Tuesday, August 20, 2019

Jalan2 ke Patahan Lembang Part #3 dari 4


Melihat arogansi pemotor disini, jadi ingat cerita fisioterapis di klinik saya, yang memang pehobi mountain bike. Dia cerita di lokasi kaki Gunung Manglayang,  daerah Kandang Hayam dimana dia sering bersepeda. Suatu hari, para pesepeda merasa tidak nyaman karena mulai seringnya aktivitas motor trail. 


Tak ingin konfrontasi, para pesepeda membuat jalur baru. Eh suatu hari ada 10 pemotor sengaja masuk juga ke jalur baru tsb meski sudah dibuat papan peringatan di awal jalan masuk. Kebetulan treknya memang menantang, dengan tikungan, tanjakan dan turunan bervariasi. 

Terjadilah konfrontasi, dan 10 pemotor tsb ternyata tak punya nyali untuk konflik fisik dengan pesepeda yang memang lebih fit secara postur dan stamina, alhasil ke 10 motor tsb roda2nya ditusuk dengan pisau oleh para pesepeda, dan terpaksa mendorong motornya ke luar jalur sepeda dengan diiringi cemoohan. 

Memang berbeda dengan pemotor, yang suara raungan mesinnya bising menganggu, juga debu yg membubung,  dengan ban2 yang merusak jalan, plus tidak adanya sopan santun pada pengguna jalan lain,  para pesepeda selalu menghormati pejalan kaki, dan bahkan cederung menuntun  sepeda jika ketemu warga setempat, khususnya  yang sudah sepuh.

Ada 5 jenis jajanan di warung ini, mulai dari Ketan Goreng, Pisang Goreng, Lontong (yang kebetulan baru matang), Bala-Bala dan Tempe Goreng berukuran besar dengan harga IDR 2.000 per potong. Saya dan istri menyantap 5 potong ditemani dua botol Pucuk Harum dan satu Bandrek panas. Rombongan menghabiskan sekitar IDR 68K untuk segala macam jajanan, dan berusaha istirahat sekalian mengembalikan tenaga yang sempat terkuras saat mendaki, dari sisi sebelah warung gerombolan “orcs” (meminjam terminologi Tolkien dalam Lord of The Ring) bermotor trail saling memaki sambil mengepulkan asap rokok dengan kata2 kasar dan sesekali terbahak-bahak. Karena sering menonton film2 action, sempat terbayang imajinasi memasang kawat sling yang diikatkan diantara pohon pinus untuk meredam arogansi mereka. 






Setelah berjalan kurang lebih 2,3 km dari Pamuncangan, sampailah kami di lokasi yang sangat terkenal hari2 ini, yakni Patahan Lembang atau Sesar Lembang. Dari sini kita bisa melihat destinasi wisata The Lodge, yang memang lokasinya tepat berada di salah satu titik Patahan Lembang. Lokasi ini mudah dikenal dari kejauhan dengan ciri2 Balon Terbang merahnya. 





Betha, sahabat sekaligus guide kami yang memang mendalami ilmu Geologi di ITB, menjelaskan apa itu Patahan Lembang, dan setelah sejenak berfoto2 disini, kami berjalan menyusuri pinggir jurang dengan ketinggian lebih dari 100 meter. Nun di kejauhan nampak berjejer gunung2 dengan Gunung Tangkuban Perahu sebagai primadonanya, disisi kanan Bukit Tunggul dengan ujungnya yang agak meruncing dan Gunung Burangrang di sisi kiri. Nampak kepulan asap dari  Kawah Ratu Gunung Tangkuban Perahu terlihat jelas, juga bibir sumbing kawah Tangkuban Perahu. Sisi ini jika dilihat dari Bandung seperti puncak datar dari perahu yang terbalik. 








Lagi-lagi suasana tenang terganggu dengan rombongan motor trail yang kembali unjuk arogansi di jalur yang kami lewati dan menyebabkan debu tebal menjulang tinggi.  

Link berikutnya https://hipohan.blogspot.com/2019/08/jalan2-ke-patahan-lembang-part-4-dari-4.html

No comments: