Sunday, November 20, 2016

Rantau 1 Muara - Ahmad Fuadi

“Jika kau bukan anak raja dan juga bukan anak ulama besar, maka menulislah” 

Imam Al-Ghazali


Untuk meraih cita-cita maka tanamkan dalam diri sikap  "Man Jadda Wajada" (siapa yang bersungguh sungguh ia lah yang berhasil)  dan lalu , ketika semua upaya sudah dilakukan maka bersikaplah “Man Shabara Zhafira” (siapa yang bersabar akan beruntung) maka topik buku ketiga ini adalah "Man Saara Ala Darbi Washala" (siapa yang berjalan di jalan Nya akan sampai di tujuan). Dengan demikian lengkap sudah trilogi karya Ahmad Fuadi ini, dua karya sebelumnya dapat dilihat di 

http://hipohan.blogspot.co.id/2011/10/negeri-5-menara-ahmad-fuadi.html

http://hipohan.blogspot.co.id/2011/10/ranah-3-warna-ahmad-fuadi.html

Sukses dalam pertukaran pelajar, melanglang buana, tulisan mulai dipulikasikan di media dan menjadi wisudawan terbaik, namun kisah Alif tidak berhenti, dan justru dia menyadari prestasi sebelum
nya tidak menjamin kesuksesan berikutnya jika dia tidak segera bangun dari mimpi kejayaan masa lalu dan menyusun rencana baru. Kali ini kisah Alif tentang upayanya mencari kerja, fokus dalam mempelajari TOEFL dan GRE, lalu mencari beasiswa Fullbright untuk kesempatan kuliah di George Washington University serta kisah percintaan. 



Satu hal yang cukup sulit bagi saya, kisah ini terlalu dekat dengan kehidupan nyata, sehingga tidak jelas mana yang kisah sebenarnya dan mana yang cuma fiksi. Saat Alif menjadi wartawan di Majalah Derap, namun bicara tentang jarak kantor ke Bioskop Metropole, dengan mudah saya meyakini ini adalah cerita tentang Majalah Tempo. Begitu juga ketika berkisah tentang Pramoedya Ananta Toer, namun saat mengisahkan tentang Jendral Broto, tak jelas benar siapa sebenarnya yang dimaksud Ahmad Fuadi dalam dunia nyata. 

Kisah ini menjadi lebih berwarna, saat menceritakan kerusuhan Mei 1998 dan juga 9/11/2001 saat beberapa pesawat menghunjam menara kembar di New York. Kehilangan tokoh Mas Garuda mengingatkan Alif akan tujuan hidup, dari mana kita berasal dan kemana kita akan pergi, melewati dua pintu sekaligus portal kehidupan, yakni portal kelahiran dan portal kematian, lalu kembali menuju yang satu, muara dari segala muara. Kisah di bagian ini mengingatkan saya akan potongan lirik Dream Theater 

Where did we come from ?
Why are we here ?
Where do we go when we die ?

Buku ini juga mengingatkan kita betapa kehidupan seorang jurnalis sesungguhnya menjadi jendela bagi dunia untuk menyampaikan kabar kebenaran. Sementara jurnalistik sekarang ini justru menjadi sekedar alat penguasa untuk mengarahkan opini dan menjadikan fitnah sebagai bumbu penyedapnya.

Beberapa hal yang saya suka dari buku ini adalah bagaimana kita diingatkan untuk terus fokus pada profesi/minat yang kita tekuni, saingan dalam arti positif kadang diperlukan untuk menambah bahan bakar saat berlomba lomba dalam kebaikan (diperankan oleh tokoh Randai dengan sangat baik), kehidupan percintaan bisa tetap indah namun tetap islami, dan tetaplah berpegang di jalanNya dimana kita semua kelak akan kembali.  

Buku ini juga terasa akrab bagi saya, karena tokoh Dinara juga digambarkan menyukai Tintin karya Herge sementara tokoh Alif menyukai Tom Sawyer dan Huckleberry Finn karya Mark Twain. Ada sedikit koreksi mengenai karya Sting mengenai "Illegal Alien", mungkin yang dimaksud Ahmad Fuadi, adalah "Englishman in New York", sedangkan "Illegal Alien" setahu saya merupakan karya Genesis.  Akhirnya review ini saya tutup dengan quotes dari buku ini sbb; 


"Bertuanglah sejauh mata memandang.
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang.
Bergurulah sejauh alam terkembang."


No comments: