Monday, December 12, 2011

The Jacatra Secret - Rizki Ridyasmara

Setelah menyelesaikan CODEX, saya mulai menjelajahi The Jacatra Secret, dan begitu memulai Bab2 awal kita lantas begitu saja tersedot ke pusaran misteri yang dibuat Rizki, kala petinggi Freemason di Jakarta saat itu menerima surat pembubaran organisasi rahasia ini dari Presiden Soekarno yang digambarkan secara detail dengan pilihan kata2 yang mengagumkan dan menunjukkan bakat Rizki sebagai pencerita handal. Menakjubkan memang, bahwa Soekarno sejak awal sudah dengan tegas menyadari ada  yang tidak beres dengan organisasi ini. Sayang-nya Soeharto kemudian memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi kelompok “mafia ekonomi” lulusan AS, yang lantas mengarahkan Republik Indonesia menjadi salah satu korban strategi hutang luar negeri, dan lantas menyerahkan kekayaan alam-nya untuk disedot oleh kekuatan asing secara besar2an.



Meski dalam buku ini Rizki sudah menjelaskan bahwa organisasi ini bersifat sangat rahasia, sayang-nya salah satu agen Freemason yang bertugas untuk mengamankan rahasia sekaligus memusnahkan siapa saja yang menghalangi justru digambarkan wara wiri menggunakan motor merah dan lantas berganti dengan Rover mewah (baca : mencolok), sehingga terkesan bukan seseorang yang berusaha melakukan aktivitas rahasia. Berbeda dengan CODEX yang masih agak samar kemiripan-nya dengan Dan Brown, The Jacatra Secret justru bagaikan petualangan Robert Langdon di Indonesia, dimana tokoh utama-nya justru juga seorang Simbolog AS sebagaimana Langdon.

Penggambaran tokoh Polisi Indonesia juga, sepertinya menggambarkan opini Rizki pribadi mengenai kualitas polisi Indonesia, yang cenderung sinis, dan kadang menggunakan ekpsresi “cuih” (baca : meludah) tetapi anehnya bukan dari sudut pandang tokoh lain, dalam cerita tersebut, melainkan seakan mewakili Rizki sendiri sebagai pengarang. Rasanya lebih baik kalau tokoh Polisi Indonesia yang menjadi tokoh dalam buku ini justru digambarkan sebagai tokoh yang berusaha bersikap profesional (berbeda dengan polisi kebanyakan), meski ekspresi kekecewaan Rizki terhadap keseluruhan kinerja kepolisian cukup beralasan.

Teknologi yang digambarkan di buku ini juga mengesankan pengetahuan Rizki yang mendalam lagi2 soal senjata selain konspirasi tingkat tinggi, meski dalam menggambarkan format obyek dokumen rahasia yang diperebutkan sejak awal konyolnya malah menggunakan PDF.

Hal menarik lainnya, adalah penggambaran budaya pop yang ternyata sudah juga teracuni oleh ajaran misterius (baca : Kabbalah), dimana dalam acara MTV baru2 ini Madonna melakukan inisiasi ke Britney Spears dan Christina Aguilera, dengan cara berciuman, setelah mendaki 13 anak tangga lantas, menunjuk latar belakang piramida di atas panggung sesuai ajaran Kabbalah. Sangat mengagetkan bahwa dari kaca mata simbologi aktivitas organisasi ini ternyata sudah sangat terang2an.

Mata kita juga menjadi terbuka, bahwa organisasi ini sudah eksis sejak lama di Indoenesia, bahkan menumpang pada aktivitas VOC, yang ditunjukkan kemiripan-nya oleh Rizki dengan lambang Freemason dan Bintang Daud. Hal ini juga terlihat pada desain bangunan seperti Staad Huis Jakarta yang menggunakan 13 batu pada gerbang-nya, dengan batu paling atas sebagai “Keystone” lengkap dengan ukiran mawar-nya. Begitu juga dengan makam2 tua petinggi Belanda di Jakarta yang sangat jelas lambang yang terukir di nisan-nya. Sebagaimana lorong2 rahasia di bawah Jakarta, begitu juga Monas yang merupakan bentuk lain obelisk serta Bundaran HI, yang terlihat sebagai “Eye of Horus” dari langit Jakarta. Khusus Monas dan dan Bundaran HI, meski bukan dibangun oleh Belanda, Rizki mensinyalir kelompok desain membuat ini berdasarkan instruksi khusus.



Akhir dari buku ini terkesan aneh, tiba2 kita dibawa Rizki untuk menyadari potensi The Jacatra Secret sebagai bagian dari wisata Jakarta, sebagaimana Da Vinci Code di Prancis yang kini lokasi2 dalam bukunya menjadi salah satu aktivitas dari bisnis wisata, yang juga melibatkan beberapa daerah lainnya di Eropa. Saya merasa hal ini agak sedikit salah tempat, karena suasana serius yang terbangun sejak awal mendadak jadi agak konyol.

Kesimpulan, buku ini membuat kita lebih berhati hati lagi kedepan-nya, karena apa yang ditulis oleh Rizki sebagian besar adalah fakta yang mau tak mau kita saksikan selama ini namun kita seakan terbutakan. Bahwa Negara Indonesia sebenarnya masih berada dalam penjajahan gaya baru, lewat konspirasi media, konspirasi finansial dunia, konspirasi perusahaan medis dan makanan, dll. Semoga buku2 seperti ini dapat menjadi bahan bakar bagi nasionalisme Indonesia dalam menghadapi globalisasi. So bagaimanapun, buku ini sangat layak jadi koleksi anda.

No comments: