Nama sebenarnya
adalah Rafael Barajas Duran, namun sebagai ilustrator, beliau lebih dikenal
sebagai El Fisgon. Karya beliau ini jangan dianggap sepele mentang-mentang El
Fisgon mengekspresikan pemikirannya dengan media kartun, karena memang tetap
terasa bobotnya, meski sekaligus terlihat kocak. Sebagai kartunis di negara
dunia ketiga alias Meksiko, apa yang beliau gambarkan sedikit banyak mirip
dengan apa yang terjadi di Indonesia.
Komik ini bukan
menceritakan cara cepat menjadi kaya, namun menjelaskan kenapa kita (Negara
Dunia Ketiga) terus menerus miskin. El Fisgon menggunakan sosok pengusaha kecil
diperankan oleh Charo Machorro, yang terus menerus gagal, dan akhirnya berusaha
menemui sosok cerdas yang lebih mirip dukun yang diperankan Cassandra Carrera.
Namun bukannya jimat untuk menjadi kaya yang dia dapatkan, Cassandra justru
memberikan pelajaran sejarah ekonomi dari masa ke masa hingga ke globalisme yang
terasa pahit.
Bagi El Fisgon,
globalisasi sepenuhnya janggal, seperti bagaimana perusahaan multinasional
berlomba-lomba menggunakan buruh murah dari China, atau sebuah firma di India
mengisi formulir pajak perusahaan Amerika yang membuat Vodka di Peru, dan menjualnya
ke imigran Polandia yang sedang membangun gedung di Madrid atas biaya Inggris.
Secara kocak El Fisgon, saing kuatnya pengaruh Amerika di Meksiko, bahkan
menganggap bahwa George Bush adalah presiden terburuk Meksiko yang pernah ada. Dimata
El Fisgon, George Bush lebih mirip penguasa dan pengusaha ala mafia Meksiko
(Cacique), termasuk kesukaannya akan senjata dan kekerasan, melanggar aturan
hukum, tidak menyukai aktifitas intelektual, pemabuk, hidup secara mewah,
pembohong namun menyatakan diri sebagai abdi Tuhan.
Bagi El Fisgon
logika kapitalisme selalu bertentangan dengan prinsip etis bahkan yang paling
mendasar sekalipun. Namun kapitalisme neolib bahkan tanpa etika sama sekali,
yang mana dampak penerapannya lebih parah bagi negara-negara berkembang. Sebagai contoh, negara yang menjadi korban seperti
Bolivia atau Paraguay, atau bahkan benua seperti Afrika yang diasingkan dalam
kemiskinan berkelanjutan, dengan korban berikutnya seperti Argentina.
Siapakah yang
menikmati ? Rakyat Amerika ? ternyata bukan, karena Amerika justru memiliki
angka kemiskinan tertinggi dari semua negara industri maju di tahun 2001.
Sensus tahun 2001 menyebutkan 11,7% warga Amerika hidup dalam kemiskinan,
dimana 40% dari angka tersebut berada dalam kemiskinan ekstrim. Seperlima
rakyat Amerika menguasai kekayaan 150% lebih besar dari kekayaan nasional,
sementara 20% kaum miskin hanya menguasai 3,5%.
Bagaimana dengan negara
lain, kita ambil contoh Afrika, tahun 1990, 242 juta orang di sub sahara Afrika
hidup dengan kurang dari 1 USD per hari. Pada 2002, terjadi peningkatan menjadi
302 juta, dan sampai dengan buku ini ditulis 78% orang di Afrika hidup dengan kurang dari 2 USD
per hari. Begitu juga dengan kesehatan, angka kematian bayi di Afrika 60% lebih tinggi, dibanding rata-rata semua negara berkembang. Tingkat harapan hidup hanya 47
tahun. Tiap tahun AIDS membunuh 2,3 juta manusia, seperti di Botswana dimana
36% penduduk dewasa terinfeksi HIV, sementara di lokasi lain seperti Swaziland
25%, Zimbabwe 25% dan Afrika Selatan 20%.
Saat-saat krisis
merebak, IMF meresponnya dengan memaksa negara korban memangkas anggaran belanja
sosial, yang justru membuat resesi semakin parah dan gagal mendongkrak
pertumbuhan. Dan hal yang harus diingat, saat dunia menjadi sangat tidak adil
khususnya secara sosial, maka terorisme akan tumbuh dengan subur.
Bagi saya buku yang pertamakali dipublikasikan tahun 2002 ini, diterjemahkan dengan cerdas oleh Ronny Agustinus, adalah buku yang menarik sekaligus menjadi panduan bagaimana globalisasi memainkan perannya yang seram, aneh dan destruktif di dunia