Wednesday, September 25, 2013

Dream Theater 2013

Kali ini saya ingin membahas album Dream Theater yang rilis di 2013 ini sekaligus merupakan album studio ke 12 dari Dream Theater. Album ini memiliki 9 track dengan panjang total 68:06 menit. Kalau era Portnoy lama lagu kadang merupakan hidden message sepertinya kali ini saya tidak menemukan hal2 unik seperti itu lagi. Namun Album ini tetap unik karena self titled, hal yang biasanya hanya terjadi di album perdana, semoga bukan pertanda buruk bahwa ini merupakan album terakhir Dream Theater. Seorang teman mengatakan justru ini menunjukkan mereka lahir kembali setelah keluarnya Portnoy dan kembali ke khittah sebagai band progressive [metal].

1.False Awakening Suite (2:42) 
I. Sleep Paralysis
II. Night Terrors
III. Lucid Dream

2. The Enemy Inside (6:17)
3. The Looking Glass (4:53)
4. Enigma Machine (6:03)
5. The Bigger Picture (7:41)
6. Behind the Veil (6:53)
7. Surrender to Reason (6:35)
8. Along for the Ride (4:45)

9. Illumination Theory (22:17)
I. Paradoxe de la Lumière Noire
II. Live, Die, Kill
III. The Embracing Circle
IV. The Pursuit of Truth
V. Surrender, Trust & Passion


Dibuka dengan track instrumental False Awakening (**) yang tidak sampai 3 menit mengingatkan saya akan Symphony-X. Kesan ini muncul karena sound sampling dari keyboard Rudess berbau koor ala gothic yang terkesan megah sekaligus kolosal. Track yang sangat cocok sebagai original score film.

Masuk track 2, telinga langsung digempur dengan track metal The Enemy Inside (****), dan raungan serta ejeg2 distorsi kasar yang dimainkan secara presisi oleh Petrucci dengan gitar Music Man andalan-nya. Track ini sudah langsung akrab, maklum termasuk yang sempat bocor duluan sebagai single dan sudah pernah saya dengar saat ramadhan beberapa bulan lalu.

Pada track 3 The Looking Glass (***), DT bermain dengan gaya progressive rock 80'an yang diusung Rush. Saya benar2 menikmati permainan Mangini yang bermain lepas dan variatif serta menunjukkan berkali kali skil double bas beruntun ala Paul Bostaph ex drummer Testament, yang membuktikan DT tidak salah pilih. Sound drum yang dipilih Mangini juga terasa pas, dan tidak nyaring seperti yang kadang digunakan Portnoy. Menit ke 3 alias di tengah track, Petrucci memainkan teknik solo dengan petikan halus ala Alan Holdsworth dengan nada yang asyik membius.

Jangan kaget kalau dalam album ini Myung sepertinya sudah "sadar" dan memilih sound serta gaya yang berbeda. Kali ini kita mendengar Myung yang menonjol dan memilih jalan yang berbeda dengan Robert Trujillo, basis Metallica yang terlihat oleh mata namun ternyata tidak terdengar oleh telinga.



Masuk track 4, Enigma Machine (****)  mengingatkan saya akan Liquid Tension Experiment, kompleks, cepat, penuh dengan atraksi solo dan tentu saja tanpa vokal. Lagi2 Mangini pamer teknik disini, dan sepertinya akan membuat drummer band2 penggemar DT keseleo saat menirukan-nya. Track ini bagaikan single tercecer dari album ke tiga Liquid Tension Experiment. Dan dengan track 1, track ini melengkapi dua track instrumental dari total 9 track dalam album ini.  

The Bigger Picture sebagai track ke 5 (****), dibuka dengan vokal sahdu La Brie. Membuat saya teringat saat ribuan "cahaya" gadget mengayun berirama di kegelapan saat mereka perform di MEIS dan Spirit Carries On mengalun indah. Ini bakal jadi track asik untuk kontemplasi setelah dihajar Enigma Machine. Menjelang menit keenam menyusul berakhirnya petikan harmonisasi ala Brian May, mendadak track ini sekan akan terpotong dan lalu secara mengagetkan masuk kembali sekaligus memberikan derita kenikmatan nan paripurna.

Lalu muncul keheningan, dan Rudess memainkan emosi pendengar dengan gaya psikedelik ala Pink Floyd. Dan ejeg2..!, mendadak seakan akan James Hetfield si raja riff bergabung dan memberikan hantaman di track 6 ini. Behind The Veil (****) mengembalikan DT ke jalur metal. La Brie menggeram sekaligus mengingatkan kita akan kesejatian DT, namun ternyata track ini kembali manis di menit ke 3. Hemm sekali lagi kita mendengar Myung yang berbeda dengan sound bass yang tebal sekaligus jernih.

Surrender To Reason (****) mengembalikan DT ke era rock 80'an, lagi2 gaya Rush sangat kental di pembukaan track 7 ini. Lalu dilanjutkan La Brie dengan gaya romantis sebagaimana track The Bigger Picture. Namun ternyata ketukan nya kembali bertambah cepat, tetapi secara keseluruhan ini tetap merupakan track romantis, ditambah solo2 Petrucci yang terkesan tak pernah kehilangan ide. Kali ini Rudess menggunakan sound moog yang membuat saya teringat Keith Emerson maupun almarhum Jon Lord.

Along For The Ride (****) lagi2 akan membuat fans DT khususnya wanita kesengsem. Track cantik ini menambah koleksi kumpulan lagu2 manis DT, seakan akan track bonus dari album legendaris yang berhasil mengkombinasikan komersialisme dengan idealisme alias Images and Word.

Sebagai puncak dari album ini, DT mempersembahkan salah satu track progressive terbaik ciptaan mereka dalam 22 menit sekian detik epik yang dahsyat. Tak jelas kenapa berjudul Illumination Theory (*****), yang lirik-nya terasa lebih mirip sindiran halus pada Illuminati.

Track ini menutup album ini sekaligus mengingatkan kita akan DT yang sebenar-nya. Semua band2 legenda idola DT seakan akan muncul disini, riff Metallica, dan juga riff ala Iron Maiden muncul bergantian. Petrucci sempat bermain ala gitaris musik klasik di menit ke 7 dan lalu dilanjutkan repertoar ala orkestra yang diusung Rudess dengan sangat indah sekaligus mengingatkan saya akan original score Band of Brothers karya Michael Kamen nan menyayat. Lalu lagi2 Myung kali ini dengan style ala Mark King menghantam senar dengan teknik betot dan cabikan. Setelah ini mereka bermain dengan style yang membuat anak saya si bungsu sempat komentar kok agak seperti Tool, hemm saya rasa ada benar-nya juga. Juga jangan kaget kalau La Brie di track ini seakan akan lupa umur kembali mencoba meneriakkan nada2 tinggi bagaikan album awal2 DT. Hemm bakal jadi kesulitan buat dia saat konser sepertinya. Bagi saya track terakhir ini sekelas dengan salah satu master piece mereka yakni Octavarium. Dan cantiknya setelah hening sejenak di menit ke 20, lalu mengalun lembut piano Rudess menutup track dahsyat ini, sekaligus mengingatkan saya akan album solo Rudess di 2009, yakni Notes On a Dream, yang berisi kumpulan lagu terbaik Dream Theater dibawakan dengan piano saja.

Akhir kata sebuah album yang memuaskan bagi saya secara pribadi meski butuh mendengar paling tidak 2x untuk menemukan keindahan-nya.

* Bagi yang penasaran dengan Band of Brothers dan original score-nya Michael Kamen silahkan lihat di http://hipohan.blogspot.com/2010/05/band-of-brothers.html

4 comments:

Unknown said...

Smart music need smart people to understand what is a real music , and you are one of them , great works paps!

JimmyhdX said...

Review-nya keren Oom... Untuk album baru ini kalo menurut saya Ok semua dan satu lagi durasi lumayan tidak panjang panjang seperti lagu DT sebelumnya \../

Unknown said...

setelah membaca blog abang, saya jadi sadar diri, saya penikmat musik2 progressive terutama progmet, tapi ironisnya saya benar2 awam tentang skill ataupun tehnik2 bermusik hehehe

Unknown said...

akhir2 ini coba dengerin musik dari EXIVIOUS menerut saya asik juga, tapi karena saya awam tentang skill musik maka saya mohon pada abang untuk mereview band ini, thanks before