Wednesday, May 10, 2017

Kuala Lumpur – Penang Part #7 dari 8 : Penang Hills, Kek Lok Si Temple, Snake Temple, dan Penang Kopi Tiam


Hari kedua di Penang, karena langsung check out, saya yang sudah bersiap duluan menyempatkan diri, jalan-jalan sendirian mengelilingi blok di sekitar hotel, sudah ada beberapa tempat makan yang buka, termasuk Roti Canai dan Nasi Kandar. Namun karena sudah mendekati jam 08:00 dan kami sudah harus jalan ke Penang Hill, maka kami memilih Nasi Kandar di dekat hotel. Nasi Kandar ini merupakan "warteg" ala Malaysia, ada sekumpulan makanan yang kita pilih sebagai lauk nasi panas, misalnya semacam gule dengan kuah gelap dan pekat, dengan pilihan daging sapi, kambing atau ikan. Ada juga telur dadar dan semacam bakwan udang serta sayur-sayuran yang terlihat aneh karena menggunakan kari. Untuk minumannya ada teh manis atau teh tarik.  Sebagai penutup kami memesan roti bakar, yang alhamdulillah semuanya terasa lezat. Lantas kamipun bergerak meninggalkan hotel dan menuju bagian tengah dari Penang Island. Sempat juga melewati Cheong Fatt Tze - Blue Mansion yakni rumah mewah zaman dulu tepatnya abad ke 19 yang kini menjadi salah satu hotel butik ternama di Penang dengan 38 kamar.

Penang Hill juga biasa disebut sebagai Bukit Bendera, berjarak sekitar 11 km dari hotel dan ditempuh selama sekitar 40 menit. Dari pelataran parkir kita menaiki trem dengan jalur yang nyaris vertikal untuk mencapai ketinggian sekitar 800 meter. Trem yang sekarang digunakan adalah generasi ke empat dan merupakan satu-satunya trem di Malaysia, sedangkan saat awal trem diresmikan adalah pada tahun 1923. Saking paginya kami berangkat, mungkin kami turis pertama yang datang, dan otomatis trem terisi dengan sebagian besar para pekerja di bagian puncak Penang Hill. Awalnya kami berencana berangkat ke sini saat Senin, namun itinerary kami sesuai saran Bu Christine diubah menjadi Selasa, karena ternyata saat Senin, lokasi ini padat luar biasa karena banyaknya pengunjung.







Saat kami berkunjung ada banyak monyet hitam legam dengan bagian mata dikelilingi bulu putih seakan akan kebalikan dari Beruang Panda.  Bu Christine mengungkapkan keheranannya, karena beliau sangat jarang melihat kawanan monyet tersebut, dan sambil bercanda, beliau mengatakan mungkin kawanan ini ingin menyambut kedatangan kami. Kami juga naik tangga ke atas dimana terdapat kuil dan masjid, sedangkan Bu Christine menolak ikut secara halus, dan menjelaskan bahwa dia masih traumatis dengan pengalamanan buruknya dengan turis Jerman yang mendadak meninggal kecapaian beberapa tahun lalu.  Disini juga terdapat semacam jembatan cinta dengan kumpulan gembok berwarna pink, yang cocok buat mengabadikan momen bagi pasangan yang tengah dimabuk asmara.






Sayang masih belum puas mengabadikan momen disini, kami sudah harus turun kembali dan melanjutkan perjalanan ke Kek Lok Si Temple. Kuil ini berjarak 14 km dari Penang Hill, dan ditempuh dalam waktu sekitar 50 menit.  Kuil ini merupakan kompleks kuil Budha terbesar di Asia, dengan taman-taman yang terawat indah. Mengelilingi tempat ini mengingatkan saya akan setting istana Kaisar dalam film-film kungfu. Anehnya di dalam kompleks nampak beberapa pengemis yang memang sengaja dibiarkan meminta-minta pada turis. Setelah naik turun berbagai jenis tangga dengan keringat mengucur deras dibawah panas matahari Penang, kami menuju Turtle Ponds, alias kolam kura-kura di bagian luar kuil.










Perjalanan berikutnya menuju Snake Temple yang dibangun Chor Soo Kong di tahun 1850 dan berlokasi di Lebuh Sultan Azlan Shah saat perjalanan menuju Penang International Airport. Sebenarnya ini merupakan itinerary tambahan dan ide dari Pak Aheng, namun melihat bagaimana Pak Aheng begitu bersemangat, maka kami mengiyakan untuk ke lokasi ini. Di bagian tengah kuil ada semacam lokasi khusus dimana ular-ular dibiarkan beranak pinak. Sementara di sisi kiri, ada beberapa ular besar jinak yang dijadikan sebagai bagian dari atraksi dan sesi pemotretan. Si Sulung langsung beraksi dengan dua jenis ular di kepala dan di badan, satu sesi foto kami harus membayar 20 RM, sehingga total 40 RM. Buat saya agak sedikit aneh melihat atraksi berbau komersil di kuil tersebut, sebaliknya Kek Lok Si Temple tidak ada pungutan apapun.






Sebelum berangkat dengan pesawat kembali ke Kuala Lumpur, kami menikmati penganan khas terakhir Penang di Penang Kopi Tiam Restaurant and Coffee seperti Laksa, Char Kway Teow, Nasi Lemak dan Fried Beehon, juga minuman seperti teh tarik durian dan pisang. Seperti biasa setiap piring berputar dari anggota keluarga yang satu ke yang lain, sehingga setiap orang bisa mencoba masakan khas Penang ini.







Selamat tinggal Penang yang indah, keramahannya, makanannya, tempat bersejarahnya, semoga suatu waktu kami bisa kembali ke sini, seperti keinginan Si Sulung, dua hari satu malam sama sekali tidak cukup untuk menikmatinya. Masih ada destinasi lain seperti Butterfly Farm, Tanjung Bunga Beach,  Batu Ferringhi Beach, Komtar, Blue Mansion, sewa sepeda keliling sekitar Arts Street , Masjid Kapitan Keling, Masjid Jamek, atau mengunjungi ulang Penang Hill saat pergantian sore ke malam hari. 

Link berikutnya http://hipohan.blogspot.co.id/2017/05/kuala-lumpur-penang-part-8-dari-8.html

No comments: