Tuesday, February 23, 2016

The Astonishing - Dream Theater


Saya pribadi cukup terkejut mendengar album studio ke tiga belas ini, sangat berbeda dengan beberapa album terakhir mereka dan terkesan ingin mengulangi kesuksesan  album konsep sebelumnya yakni rilisan 1999 Metropolis Pt 2: Scenes from a Memory. Namun tema futuristis yang dipilih membuat album ini lebih mirip dengan karya-karya Ayreon ataupun Starone yang dimotori Arjen Anthony Lucassen. Sepertinya minat Petrucci pada Star Wars menjadi salah satu pemicu terciptanya karya ini.  


Album ini juga kemungkinan besar akan menjadi kabar buruk bagi pencinta progressive metal ala Dream Theater yang menjadikan Awake sebagai album favorit. Dalam sejarahnya Awake seperti yang banyak diketahui, akhirnya berimbas pada keluarnya Kevin Moore. Kembali ke album ini, boleh dibilang hanya sekitar tiga track yang memenuhi syarat sebagai progressive metal, sisanya memperkuat kesan, bahwa setelah Portnoy hengkang, memang tiga album Dream Theater adalah penanda mereka kembali ke khittah sebagai progressive rock band


Jangan harap akan banyak solo-solo indah panjang yang biasanya jadi ciri khas Petrucci, yang banyak justru eksperimen Rudess memainkan berbagai bunyi ala R2D2 dan C3PO yang mewakili tahun 2285 dimana cerita ini bermula. Ada 5 track pendek yang sepertinya ingin memberikan nuansa scifi dalam album ini. Rudess juga memainkan repertoar ala jazz di track Three Days





Tidak mudah menikmati album ini, namun susah dinikmati bukan karena kerumitannya melainkan karena keanehannya. Uniknya beberapa bagian lagu sangat akrab dan mengingatkan saya akan karya Seurieus yakni "Kapan Ku Punya Pacar", tidak percaya ? hemm coba saja dengar sendiri track "Brother , Can You Hear Me ?", dan anda akan kaget menyadari betapa miripnya. Bukan cuma di track tersebut, saya menemukan nada yang sama di track awal yakni Dystopian Overture dan juga track pamungkas yakni Astonishing. 


Kedua anak saya yang merupakan penggemar Dream Theater dan menonton langsung dua konser mereka di Indonesia, terkaget kaget ketika mencoba album ini. Jika Si Sulung langsung mundur teratur,  Si Bungsu masih cukup sabar dan mencoba eksplorasi sampai 3 putaran, sementara saya sendiri ketika menulis ini sudah mencapai 8 putaran. 


Album ini terdiri dari 34 track yang dibagi menjadi 2 CD atau Act kalau menurut gaya penulisan Dream Theater, yakni Act I sebanyak 20 track dengan panjang nyaris 80 menit dan Act II sebanyak 14 track dengan panjang sekitar 50 menit. Berikut penilaian saya track demi track dengan nilai * dan maksimal *****. 


Act I (79:49)


01. Descent of the NOMACS (NOMACS instrumental) 1:10 *

02. Dystopian Overture (Instrumental) 4:50 **
03. The Gift of Music 4:00 ****
04. The Answer 1:52 ****
05. A Better Life 4:39 ****
06. Lord Nafaryus 3:28 ***
07. A Savior in the Square 4:13 ***
08. When Your Time Has Come 4:19 ****
09. Act of Faythe 5:00 *****
10. Three Days 3:44 **
11. The Hovering Sojourn (NOMACS instrumental) 0:27 *
12. Brother, Can You Hear Me? 5:11 ***
13. A Life Left Behind 5:49 *****
14. Ravenskill 6:01 ***
15. Chosen 4:32 ***
16. A Tempting Offer 4:19 ***
17. Digital Discord (NOMACS instrumental) 0:47 *
18. The X Aspect 4:13 *****
19. A New Beginning 7:40 *****
20. The Road to Revolution 3:35 ***

Act II (50:34)


01. 2285 Entr'acte (Instrumental) 2:20 ***

02. Moment of Betrayal 6:11 ****
03. Heaven's Cove 4:19 ***
04. Begin Again 3:54 ****
05. The Path That Divides 5:09 ***
06. Machine Chatter (NOMACS instrumental) 1:03 *
07. The Walking Shadow 2:58 ***
08. My Last Farewell 3:44 ***
09. Losing Faythe 4:13 ****
10. Whispers on the Wind 1:37 ****
11. Hymn of a Thousand Voices 3:38 ***
12. Our New World 4:12 ****
13. Power Down (NOMACS instrumental) 1:25 *
14. Astonishing 5:51 ****

Beberapa catatan saya untuk track-track tertentu sbb



  • The Gift of Music, menunjukkan dominannya pengaruh Rush pada Dream Theater. 
  • The Answer, menambah koleksi track sahdu ala Dream Theater dengan sound violin  dan diakhiri derap barisan pasukan layaknya album Pink Floyd yakni The Wall. 
  • A Better Life, derap barisan yang berlanjut ditingkahi teknik picking harmonic nya Petrucci. 
  • Lord Nafaryus, disini La Brie diuji menyanyikan berbagai karakter dalam track layaknya opera, namun La Brie sepertinya berhasil lulus ujian dengan baik. Begitu juga di track Ravenskill, lagi-lagi La Brie harus menyanyikan beberapa karakter, 
  • A Savior in the Square, intro dan petikan gitarnya lanjut ke solo bikin meleleh, namun tanpa pindah track di menit 1:42 suasana berubah menekan dan garang, lalu kembali lembut di menit 3:35. 
  • Act of Faythe, orkestra ala Michael Kamen yang menggetarkan jiwa, lalu piano solo Rudess, lalu diakhir vokal megah dan anggun ala Berlian Hutauruk di Badai Pasti Berlalu. 
  • A Life Left Behind, mengingatkan saya akan album Yes yakni Drama, beat-beat cepat dan manis bisa kita temukan di track ini. 
  • A Tempting Offer, bagi saya mirip dengan track Queen yakni Death On Two Legs dengan nada-nada miring namun megah. 
  • The X Aspect, suara bagpipe yang dimainkan Eric Rigler di akhir lagu sangat mengasikkan. 
  • A New Beginning, ini mungkin track paling keras di album ini selain Moment of Betrayal, namun ditengah mulai melunak dan bagi saya permainan solo Petrucci dengan sound psychedelic ala Alex Lifeson menjadi bagian yang paling asik di track ini, mulai menit 5:00 sd 7:33. 
  • Begin Again, menambah koleksi track sahdu ala Dream Theater. 
  • Losing Faythe, suara dan penghayatan La Brie disini membuat hati bergetar. 
  • Our New World, ritem yang dimainkan Petrucci benar-benar nikmat, ditingkahi permainan bass Myung yang sejiwa dengan bass drumnya Mangini. 
  • Astonishing, cocok sekali sebagai track penutup, khususnya saat La Brie bernyanyi diiringi gitar akustik Petrucci dan lalu piano akustik Rudess. 
Hemm jadi apa kesimpulannya, bagi saya ini tetap album bagus, dengan peran City of Prague Philharmonic Orchestra yang megah. Saya nilai sedikit dibawah Metropolis Pt 2: Scenes from a Memory, itupun sebenarnya karena lima track NOMACS instrumental yang lebih terasa sebagai karya alien dan terkesan mengganggu, untung saja kelima track tersebut relatif tidak panjang.  



5 comments:

NORUZ' baNd said...

tumbs up untuk opini anda yg sangat detil. Searah dengan pemikiran saya, tp saya ttap kurang merasa puas dgn album ini. mungkin karena ekspektasi sy yg trlalu tinggi berharap mendapatkan suguhan ketukan ganjil yg 'dream theater' banget pada album ini.

Husni I. Pohan said...

Betul, suka tidak suka harus diakui, Dream Theater memang berubah, bagi yang suka sisi metalnya atau kerumitan arensemen mungkin harus bersabar sedikit, bagi yang lebih suka progressive rock klasik mungkin sebaliknya :)

ariestu.blogspot.com said...

hebat tulisan ini selayaknya anda seorang pecinta DT sejati,, mau album nya seperti apa.. menurut.saya DT meman lagi pingin bikin seperti ini, mungkin album next balik garang lagi?

Anonymous said...

Maklum, maen gahar seperti 17thn lalu menguras tenaga.. hehe. jadi sebagai fans Sejati. nikmati saja musiknya..

Risanto Pakpahan said...

memang sulit utk kt yg biasa mndgr pola portnoy yg khas, mike mangini tdk melebur kpd setiap bagian lirik lagu. bgaimana ktika solo petrucci masuk dan jordan masuk semua memiliki emosionalnya sndiri yg membuat lagu itu mnjadi klimaks. mike mangini sptnya hny terpaku dgn pola ketukan yg dimainkan saja.