Tahun 2002, tepatnya 30 tahun peringatan peristiwa di Andes, buku ini dicetak ulang dan mengingatkan lagi bahwa dalam kondisi tertentu selalu ada saat ekstrim dimana hal hal yang kita yakini harus berbenturan bagai buah simalakama. Dalam hal ini kemanusiaan harus berhadapan dengan naluri untuk bertahan hidup. Nando Parrado sang pengarang sekaligus pelaku dalam peristiwa ini juga mengabarkan para pelaku lainnya 30 tahun kemudian.
Tepat tahun 1972, saat team rugby Uruguay akan melakukan pertandingan persahabatan ke Mexico, tetapi sayangnya untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak, pesawat yang membawa rombongan ini terhempas dan terpecah dua di kecuraman pucuk pucuk pucuk pegunungan Andes, disekitar perbatasan Argentina. Dalam kondisi kekurangan persediaan makanan, dan dalam kebekuan serta cuaca ekstrim di Andes, manusia terpaksa melakukan apapun untuk dapat bertahan hidup dengan memakan jenazah para korban yang sudah duluan meninggalkan yang hidup.
Saat saat dimana sebagian besar korban sudah pasrah dengan situasi yang terjadi dan sudah putus asa dalam menunggu datangnya bala bantuan, Nando justru baru memulai mengumpulkan semangat untuk melakukan ekspedisi bersama dengan salah satu karakter paling suilit diantara penumpang (yang kelak menjadi salah satu dokter paling disegani di Uruguay karena komitmen-nya bagi kesehatan anak).
Pesan perpisahan Nando, yang akhirnya merelakan penumpang lainnya untuk dapat memanfaatkan jenazah ibu dan adik perempuan-nya adalah salah satu episode paling mengharukan dalam kisah ini. Meski sebelumya Nando tidak pernah dapat menerima kalau jenazah tersebut juga akan dimanfaatkan penumpang lain dalam bertahan untuk hidup.
Menempuh puluhan kilometer, dengan kondisi tulang berbalut kulit, bekal daging mentah jenazah penumpang, semangat di tengah cuaca dan kecuraman ekstrim, inilah yang akhirnya menjadi titik total terselamatkannya nyawa sebagian penumpang lainnya. Sebuah buku yang menginspirasi dan juga akhirnya membawa Nando sebagai salah satu motivation speaker paling berpengaruh yang pernah ada.
Tepat tahun 1972, saat team rugby Uruguay akan melakukan pertandingan persahabatan ke Mexico, tetapi sayangnya untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak, pesawat yang membawa rombongan ini terhempas dan terpecah dua di kecuraman pucuk pucuk pucuk pegunungan Andes, disekitar perbatasan Argentina. Dalam kondisi kekurangan persediaan makanan, dan dalam kebekuan serta cuaca ekstrim di Andes, manusia terpaksa melakukan apapun untuk dapat bertahan hidup dengan memakan jenazah para korban yang sudah duluan meninggalkan yang hidup.
Saat saat dimana sebagian besar korban sudah pasrah dengan situasi yang terjadi dan sudah putus asa dalam menunggu datangnya bala bantuan, Nando justru baru memulai mengumpulkan semangat untuk melakukan ekspedisi bersama dengan salah satu karakter paling suilit diantara penumpang (yang kelak menjadi salah satu dokter paling disegani di Uruguay karena komitmen-nya bagi kesehatan anak).
Pesan perpisahan Nando, yang akhirnya merelakan penumpang lainnya untuk dapat memanfaatkan jenazah ibu dan adik perempuan-nya adalah salah satu episode paling mengharukan dalam kisah ini. Meski sebelumya Nando tidak pernah dapat menerima kalau jenazah tersebut juga akan dimanfaatkan penumpang lain dalam bertahan untuk hidup.
Menempuh puluhan kilometer, dengan kondisi tulang berbalut kulit, bekal daging mentah jenazah penumpang, semangat di tengah cuaca dan kecuraman ekstrim, inilah yang akhirnya menjadi titik total terselamatkannya nyawa sebagian penumpang lainnya. Sebuah buku yang menginspirasi dan juga akhirnya membawa Nando sebagai salah satu motivation speaker paling berpengaruh yang pernah ada.
No comments:
Post a Comment