Wednesday, May 10, 2017

Kuala Lumpur – Penang Part #8 dari 8 : Mitsui dan Pengalaman Tidak Menyenangkan dengan Air Asia


Malam terakhir di Penang, istri mendapatkan tembusan email dari Air Asia yang menyatakan penerbangan kami yang seharusnya berangkat jam 17:50 ditunda sekitar 5 jam. Malam itu juga saya sempat coba kontak kantor Air Asia namun sudah tutup, sementara fasilitas online chatting dengan customer services harus menunggu antrian sebanyak 68 orang.  

Akhirnya setelah mendarat kembali di KLIA 2, saya bergegas menuju customer services counter untuk konfirmasi ulang boarding pass yang sudah saya cetak sebelumnya di rumah, ternyata antriannya cukup lama, sejam lebih saya harus antri untuk menanyakan apakah saya perlu boarding pass baru. Akhirnya petugas Air Asia dengan ramah menulis dengan tangan secara langsung di keempat boarding pass saya jam keberangkatan baru menjadi 22:15 sekaligus mengubah gate.  Petugas juga memberikan meal voucher senilai masing-masing 10 RM per orang, yang artinya sekitar Rp. 30.000. Sempat berpikir juga, apa iya Rp. 30.000 cukup untuk makan malam di airport sekelas KLIA.   

Namun blessing in disguise, anak-anak yang memang sangat ingin jalan-jalan ke Mitsui Outlet Park cukup semangat memanfaatkan waktu tersisa ini. Kami menggunakan fasilitas Free Shuttle dari KLIA 2 ke Mitsui yang berjarak sekitar 11 km dan ditempuh dalam waktu 20 menit, karena harus memutar dulu ke KLIA 1.  Hanya melihat-lihat saja tanpa membeli apapun, saya dan istri lalu memutuskan makan di Super Wok setelah menanyakan kehalalannya. Lokasinya di lantai 2 Foodcourt dan ternyata nasi gorengnya sangat lezat, sayang petenya kebetulan sudah tidak tersedia.  Ketika memutuskan shalat di surau lantai 1, sempat kaget juga ternyata pasokan air sedang habis, dan mengingatkan saya akan putusnya aliran listrik di KLCC.








Dari sini kami kembali ke KLIA 2, lalu berupaya memanfaatkan meal voucher Air Asia untuk sekedar minum, sayangnya restoran pertama tak kunjung ditemukan, dan ternyata memang sudah tutup, lalu restoran kedua juga tak kunjung ditemukan, dan ternyata tersembunyi di Jaya Grocer, dan sama sekali tanpa nama, bahkan petugas di depan Jaya Grocer bahkan sama sekali tidak tahu lokasi cafe ini. Informasi tambahan bagi yang jalan-jalan ke Kuala Lumpur, namun tidak sempat membeli oleh-oleh, saya merekomendasikan Jaya Grocer ini karena sangat lengkap dan bisa dibilang murah.

Ketika mendekati jam keberangkatan kami masuk ke pemeriksaan X Ray pertama, setelah kehilangan shampo, sabun cair dan deodorant di Soekarno Hatta, kali ini Victorinox Swisscard kesayangan istri ditahan petugas. Benda yang sudah mengikuti istri belasan tahun ini ditahan tanpa ampun, meski saya sudah menjelaskan kami sudah keliling dunia dengan benda ini tanpa masalah. Akhirnya petugas mengambil gunting dan pisau kecil, dan membiarkan kami membawa sisanya. Seminggu setelah peristiwa itu, istri ternyata masih merasa sedih kehilangan salah satu benda kesayangannya tersebut.



Dari sini kami lalu menuju gate, sayangnya ada pemeriksaan berat tas terkait pembatasan jumlah bawaan, petugas Air Asia yang memeriksa terlihat sangat kaku dan lebih mirip petugas imigrasi Malaysia yang sering sinis pada warga Indonesia. Setelah menimbang tas yang dicurigai maka petugas mengarahkan penumpang kembali untuk check in bagasi.

Karena kami berempat menggunakan hanya tiga koper ya wajar saja kalau ada kelebihan di masing-masing koper meski saya cukup yakin berat total tas tidak melebihi 4x7 kilogram alias 28 kg. Namun petugas tetap tidak mau menerima, meski saya sudah mengatakan kami ini menunggu 5 jam untuk skedul yang diubah secara sepihak oleh Air Asia tanpa kompensasi, apa pantas kami diminta kembali check in bagasi. Tetap saja dengan angkuh, si petugas berkeras. 

Meski saya sangat marah, akhirnya kami mengalah, lalu mengatur ulang tas kami sehingga salah satu tas kami isi secara berlebih untuk dimasukkan via bagasi. Jam terus berganti dan sudah melewati jam boarding, dan kejutan kembali bagi kami melihat antrian check in Air Asia sekitar 50 orang, sepertinya sudah tidak mungkin bagi kami kembali check in, karena kami bisa kehilangan pesawat.

Saya mencoba berpikir cepat bersama Si Sulung, lalu memutuskan kembali ke gate meski istri tidak setuju karena trauma dengan perlakuan petugas sebelumnya.  Namun saya dan Si Sulung siap dengan segala kemungkinan buruk, eh si petugas arogan berpapasan dengan kami karena kebetulan pas pergantian shift dengan petugas lainnya. Saya langsung masuk dan lolos, namun Si Sulung dengan tas paling besar karena sudah sempat kami atur ulang, lagi-lagi ditahan. Tak bisa menahan emosi saya langsung membentak petugas Air Asia, yang ternyata mendapatkan perlawanan tidak kalah emosionalnya, sambil setengah berteriak “Bapak yang sopan, saya ini petugas dan bukan binatang !, apa salah saya ?”. 

Dengan sigap  Si Sulung setengah menarik si petugas ke pojokan, dan mencoba menjelaskan bahwa kami sangat kecewa karena sudah menunggu 5 jam tanpa kompensasi, tapi aturan batas 7 kg diterapkan tanpa kompromi. Si Sulung juga menjelaskan, kemarahan saya lebih karena arogansi petugas sebelumnya, akhirnya si petugas mengizinkan kami masuk, dan menolak menerima jabat tangan permintaan maaf dari saya. Hemm aneh juga, sama sekali tidak terlihat bagaimana seorang petugas seharusnya memperlakukan klien sebagai raja. Belakangan, Si Sulung cerita bahwa dia sempat ingin mengancam mengeluarkan kartu pers-nya, dan akan menulis buruknya layanan Air Asia, namun karena petugas kedua akhirnya mengalah, senjata rahasia tersebut tidak jadi dikeluarkan.

Namun masalah masih tidak berhenti begitu saja, ternyata ada perubahan gate dan tidak sesuai dengan apa yang ditulis si petugas di boarding pass kami, apesnya koper bawaan saya dicurigai karena membawa tripod mini action camera. Terpaksa koper kembali dibuka di depan petugas dan satu persatu barang dicek dengan teliti. Karena waktu yang semakin menipis, setengah berlari kami berusaha mencari gate yang sebenarnya, dengan keringat mengucur deras.

Sesampainya di gate, eh penumpang ternyata masih harus antri sambil berdiri karena ternyata pesawat lagi-lagi mundur sampai jam 23:00 sampai akhirnya lepas landas sekitar 22:15. Sambil berdiri menunggu, sama sekali tidak ada penjelasan dari petugas kenapa kami harus kembali menunggu. Seorang pengusaha wanita, menggeram marah ketika tahu saya dapat email perubahan jadwal semalam sebelumnya, sementara dia membeli di pagi harinya tanpa ada pemberitahuan bahwa telah terjadi reskedul, sehingga dia tidak memiliki kesempatan mencari penerbangan lain.




Alhamdulillah meski kecewa untuk pertama kalinya dengan Air Asia mulai dari reskedul sepihak, meal voucher dengan nilai yang sangat minimal, penulisan gate secara manual yang salah, restoran dalam list meal voucher yang sulit dicari atau bahkan tutup, arogansi petugas Air Asia, dan lagi-lagi keterlambatan tanpa penjelasan kami akhirnya mendarat di Soekarno Hatta dini hari.  Sampai di Grogol menjelang jam 02:00 dini hari, sebelum menyetir menuju ke Bandung, saya merenung, setiap perjalanan akhirnya memiliki kisahnya masing-masing, dan kami berusaha mengingat hanya bagian terbaik dari perjalanan itu sendiri. 

Berikut gambaran biaya perjalanan selama 4 hari dan 3 malam, di Kuala Lumpur dan George Town. Angka ini sangat bisa berubah sesuai dengan peak atau tidaknya penerbangan dan hotel, sebagai komponen terbesar. 





Catatan 
Semua foto dalam blog ini adalah karya sendiri, kecuali foto GOKL Bus, foto penampakan KL Tower (dari kejauhan), foto keluarga dengan latar belakang KLCC park, foto penampakan Penang Bridge (dari kejauhan) foto The Zon Hotel dan foto penampakan kamar Islander Lodge.  

No comments: