Kami akhirnya sampai di Wonosobo saat
Maghrib, kejutan melihat Wonosobo cukup besar dan ramai, dan banyak sekali
restoran-restoran kecil disana sini. Setelah cek sana sini kami memutuskan
untuk makan di sebuah tempat bernama Red Cobek di Jalan A Yani 180. Lalu
memesan 1 Porsi Mie Goreng, 1 Porsi Mie Kuah, 1 Porsi Nasi Telur Dadar dan 1
Porsi Nasi Ikan Goreng Penyet, 1 Porsi Sambal Teri, 2 Teh Hangat, 1 Jus Jambu
dan 1 Cappucino Hangat, dan asli kaget ketika kami hanya mengeluarkan 63.000
untuk semua menu tersebut. Bukan cuma
murah, makan disini juga ternyata enak sekali.
Ternyata dari depan tempat makan, kami
hanya tinggal lurus lalu belok kiri sekali dan kanan sekali serta tinggal
mengikuti jalan utama menuju Dieng. Sayangnya karena sudah gelap, tidak banyak
pemandangan yang bisa kami nikmati, dan udara semakin lama semakin dingin saja.
Untung masing-masing sudah menyiapkan jaket tebal, dan istri bahkan
mengeluarkan jaket pusaka andalannya yang sudah berusia puluhan tahun dan saking
antiknya sempat menjadi bahan ledekan Si Bungsu dan Si Sulung.
Red Cobek Wonosobo |
Kondisi jalan dari Wonosobo menuju Dieng
cukup sempit dan berkelok tajam, tidak mudah saling menyalip di jalan seperti
ini, dan sebaiknya ditempuh oleh yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Kami menempuh sekitar 30 km perjalanan
dalam waktu sekitar 1 jam. Sebelah kiri berhadapan dengan tebing-tebing batu
dan sebelah kanan jurang menganga, di beberapa tempat nampak terlihat
bekas-bekas longsoran.
Setelah melewati gardu dan membayar
retribusi 10.000 per orang, kami sampai sekitar jam 19:40, lalu kami menunggu
depan gerobak dorong “Roti Bakar Bandung” yang sedang dikerubuti pembeli. Akhirnya
kami bertemu Mas Gofir yang langsung menawarkan berfoto di huruf besar “DiENG”,
dengan senyum saya menolak halus bahwa kami tidak tertarik berfoto di depan
huruf-huruf raksasa yang belakangan ini memang sedang trend di berbagai obyek
wisata, melainkan lebih tertarik berfoto di depan obyek wisatanya secara langsung.
No comments:
Post a Comment