Hanya mendengar beberapa lagu di album Road Salt One (2010) ini dan sedikit kecewa mendengar porsi dan kualitas instrumen musik-nya yang terasa semakin turun, maka fokus saya beralih ke yang lain, begitulah yang terjadi dengan album POS yang ini. Namun ketika hampir semua koleksi di USB 16 GB sudah saya dengar dan belum sempat meng”copy” koleksi baru lainnya dari notebook, maka Senin lalu saat perjalanan dini hari ke Jakarta dari Bandung, sepanjang tol saya coba kembali memutar album POS ini. Hemm ternyata kali ini saya menyadari saya sudah sangat mengabaikan album ini, suasana kesendirian dan dingin-nya dinihari (jam 03:00) ternyata sangat membantu saya memahami karya Gildenlow dan saya merasa berdosa menyepelekan "Road Salt One".
Sebagai ekspresi permintaan maaf saya ke POS, maka saya coba membuat review album, dengan harapan semoga siapapun tidak segan2 menjadikan album ini sebagai obyek eksplorasi musik ala POS. Kebanyakan orang melihat album2 awal mereka pastilah menganggap POS beraliran progressive metal seperti “Entropia” (1997) ataupun “One Hour By The Concrete Lake” (1998), namun IMO bagi penggemar metal album “Road Salt One” ini sudah pasti terdengar sangat “aneh” apalagi riff2 berat seakan akan digusur dari album ini. Apakah kecenderungan ini baru2 saja ?, sebenarnya sih tidak karena track ajaib “Disco Queen” di album “Scarsick” (2007) sudah menunjukkan “kesintingan” Gildenlow memasukkan unsur disko. Tapi jika anda terbiasa mendengar vokal di album2 Peter Gabriel baik saat solo maupun ketika bersama Genesis, album “Road Salt One” ini sangatlah nikmat. Mohon tetap diingat jika anda menginginkan solo instrumen yang indah, dan dominan sebagaimana kolaborasi Petrucci-Rudess di Dream Theater, maaf saja, album ini bukanlah untuk anda. Harus diketahui meski kualitas vokal Gildenlow luar biasa, namun skill musisi lain di POS cenderung biasa saja. Dalam hal ini Gildenlow seperti putri raja yang terperangkap di desa terpencil, dengan fasilitas seadanya, untung saja kecantikan-nya dapat menutupi segala kekurangan di desa tersebut meski tidak maksimal.
Terdiri dari 13 track, boleh dibilang 12 track masuk kategori oke, kecuali track 7 “ Sleeping Under The Stars” yang lebih mirip musik sirkus. Dengan perincian sbb;
1. "What She Means To Me" 0:50 (**)
2. "No Way" 7:09 (****)
3. "She Likes to Hide" 2:57 (***)
4. "Sisters" 6:15 (*****)
5. "Of Dust" 2:32 (***)
6. "Tell Me You Don't Know" 2:42 (***)
7. "Sleeping Under the Stars" 3:37 (*)
8. "Darkness of Mine" 4:15 (****)
9. "Linoleum" 4:55 (****)
10. "Curiosity" 3:33 (***)
11. "Where It Hurts" 4:51 (****)
12. "Road Salt" 4:40 (****)
13. "Innocence" 7:13 (****)
Track satu, sangat pendek, meski cukup mengagetkan karena terlalu manis serta dibawakan dengan paduan suara namun langsung mengantar kita ke indahnya track dua yang menggigit dengan gaya rock’n roll tempo lambat, namun benar2 larut mendengar Gildenlow melolong, menggeram, serta berbisik. Hemm memang disinilah asyiknya Gildenlow dan selalu bagi saya terdengar bagaikan Peter Gabriel.
Track tiga dimulai dengan gaya blues dan kali ini dihiasi solo Hallgreen meski doi hanya bermain di tujuh track dalam album ini, dan tidak seasyik track dua tetapi masih oke lah untuk dinikmati. Lanjut ke track empat, dimulai dengan nada2 muram, dan lalu nada2 mandarin dengan iringan violin menambah ajaib lagu ini, dan bagi saya ini salah satu track terbaik, rasanya kalau menjadi “theme song” film, ini akan menjadi track yang sangat pantas dan “memorable”.
Track lima, kembali rintihan Gildenlow membetot sukma pendengar-nya, memang penjiwaan ybs terhadap lagu harus diancungi jempol, lepas dari dominasi syair yang memang menjadi porsi Gildenlow. Namun tak lama mendengar track ini (karena sangat singkat) kita sudah langsung berhadapan dengan track dengan intro akustik track 6, lalu dilanjutkan dengan solo bergaya blues yang dimainkan Gildenlow ditengah tengah komposisi. Lalu lanjut ke track tujuh sekaligus track terburuk di mata saya.
Track delapan, diawali dengan bau psychedelic dan gelap sesuai dengan judul “Darkness of Mine” track ini langsung menggebrak di reff-nya namun tetap sangat serasi dengan intro awal-nya. Jangan berharap ada ketukan yang jelas di track ini, pendekatan yang digunakan Gildenlow lebih mirip curhat diiringi musik. Track sembilan diawali teriakan2 Gildenlow mengingatkan saya akan sosok guru kejam di album “The Wall” nya Pink Floyd. Track sembilan sangat ekspresif dan cara bernyanyi Gildenlow mengingatkan saya akan “Back In NYC” dari album konsep “The Lamb Lies Down on Broadway” nya Genesis.
Track sepuluh, secara umum tidak ada yang khusus, meski tetap menawan dengan teriakan “Curiosity” yang diulang ulang untuk memberikan tekanan pada makna track ini. Track sebelas diawali dengan suara keyboard dengan sound2 seperti mainan pengantar tidur anak2 pada film horor, lalu dengan gaya yang sama horor-nya Gildenlow setengah berbisik menonjok jiwa pendengarnya. Pada track ini nada2 yang dimainkan sangat asyik khususnya di saat reffrain, menjelang akhir lagu teriakan Gildenlow cukup mengagetkan, jika anda menjadikan lagu ini sebagai pengantar tidur jangan kaget kalau tiba2 mimpi buruk.
Track duabelas, dimulai dengan gaya jazzy namun muram dan ditambah dengan sound keyboard yang entah kenapa mengingatkan saya akan track “No Quarter” nya Led Zeppelin. Track tigabelas tetap dapat dikelompokkan dalam track terbaik di album ini. Kesimpulan akhir, album ini meski tanpa riff2 berat ala metal, drum dengan sound kering dan terkesan live serta minus rapatnya double bass, lalu dengan permainan bass setengah hati dan keyboard tanpa solo2 ekspresif, namun tetap album yang dahsyat. Saya pribadi salut dengan konsistensi Gildenlow yang pernah menolak konser di US selama beberapa tahun karena tidak suka kebijakan Bush dalam penerapan prosedur imigrasi ini, memang mempunyai karakter yang keras dan sangat diperlukan di area progressive yang fans-nya terbatas.