Pulang-nya kami menikmati jalan2 di lereng curam dan mengagumi bagaimana penduduk Tengger dapat menanami tanah pertanian yang begitu curam dan dengan hasil kebun yang boleh dibilang berkualitas ini. Saat kami tinggal di Bali, Ibu bilang produk2 Bromo ini sangat unggul dan di cari di pasar2, khususnya kentang dan cabe-nya.
Kami juga melewati pura yang lain (sedangkan yang terletak diantara Gunung Batok dan Gunung Bromo dinamakan Pura Poten), dan berada di persimpangan dua jalur dengan satu arah, namun beberapa ratus meter kemudian nampak juga Masjid, yang menandakan antara penduduk berbeda keyakinan disini hidup dengan damai.
Meski sama2 Hindu, namun penduduk di sini tidak menerapkan kasta seperti yang terjadi di Bali, begitu juga mengenai ukiran2 sepertinya tertinggal jauh dengan masyarakat Bali yang dikenal lebih artistik. Berbicara dengan mereka seakan mengingatkan kita akan sepotong kehidupan dari era Majapahit yang masih tersisa hingga kini.
Konon kabarnya, kata Tengger berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger. Populasi suku ini di duga sekitar 500.000 jiwa. Sebagaimana di Bali, angka kriminalitas di sini cukup rendah. Meski mayoritas Hindu namun ada juga sebagian kecil penduduk yang beragama Budha, Islam dan Kristen. Untuk membedakan-nya cukup mudah, jika beragama Hindu, biasanya di bagian depan rumah ada tempat sesajen, hanya saja berbeda dengan tempat sesajen di Bali, di Bromo bentuknya lebih sederhana.
Link selanjutnya http://hipohan.blogspot.co.id/2013/08/inspirasi-dari-jawa-timur-14-batu.html
Kami juga melewati pura yang lain (sedangkan yang terletak diantara Gunung Batok dan Gunung Bromo dinamakan Pura Poten), dan berada di persimpangan dua jalur dengan satu arah, namun beberapa ratus meter kemudian nampak juga Masjid, yang menandakan antara penduduk berbeda keyakinan disini hidup dengan damai.
Meski sama2 Hindu, namun penduduk di sini tidak menerapkan kasta seperti yang terjadi di Bali, begitu juga mengenai ukiran2 sepertinya tertinggal jauh dengan masyarakat Bali yang dikenal lebih artistik. Berbicara dengan mereka seakan mengingatkan kita akan sepotong kehidupan dari era Majapahit yang masih tersisa hingga kini.
Konon kabarnya, kata Tengger berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger. Populasi suku ini di duga sekitar 500.000 jiwa. Sebagaimana di Bali, angka kriminalitas di sini cukup rendah. Meski mayoritas Hindu namun ada juga sebagian kecil penduduk yang beragama Budha, Islam dan Kristen. Untuk membedakan-nya cukup mudah, jika beragama Hindu, biasanya di bagian depan rumah ada tempat sesajen, hanya saja berbeda dengan tempat sesajen di Bali, di Bromo bentuknya lebih sederhana.
Link selanjutnya http://hipohan.blogspot.co.id/2013/08/inspirasi-dari-jawa-timur-14-batu.html
No comments:
Post a Comment