Thursday, July 04, 2013

The Leadership of Muhammad - John Adair

Visi tanpa aksi hanyalah mimpi.
Aksi tanpa visi hanyalah keringat.
Namun jika keduanya bersama-sama, mereka-lah yang dapat mengubah dunia.


Membaca buku ini merupakan kejutan bagi saya, karena menunjukkan cukup mendalam-nya riset yang dilakukan oleh Adair. Buku ini juga menunjukkan banyak-nya referensi yang digunakan-nya, bahkan pada beberapa poin sedemikian detail dan mengingatkan saya akan Martin Ling. Contoh-nya saat Adair menggambarkan percakapan Nabi dengan salah satu pengikutnya yang tertinggal di belakang.

Pemahaman Adair akan kehidupan Badui juga didukung pengalaman-nya dalam ketentaraan dan hidup bersama salah satu suku terunik di dunia ini. Hal ini membantu-nya memahami apa yang dialami Nabi saat itu.

Buku tipis yang terdiri dari delapan bab ini, juga mengangkat kisah Saladin di bab terakhir, karena prestasi yang dia raih sekaligus kesederhanaan yang dia pelajari dari Nabi. Setiap bab diakhiri dengan kesimpulan, sehingga membantu kita memahami kepemimpinan ala Nabi yang dimaksud Adair.

Siapa John Adair ?, beliau seorang pakar kepemimpinan, dan mengimplementasikan program kepemimpinan dengan melibatkan lebih dari satu juta manager di seluruh dunia. Sempat bertugas dalam ketentaraan di legiun Arab dan menjadi ajudan sebuah resimen Badui di tahun 1954 saat berusia 20-an. Tahun 1979 dia menjadi profesor dalam soal kepemimpinan di University of Surrey. Dia juga menulis lebih dari 50 buku termasuk mater piece-nya "Not Bosses But Leaders" dan "How To Grow Leaders". 



Bab 1, tentang keteladanan, keberanian, dan rendah hati, sebagai syarat pemimpin.

Bab 2, meski secara spiritual pemimpin ada didepan, namun secara fisik dia dapat berada dimana saja, kadang di tengah membaur atau di belakang menyemangati. Itu sebab-nya Nabi2 kebanyakan adalah penggembala ternak.

Bab 3 tentang kebijaksanaan, yaitu pengetahuan mengenai tindakan  paling tepat di saat yang tepat dan dengan cara yang tepat.

Bab 4, mengenai kepemimpinan yang tepat bukanlah hirarki semata, namun hidup dan usaha bersama-sama.

Bab 5, seorang pemimpin harus memiliki integritas, perkataan, tindakan dan pikiran yang semuanya sejalan.  Catullus seorang penyair Romawi mengatakan, kepecayaan seperti nyawa, dapat lenyap dan mati selama-lama-nya.

Bab 6, mandat bukan lah sesuatu yang diwarisi namun diberikan pengikut karena melihat pemimpin bahagia dan susah bersama-sama. Dan pada akhirnya, pengikut akan memberikan cinta mereka pada pemimpin. Anas Bin Malik yang melayani Nabi, mengatakan "saya lebih sering dilayani beliau dibanding saya melayani-nya, tak pernah sekalipun beliau marah pada saya dan tidak juga pernah kasar".

Bab 7, seorang pemimpin harus rendah hati, bukan rendah diri ataupun tinggi hati. Dengan rendah hati dia akan mendapatkan masukan terbaik dari semua pihak. Nabi menyebutkan, orang yang kehilangan kelembutan di hatinya, akan kehilangan dunia sekaligus akhirat.

Bab 8, Selain Saladin, bab ini juga membahas Timur Lenk (Tamerlane) yang ketokohan-nya sering di salah artikan sejarah. Namun catatan sejarah Ibu Khaldun memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai-nya. Pemimpin di bab ini harus mencintai terlebih dahulu agar dicintai pengikutnya dan disimpulkan dengan kalimat "kepemimpinan yang baik adalah berbuat".

Kejutan bagi saya, menyadari bahwa karya terakhir John Adair malah mengangkat sosok Nabi Muhammad SAW sebagai ikon leadership. Bagi John Adair, Islam adalah penerima pengetahuan kepemimpinan Dunia, sekaligus penyumbang terbesar pengetahuan dalam soal ini yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan model kepemimpinan seperti ini ada karena cinta. Dan kesimpulan ini ditutup dengan karya Umar Khayyam sbb;

Hati yang dilembutkan oleh cinta dan derma.
Baik di masjid atau gereja dimana ia memuja.
Nama-nya tertulis dalam kitab cinta.
Takutkah ia akan Neraka ?
Peduli kah ia akan Surga ?


No comments: