Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin sulit, Ayahku memutuskan untuk membeli gula merah di Mandailing, dan menjualnya di Padang Sidempuan. Gula tersebut dibeli dari petani penyadap aren, lalu dengan menyewa mobil, Ayah membawanya menuju pasar Padang Sidempuan. Suatu hari, Ayah bernasib sial, karena mobil yang disewanya dianggap melewati batas maksimal di Kota Nopan, yang ditentukan tentara Jepang pada jembatan timbang yang mereka pasang. Tak ada yang tahu persis bagaimana kejadiannya, tetapi Ayah tidak pulang pulang, sehingga adik Ayah untuk sementara menjadi Ayah pengganti bagi kami bertujuh.
Belakangan Adik ayah melibatkan diri dalam partai politik lewat Nadhatul Ulama, dan sempat menjadi wakil ketua MPR/DPR di era Soeharto sebagai utusan PPP.
Setelah sekitar enam bulan, akhirnya Ayah dilepaskan oleh Jepang. Pada masa itu bukan kejadian langka jika seseorang yang ditahan Jepang tak pernah kembali lagi. Tentu kami sangat bersyukur dengan kembalinya Ayah, dan beliau sangat terharu ketika bertemu kembali keluarganya , khususnya ke Khairani kakak perempuanku yang karakternya lembut. Ayah terlihat sangat kurus dan kuyu saat itu, meski demikian kedatangan-nya membuat kami berbahagia dan siap menyongsong hari esok yang lebih cerah.
No comments:
Post a Comment