Wednesday, July 25, 2018

Jalan-jalan ke Tokyo Part #2 dari 8 : Mendarat di Narita dan Menuju Mt Fuji.



Lama penerbangan Jakarta (Soekarno Hatta) – Tokyo (Narita) cukup membuat badan pegal, bayangkan jarak 5.778 km ditempuh dalam 7 jam 40 menit dengan Airbus 330-300, dan dilakukan secara nonstop. Untung saja makanan dan minuman cukup tersedia, karena memang sudah dipesan langsung oleh TX travel, sehingga dengan menunjukkan boarding pass, saat berangkat kami mendapatkan Chicken Rice Uncle Chin’s sedangkan saat pulang Nasi Lemak Pak Nasser’s

Kenapa Narita ? sampai dengan sekitar 2005 Narita memang lebih dikenal sebagai Tokyo International Airport, namun gelar tersebut kini sudah di sandang Haneda. Bersama-sama keduanya kini meraih posisi nomor tiga sebagai bandara tersibuk di dunia. AirAsia memang lebih memilih Narita ketimbang Haneda, bisa jadi karena masalah cost, karena kalau dilihat sepintas Narita masih kalah keren ketimbang Changi. 

Saat mendarat, kami langsung disambut Lusi, tour leader TX di Jepang,  kami tak lagi sempat mandi, karena saya dan Si Sulung sudah langsung  mencari kartu telekomunikasi untuk paling tidak 3 dari total 5 HP kami. Sementara istri dan Si Bungsu langsung berburu berbagai brosur yang akan banyak membantu kami dalam membuat itinerary sendiri. Waduh ternyata cukup mahal, 3 kartu dengan kuota terbatas paling tidak harus ditebus dengan sekitar IDR 2 jutaan, sedangkan kalau sewa hotspot portabel cukup 700 ribuan, namun harus memiliki Kartu Kredit.






Tak punya kartu kredit, untunglah di bis ada wifi, dan saya akhirnya memutuskan untuk mengisi pulsa via internet banking Mandiri, lanjut ke pembelian paket 7 hari XL selama di Jepang sebesar IDR 200.000 per HP (HP cadangan saya dan HP Si Sulung). Entah lupa menghitung peserta saat naik bis, mendadak Rico menghitung peserta dan ternyata ada kekurangan 2 peserta. Terpaksa bis berhenti di jalan, lalu Rico kembali ke bandara dengan taksi, pada saat yang sama salah satu peserta yang hilang tsb mendadak left dari whatsapp group. Rombongan tetap lanjut dengan Lusi yang kini memegang kendali.

Selain kurang responsif Rico juga kurang detail dalam menjelaskan, saat hari pertama setelah lupa menghitung peserta saat naik ke bis, Rico menyarankan untuk ke wahana Harry Potter di Disney dalam rangka menghindari antrian, sementara Harry Potter justru adanya di Osaka alias Universal Studios.  Lalu di hari kedua Rico sempat menyarankan kami menggunakan Line 1 dan 2 ke Maihama Station saat menuju Disneysea, padahal ternyata seharusnya 3 dan 4. 

Untunglah Lusi bisa mengkompensasi ketidaksiapan Rico. Lusi,  yang meski tour leader lokal Jepang namun ternyata berkewarganegaraan Korea Selatan. Ibu beranak satu yang sekolah di Osaka ini adalah lulusan Jurusan Sejarah di Fukuoka Unviersity, namun sempat melanjutkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tak aneh bahasa Indonesianya terhitung fasih, dan memiliki pendekatan yang lebih pas bagi rombongan.

Jalan-jalan di Jepang sangat mulus, akan tetapi aturan menyatakan supir harus ke rest area setiap dua jam. Kami akhirnya berhenti dulu dan setelah penumpang ke rest room, lalu melanjutkan perjalanan. Di sini saya pertama kali mencoba toilet Jepang, yang klosetnya dipenuhi dengan berbagai tombol, sampai kita bisa atur arah semprotan, kekuatan semprotan, suhu air, dan bahkan tombol suara palsu untuk menutupi berbagai bunyian yang biasa muncul saat di toilet. Hampir disetiap toilet umum juga tersedia tissue atau cairan khusus untuk menyeka dudukan closet agar higienis sebelum dipakai.




Meninggalkan rest area, eh hujan deras lalu turun, sempat khawatir jika hujan terus terjadi, namun menjelang Gunung Fuji, hujan akhirnya berhenti. Supir menyetir dengan tenang setelah sebelumnya sempat marah karena ada penumpang yang makan dalam bis. Selama perjalanan terlihat dia beberapa kali berbicara dengan nada tinggi dan terkesan marah pada Lusi.

Gunung Fuji yang terakhir meletus di tahun 1.707 ini memiliki ketinggian 3.776 meter dpl dan berjarak sekitar 200 km dari Narita Airport yang ditempuh dalam waktu sekitar 3 jam. Kenapa 3 jam ? di Jepang ada pembatasan kecepatan, sehingga meski jalan relatif lengang, kendaraan tetap tak bisa memacu kencang seenaknya. Gunung ini juga dikelilingi beberapa danau seperti Danau Saiko, Danau Shojiko, Danau Yamanakako, Danau Motosuko, serta Danau Kawaguchiko.

Rencananya kami langsung menuju Level 5 yakni sekitar 2.305 meter dpl.
Akhirnya kami pun tiba, dan terlihat dikejauhan Gunung Fuji tanpa salju, kami lalu masuk ke salah satu restoran dan langsung naik ke lantai dua. untuk makan siang. Menunya dua potong ayam goreng, nasi ketan, sepanci rebus2an terdiri dari daging ayam, berbagai sayuran dan jamur. Dengan lahap kami habiskan hidangan ini.




Di lantai bawah, kami juga dibagikan lonceng keselamatan sebagai alat pengusir bahaya seperti ular dan beruang yang banyak terdapat di sekitar Fujiyama. Untuk yang belanja diperkenankan menggunakan toilet secara gratis.




Di bagian belakang restoran, ada beberapa spot menarik seperti gerbang merah, kuil dan tempat air minum dengan gayung kayu. Saya coba naik ke dek khusus yang dibuat untuk mengamati alam sekitar, sayang kabut cukup tebal, sementara pandangan ke gunung terhalang oleh bangunan-bangunan disekitar. Sepertinya kami berada di lokasi dan waktu yang kurang tepat saat ke Gunung Fuji ini.






Link Berikutnya di http://hipohan.blogspot.com/2018/07/jalan-jalan-ke-tokyo-part-3-dari-8.html

No comments: