang menggambarkan "cara kocak dalam membuat komik kocak" . Benar2 buku yang direkomendasikan untuk jadi koleksi
Di awal buku, kata pengantarnya saja sudah tidak biasa, menolak menggunakan istilah “sekapur sirih” dan menggantinya dengan “satu lot saham” sudah membuat kita geli, belum lagi perkenalan dengan tokoh yang nantinya akan mengawal kita memahami hal2 sulit, diantaranya Profesor Telo, yang merupakan tokoh utama dalam buku ini. Tak lupa tokoh Sapi yang muncul dimana mana serta memberikan komentar2 lucu.
Setiap Bab, diawali dengan petuah singkat dari orang2 yang dikenal sebagai empunya dunia ini, seperti Warren Buffet. Akan tetapi salah satu petuah cukup membuat saya tercengang adalah yang dikutip dari Baron Nathan Rotschild yaitu “Buy when there’s blood in the streets”, Hemm apakah ini sebabnya dinasti Rostchild diisukan menjadi dalang perang dunia ? karena pembelian terbaik dilakukan saat terjadi kekacauan, dan kekacauan bisa dibuat, persis seperti Soros mengacak2 sebagian dunia dan menyebabkan kejatuhan pemerintah Orde Baru, dengan memainkan mata uang, lantas perusahaan2 tersebut dapat dibeli dengan harga luar biasa murah.
Buku ini benar2 membuka mata kita akan dunia stocks, bagaimana memilih-nya, beda antara tipe trader (fokus pada keuntungan jangka pendek) dan investor (fokus pada keuntungan jangka panjang) dalam strategi, beda antara tipe fundamental (fokus pada yang tidak terlihat) dan teknikal (fokus pada yang terlihat seperti fluktuasi harga), cara2 terbaik dalam memilih stocks (dengan menempatkan telur tidak hanya pada satu keranjang) dll. Kita juga diingatkan untuk berpikir jauh kedepan dan tidak terjebak dalam dunia konsumtif (pembelian barang2 yang lebih mementingkan keinginan dibanding kebutuhan), serta bukan cuma investasi pada properti, emas, obligasi pemerintah atau sekedar menabung di Bank.
Informasi di buku ini juga membantu kita memahami kasus Enron, juga trick jahat yang digunakan korporasi dengan “menggoreng” stocks. Setiap akhir Bab ada kesimpulan yang sangat menarik dan dibuat dengan sederhana dan membuat kita lebih memahami maksud dan tujuan Bab tersebut. Judul2 lucu pada setiap Bab seperti “Delapan Jurus Dewa Mabuk”, “Saya Datang Saya Lihat Saya Beli”, membuat kening kita tidak perlu berkerut untuk memahami point2 penting yang disampaikan duet ini.
Cara duet guru besar keuangan di Prasetya Mulya dan Kartunis ini mengakhiri buku, dan mengubah daftar pustaka menjadi kocak juga menarik, dan mirip dengan teknik yang digunakan Larry Gonick, yang ternyata merupakan inspirasi mereka berdua. Latar belakang Lukas yang juga penggemar komik masa lalu seperti Gundala, juga mengindikasikan hal ini membantu keduanya untuk dapat memunculkan karya yang memiliki sinergi dan chemistry nan pas dan cair. Juga ditambah dengan komik pendek yang menggambarkan "cara kocak dalam membuat komik kocak" . Benar2 buku yang direkomendasikan untuk jadi koleksi
4 comments:
Memang recommended sekali buku ini Pak.
Yang paling kena disaya adalah untuk point "Kita juga diingatkan untuk berpikir jauh kedepan dan tidak terjebak dalam dunia konsumtif (pembelian barang2 yang lebih mementingkan keinginan dibanding kebutuhan)"
Thanks buat comment-nya bro :) jadi Mazda2-nya mau dijual gak ? hi hi
Baca komiknya bikin bener2 jadi pengen main saham :) Tapi seperti saran bukunya, jangan main yg short term, bisa bikin org stress, tapi main yang long term, jadi liat nilai saham untuk long term.. jadi mikir, saham Metrodata valuenya brp ya? :D
Hahaha, ndak lah Pak.
Biar lah itu menjadi salah-satu investasi yang salah dari saya. Toh walaupun mobil mempunyai nilai yang semakin menyusut, at least nilai orangnya jadi naik, kali aja ada yang nyantel jadi calon istri :)
Mumpung saya masih 17 tahun, Insya Allah masih punya banyak waktu untuk ber investasi lagi :)
Post a Comment