Tuesday, October 06, 2015

The Martian (2015) - Ridley Scott

Ketinggalan pesawat ? ya itu sebenarnya tema sentralnya, dan kebanyakan diri kita pernah mengalami atau hampir mengalami. Seperti yang saya rasakan saat menjadi penumpang pertama ke Bangka-Belitung dini hari. Petugas boarding salah memberikan informasi gate, lalu saya akhirnya masuk terlambat ke pesawat diiringi cemoohan nyaris seluruh penumpang. Atau seperti salah satu film perang berkesan Wild Geese, dimana Janders yang diperankan Richard Harris harus tertinggal di runway sementara teman-temannya lepas landas. 

Demikian juga dengan Mark Watney yang diperankan dengan baik oleh Matt Damon, bedanya Watney tertinggal sendirian di Planet Merah alias Mars dalam misi ARES III, yang membutuhkan misi tahunan untuk  kembali menjemputnya. Lantas apakah benar-benar cuma ketinggalan pesawat yang digambarkan dalam fim ini, tentu saja tidak, namun juga kehidupan sebagai petani kentang, ya karena hanya dengan itulah Watney akhirnya bisa bertahan untuk menunggu penjemputan. 

Fotografi indah meski terasa asing menghiasi sepanjang film, dengan landscape yang hanya bisa di tandingi film sekelas karya Dean Semler yakni Dances With Wolves. Pemilihan Wadi Rum di Yordania sebagai landscape Mars benar-benar membantu penonton merasakan keasingan yang dirasakan Watney. Juga kesendirian yang menghantui sepanjang film sebagaimana Tom Hanks di Cast Away, dan tentu saja keterampilan ala Mac Gyver. 





Beberapa adegan menarik, saat Watney dengan minta maaf menggunakan logam pada patung Yesus untuk merekayasa air bagi ladang kentang-nya yang terasa lebih mirip sindiran, perjalanan untuk menemukan ARES IV melewati pasir dan landscape berbatu-batu selama tujuh bulan, adegan saat Watney merenung dihadapan landscape Mars, dan tentu saja adegan penyelamatan yang dilakukan Melissa Lewis yang diperankan oleh Jessica Chastain dengan baik. Dan jangan lupa sepanjang film kita harus menikmati beragam musik disco tahun 80'an.   

Jangan berharap kita akan bertemu alien beraneka rupa, seperti yang digambarkan dalam bar pilot antar planet di Star Wars, atau berbagai pesawat antariksa dengan bentuk-bentuk aneh, senjata ruang angkasa, tokoh antagonis yang menyebalkan dan harus dihabisi di akhir film, atau pelengkap penderita yang harus melepas nyawa sebelum film berakhir.   The Martian adalah film scifi, dengan pesawat normal, tanpa alien, tanpa tokoh antagonis, dan dengan sendirinya tidak memerlukan senjata apapun, serta juga tanpa korban jiwa, dan satu hal yang menarik tanpa bumbu adegan mesra ala Hollywood.    

Hal menarik lainnya di film ini adalah penggambaran kekuatan teknologi China sebagai negara dengan angkatan perang nomor tiga di dunia saat ini. Menyadari misi pembekalan Watney gagal karena peluncur yang meledak, maka China membantu dengan memanfaatkan momentum saat ARES III mengelilingi bumi untuk kembali melontarkan dirinya ke kegelapan angkasa kembali menuju Mars. Pembekalan ini berhasil karena bantuan kalkulasi rumit dari seorang ilmuwan astrodinamika nyentrik Rich Purnell.

Setting luar biasa film ini memang khasnya Ridley Scott, layaknya karya beliau di Gladiator. Namun bagi saya The Martian selangkah lebih baik, dan sekaligus lebih berkesan tanpa perlu mengerutkan kening sebagaimana Interstellar, meski tetap menimbulkan pertanyaan supply oksigen Watney selama menempuh perjalan ke ARES IV, rekayasa untuk menghasilkan air agar cukup untuk menanam kentang, daya tahan peralatan yang digunakan selama bertahun tahun dalam alam dengan kondisi tidak bersahabat.  

  

No comments: