Bu Christine Tour Guide Malaysia, aslinya bernama Chin Pek See menjemput kami di Harbour Front bersama driver yang bernama pak Aseng (Ley Chee Seng), dan keduanya berasal dari Penang. Pada awalnya kami mengira Pak Aseng hanya sekedar driver, namun belakangan kami baru tahu Pak Aseng adalah pemilik Bis tersebut yang dalam prakteknya memang meminjam nama sebuah perusahaan travel di Penang.
Dengan Tas Hitam Besar nan Misterius yang terus menerus dibawa Bu Ita, kami meluncur meninggalkan Singapore menuju Johor Bahru. Sepanjang jalan Si Sulung diledekin oleh Bu Christine karena kemiripannya dengan Pangeran Ismail, putra mahkota Johor Darul Takzim. Bu Christine yang sudah berusia 61 tahun ternyata sudah berkecimpung di bisnis travel selama 32 tahun. Sosoknya selalu ceria dan melontarkan joke-joke unik sepanjang jalan. Suaminya yang berprofesi sebagai pekerja hotel, sudah meninggal 13 tahun yang lalu. Putra pertamanya bekerja di Sentosa Island sementara yang kedua bekerja di sebuah hotel di Penang.
Lalu kami menuju Pos Imigrasi Singapore di sekitar Woodland sebelum menyebrang via jembatan second link, untuk menjalani pemeriksaan. Petugas Imigrasi Singapore keheranan melihat Si Bungsu baru masuk maghrib namun sudah langsung meninggalkan Singapore beberapa jam setelahnya.
Tak lama kemudian kami meluncur melewati jembatan yang menghubungkan Singapore dan Malaysia menyebrangi selat Johor. Bu Christine menenangkan kami yang sempat tidak nyaman dengan sikap imigrasi Singapore, bahwa kami akan menemukan hal yang berbeda dengan Imigrasi Malaysia, orang Singapore memang dikenal sombong dan kaku oleh kebanyakan orang Malaysia katanya. Sesampai di Malaysia, di imigrasi semua bagasi kembali diturunkan dan dibawa satu persatu, dan akhirnya kami masuk ke wilayah Malaysia secara resmi. Nampak Bu Ita, terhuyung huyung menggotong Tas Hitam Besar nan Misterius dan menolak ketika saya tawarkan bantuan. Meski beberapa tahun lalu sempat singgah di Malaysia, karena cuma transit rasanya kurang afdol, namun kini bisa dikatakan kami sudah secara resmi berkunjung ke Malaysia.
Meski banyak yang mengatakan Malaysia tertinggal dari Singapore, namun Johor sebenarnya tak kalah jauh, bahkan Bu Christine mengatakan saat ini selain Singapore, Rumah Sakit di Johor sekarang mulai memanen pasien dari Indonesia, dan Johor memiliki beberapa keuntungan misalnya, lebih murah, makanan yang lebih sesuai dengan lidah melayu, layanan kesehatan yang kompetitif dan kemudahan akses karena merupakan propinsi paling selatan dari Malaysia, alias paling dekat ke Singapore.
Tak lama kami pun sampai di Selesa Hotel, lalu sambil menunggu pembagian kamar saya mendokumentasikan lobby dan cafe di sekitar lobby. Semua Hotel dalam perjalanan kali ini adalah sekelas bintang tiga, namun secara lokasi boleh di bilang rata-rata strategis karena dekat kemana-mana. Sayang karena sampai terlalu malam, kami tak sempat ke Mall Pelangi di Johor, padahal sudah penasaran merasakan kuliner Malaysia.
Paginya setelah breakfast yang cukup nikmat kamipun langsung menuju Legoland. Lokasi Legoland terletak di Johor tepatnya di daerah Nusajaya sekitar 20 km dari hotel. Lokasinya berbukit bukit dan sepintas tampak gersang. Selain gersang juga terkesan Legoland masih dalam proses pembangunan, terlihat dari lokasi parkir Bis yang masih belum benar-benar selesai. Karena sangat sedikit anak2 dalam rombongan sedangkan Legoland terkesan lebih cocok buat anak2, maka setelah sesi foto kamipun langsung menuju Kuala Lumpur. Sayang Si Bungsu belum mendapat kesempatan untuk membeli produk-produk lego yang dia inginkan.
Catatan Perjalanan
- Dalam perjalanan seperti ini, karena umumnya tidur dalam keadaan letih sebenarnya kita tidak memerlukan hotel mewah sama sekali, fasilitas lain seperti kolam renang juga sama sekali tidak sempat digunakan. So jadikanlah strategis tidaknya lokasi sebagai prioritas. Saat di Hongkong misalnya meski hotelnya jelek, namun keluar hotel sudah langsung masuk terminal subway, dan ini sangat memudahkan kami dalam mengeksplorasi lokasi tujuan.
No comments:
Post a Comment