Pagi-pagi setelah sarapan, kami langsung bersiap2 menuju spot lumba-lumba, namun cuacanya terlihat kurang baik, angin kencang, awan tebal, dan gelombang cukup tinggi. Thomas dan nelayan pemilik kapal nampak berbisik2 di pojokan dengan wajah serius. Ternyata mereka khawatir dengan cuaca, yang menyebabkan kami akan lebih kesulitan menemukan lumba-lumba.
Perahu yang kami gunakan cuma berukuran setengah dari yang
sebelumnya digunakan, terasa sangat kecil di lautan luas, ombak yang bahkan
sering terlihat lebih tinggi dari kapal datang menghempas bergantian. Di sisi
kiri terlihat anak Krakatau menjulang dengan congkak, Thomas bercerita saat
terjadi tsunami Krakatau 22 Desember 2018 yang juga menyebabkan personel band
Seventeen kehilangan seluruh membernya kecuali vokalis, rumah2 di Teluk Kiluan
banyak yang diseret gelombang dan penduduk mengungsi di kawasan perbukitan
menuju Laguna Gayau.
Setelah puluhan menit, kami akhirnya sempat menyaksikan kawanan lumba-lumba berloncatan meski masih berjarak puluhan meter dari kapal kami. Menjelang siang kami menuju ke Pulau Kelapa, melewati Gunung Tanggamus yang tegak berdiri diselimuti awan.
Sesampainya di Pulau Kelapa disambut seekor kucing yang merupakan
penghuni pulau satu2nya. Kucing tsb terlihat rindu dengan manusia dan menyongsong
kami begitu perahu kandas di pasir. Pulau ini terlihat tenang di satu sisi,
namun berbahaya disisi yang menghadap ke laut luas. Menurut penduduk Kiluan, Pulau
Kelapa ini lah salah satu pulau yang menjadi benteng pertahanan mereka terhadap
tsunami.
Hanya sebentar di Pulau Kelapa, kami langsung menuju Laguna Gayau,
yakni sebuah lokasi di perkampungan penduduk Kiluan dan bisa dicapai dengan
menaiki bukit lalu menuruni bukit yang cukup terjal.
Link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2022/05/jalan-jalan-ke-pulau-tegal-mas-dan.html
No comments:
Post a Comment