Setelah mengelingi Jawa akhir tahun lalu,
kali ini kami menargetkan Sumatera sebagai tujuan berikutnya. Secara umum kami
berencana untuk menjadikan Danau Toba sebagai target terjauh, namun karena
perhitungan jarak yang mencapai hampir 5000 km, dan karena kami juga memiliki
target lain yang memiliki alokasi waktu sendiri, akhirnya kami merevisi rencana
tersebut menjadi Lampung, Sumsel (Palembang), Jambi (Jambi), Riau (Pekanbaru),
Sumbar (Bukit Tinggi dan Padang), Bengkulu (Bengkulu) dan kembali ke Lampung, total
dengan 3 propinsi di Jawa, perjalanan kali ini melintasi 9 propinsi dengan
total jarak 3.720 km.
Secara pengalaman ini mungkin jarak terjauh yang pernah kami coba tempuh dengan menyetir sendiri, sedangkan perjalanan sebelumnya adalah saat mengelilingi Jawa kurang lebih 1.800 km dari Bandung - Sumedang - Cirebon - Semarang - Surabaya - Madura - Mojokerto- Batu - Malang - Blitar - Solo, Merapi dan Bandung tahun 2014. Perjalanan lain yakni Bandung - Bali via Semarang, Surabaya, Denpasar, Bromo, Yogya dan kembali ke Bandung yakni sekitar 2.300 km tahun 2004.
Karena waktu yang cuma 9 hari 8 malam dan jarak yang cukup jauh, dimana 2 malam sudah dialokasikan untuk menginap di Ferry Merak – Baukaheni, maka dengan sangat terpaksa kunjungan ke beberapa sepupu dan sahabat seperti di Pekanbaru, Bengkulu, dll ditunda untuk sementara. Untuk memperjelas situasi dalam perjalanan, kami sengaja beberapa kali ke Toko Buku, namun tidak ada informasi soal perjalanan Sumatera sama sekali.
Karena waktu yang cuma 9 hari 8 malam dan jarak yang cukup jauh, dimana 2 malam sudah dialokasikan untuk menginap di Ferry Merak – Baukaheni, maka dengan sangat terpaksa kunjungan ke beberapa sepupu dan sahabat seperti di Pekanbaru, Bengkulu, dll ditunda untuk sementara. Untuk memperjelas situasi dalam perjalanan, kami sengaja beberapa kali ke Toko Buku, namun tidak ada informasi soal perjalanan Sumatera sama sekali.
Istri menyiapkan itinerary di setiap
lokasi, sedangkan saya menyiapkan rute dengan berkonsultasi bersama beberapa
teman di komunitas Sportage khususnya Husen, sahabat Ambon yang bekerja di PLN
dan justru lebih mengerti Sumatera dibanding orang Sumatera sendiri, lalu adik
ipar yang masih diliputi keraguan akan asingnya rute Sumatera menyiapkan
booking hotel di lokasi-lokasi dimana kami akan menginap. Kami juga menyiapkan
bekal, khususnya untuk rute Lampung – Sumatera Selatan, yang menurut informasi
tidak memiliki tempat makan yang representatif.
Selain rendang jadi, nasi, Snack Ikan Teri, adik istri juga membawa set piring dan sendok plastik serta puluhan botol Aqua dan tak lupa puluhan botol Pucuk Harum, Untuk jaga-jaga, adik ipar juga membawa jerigen, meski akhirnya tidak digunakan dan malah menjadi perkusi anggota termuda saat mendengar lagu-lagu yang kami putar.
Saya juga meminjam pada sahabat Sportage
lainnya yakni Erwin, roox box Thule tipe Freeway dengan segala kuncinya. Untuk
roof rack saya beli sendiri di Ace Hardware seharga 850 ribu, sedangan roof
rail menggunakan yang sudah menempel di bodi mobil. Tadinya kalau Erwin belum
bisa meminjamkan pada tanggal yang ditentukan, saya masih punya pilihan membeli
roof box Whale dengan harga sepertiga sampai seperempat Thule atau membeli Buzz Rack,
yakni rak anyaman besi, namun tentu saja masih membutuhkan terpal tambahan. Belajar dari perjalanan keliling Jawa
sebelumnya, kami bisa mengefisienkan space dengan menggunakan roof box.
Selain rendang jadi, nasi, Snack Ikan Teri, adik istri juga membawa set piring dan sendok plastik serta puluhan botol Aqua dan tak lupa puluhan botol Pucuk Harum, Untuk jaga-jaga, adik ipar juga membawa jerigen, meski akhirnya tidak digunakan dan malah menjadi perkusi anggota termuda saat mendengar lagu-lagu yang kami putar.
Sayang sekali Si Sulung tidak bisa ikut,
karena ada tugas kuliah yang harus segera diselesaikan, secara penumpang dengan
tidak hadirnya Si Sulung, mungkin menjadi sedikit lebih lega, tapi secara
kekuatan rombongan, kami kehilangan sosok yang sebenarnya bisa diandalkan saat
terjadi sesuatu. Dengan demikian rombongan ini menjadi 2 pria dewasa (saya dan
adik ipar), 2 wanita dewasa (istri dan adiknya), 2 remaja wanita (anak saya Si
Bungsu dan sepupunya) serta 1 bocah lelaki (anak bungsu dari adik ipar saya).
Baris paling belakang, kursinya tidak diaktifkan, namun untuk yang perlu meluruskan kaki, misalnya adik ipar saat letih menyetir, kedua gadis remaja saat ingin "mojok" sambil "ngerumpi", meski yang akhirnya mendominasi adalah keponakan kami yang merupakan anggota rombongan termuda.
Baris paling belakang, kursinya tidak diaktifkan, namun untuk yang perlu meluruskan kaki, misalnya adik ipar saat letih menyetir, kedua gadis remaja saat ingin "mojok" sambil "ngerumpi", meski yang akhirnya mendominasi adalah keponakan kami yang merupakan anggota rombongan termuda.
Bagi yang masih pernah melewati Lintas Sumatera, secara umum ada tiga rute yang bisanya menjadi alternatif, yakni Lintas/Pantai Timur, Lintas Tengah dan Lintas/Pantai Barat. Berikut penjelasan mengenai setiap pilihan rute;
Lintas/Pantai Timur :
Dari Bakauheni bisa langsung ke Menggala (Tulang Bawang) tanpa melewati Bandar Lampung, Kayu Agung, Palembang,Jambi, Pekanbaru, Duri, Tebing Tinggi, Medan, Langsa, Lhokseumawe, Sigli, dan Banda Aceh. Rute ini biasanya dilintasi bagi yang ingin menuju kota-kota besar seperti Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan dan Banda Aceh. Meski dinamakan Pantai Timur, sebenarnya sampai dengan Medan, kita relatif jarang menemui pantai kecuali saat masuk ke Aceh. Karakternya jalannya relatif besar karena memang termasuk lintasan utama. Panjang lintasan ini sekitar 2.506 km, dan ditempuh dengan total 51 jam. Daerah rawan adalah di sekitar Kayu Agung dan Mesuji, beberapa informasi mengatakan perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi juga sebaiknya tidak dilewati saat malam.
Lintas tengah :
Dari Bakauheni, terus ke Lahat, Lubuk Linggau lalu bisa ke diakhiri di Padang atau terus ke Bukit Tinggi, Padang Sidempuan, Kutacane lalu Banda Aceh. Rute ini biasanya digunakan dengan tujuan Bukit Tinggi, Padang atau Padang Sidempuan. Jika diteruskan ke Banda Aceh, dan tetap ingin melewati Lintas Tengah maka setelah Sidikalang bisa terus melewati Kutacane, namun jika menyatu dengan Lintas/Pantai Barat maka setelah Sidikalang bisa ke arah Meulaboh. Karakternya jalannya berbukit bukit dan beberapa jalur seperti Lubuk Linggau - Padang sangat mulus meski tidak terlalu lebar. Daerah rawan adalah di Lahat dan sekitarnya, saran kebanyakan orang adalah tidak melewati daerah ini disaat malam atau sebaiknya melewatinya dengan iring-iringan. Jarak yang ditempuh adalah 2.354 km dengan waktu 46 jam.
Lintas/Pantai Barat
Dari Bakauheni, terus ke Bandar Lampung, Kota Agung, Krui, Bengkulu, Padang, Bukit Tinggi, bisa melipir ke Sibolga, atau melipir ke Singkil, namun bisa juga langsung ke Meulaboh, dengan tujuan akhir di Banda Aceh. Rute ini berkelok kelok naik turun bukit dan kadang masuk hutan lebat. Meski bukan rute favorit namun pemandangannya luar biasa. Jalan-jalannya banyak yang bersisian dengan pantai, anda bisa menikmati Pantai-Pantai Bengkulu atau Pantai Painan di Sumatera Barat. Berbeda dengan Pantai Timur yang umum dipakai menuju lima ibu kota propinsi (karena jika langsung menuju Menggala, Bandar Lampung biasanya akan diskip, maka Lintas/Pantai Barat hanya melewati empat ibu kota propinsi yakni Bandar Lampung, Bengkulu, Padang dan Banda Aceh, jadi wajar saja jika lebih sepi alias bukan rute populer. Secara umum, rute ini lebih aman dan tidak ada kabar soal kerawanan di sini. Jika tidak mampir di Sibolga dan Singkil, kita akan menempuh jarak sekitar 2.461 km dengan total 49 jam.