Tuesday, July 11, 2017

Jelajah Nusa Tenggara Timur Part #8 dari 12 : Berlayar ke Gili Lawa Darat



Sampai juga akhirnya kami di Gili Lawa Darat sekitar jam 18:00, sebuah pulau tak berpenghuni yang bertetangga dengan Pulau Komodo dan dipisahkan selat kecil,  Nana Ilik lalu melempar jangkar depan dan belakang. Suasana nampak ramai dengan sekitar 9 sd 10 kapal yang membawa penumpang untuk melihat sunset, Kami berempat hanya dapat melihat dengan rasa ingin tahu apa kiranya yang mereka saksikan diatas sana. Nampak manusia-manusia jalan beriringan mendaki di kejauhan, dan ditandai dengan sederet temaram sinar senter beriringan mendaki ke bukit setinggi hampir 160 meter tersebut.

Gili Lawa sebenarnya terdiri dari dua Pulau, yang lebih dekat ke Komodo dinamakan Gili Lawa Darat sedangkan yang lebih dekat ke laut lepas dinamakan Gili Lawa Laut. Pulau yang berjarak sekitar 35 km dari Labuan Bajo dan 22 km dari Pulau Kanawa ini memang sering dijadikan sebagai gerbang masuk Pulau Komodo, khususnya yang akan meneruskan penjelajahan di pagi hari, karena siapa sih yang mau masuk ke Pulau Komodo di malam hari.




Kami naik ke lantai paling atas kapal, bersandar di kursi malas, menatap bintang-bintang dilangit, dan juga cahaya-cahaya kecil dari rombongan pendaki yang menuruni bukit kembali ke kapal setelah puas menikmati sunset. Angin laut bertiup sepoi-sepoi, udara terasa sejuk. Dari bagian belakang kapal, tercium bau harum masakan Kraeng Herman yang ternyata memiliki keahlian memasak yang khusus meski hanya menggunakan dapur minimalis dan peralatan sederhana.




Lamat-lamat terdengar suara musik dibawa angin dari kapal-kapal sekitar kami. Nampak sebuat perahu khusus diving mendekat, lalu sekumpulan orang meloncat dengan punggung terlebih dahulu menyentuh air, cahaya dari pakaian selam mereka menerangi lautan membentuk pola-pola asik yang menyebar ke berbagai tempat. Susah sekali mengatakan apa yang kami rasakan, rasanya seperti tidak berada di alam nyata. Sekitar jam 22:00 malam kami pun beristirahat, meski mesin kapal mati, Kapten Amal menyalakan genset, agar kami dapat menikmati AC dari kedua kamar khusus wisatawan yang disediakan di kapal ini. Aliran listrik ini juga kami gunakan untuk re-charge power bank, kamera, S3 Gear dan handphone. 







Subuh dinihari, sekitar jam 04:00 Nana Stan membangunkan kami, dan segera bersiap mendaki pada jam 05:00. Rute yang kami tempuh cukup terjal, namun kontur tanahnya masih memungkinkan kami dengan mantap mendaki bukit setinggi 160 meter melalui rute pendakian sepanjang sekitar 700 meter, beberapa kali istri berhenti karena kehabisan napas, dan kami disalip beberapa kelompok pendaki lainnya Namun Nana Stan dengan sabar mengatakan santai saja, tidak usah terburu-buru. Sekitar 40 menit kemudian, kami sampai diatas, mengatur napas dan menyiapkan diri menunggu matahari yang akan terbit.






Saat kami mulai bisa melihat dengan dengan jelas, saya terkesima dengan pemandangan yang bisa kami lihat, sejujurnya saat itu saya berpikir apakah masih perlu ke Pulau Padar, jika saja Gili Lawa Darat sudah begini indahnya. Sayup-sayup terdengar Si Sulung meyenandungkan lirik

The Hills Are Alive With The Sound of Music
With Songs They Have Sung For a Thousand Years

Ya tak salah lagi, Sound of Music lah yang membuat kami terkenang saat kamera menangkap Julie Andrews berputar putar menari di perbukitan indah pada adegan pembuka film buatan 1965 pemenang  5 Academy Awards tersebut. 

Setelah puas menikmati pemandangan, kamipun menuruni bukit lewat jalan yang lebih landai melewati padang savana yang tak kalah indahnya. Dari sini jaraknya sekitar 1 kilometer, kembali menuju ke kapal. Sekitar jam 07:16 kami sampai di kapal, dan langsung sarapan roti bakar mentega yang sudah disiapkan Kraeng Herman. Tanpa membuang waktu Kapten Amal langsung tancap gas menuju Pulau Komodo. Perasaan saya saat mendekati Pulau Komodo, persis seperti saat menyaksikan film Jurassic Park, ketika kapal ekspedisi mendekati perairan Pulau Isla Nublar. 

No comments: