Menikah dengan :
Paramean Siregar
Putra dan Putri
sbb;
- Ruslan Siregar (Alm)
- Dahrun Siregar
- Tati Siregar
- Tita Siregar
- Pian Siregar
- Sarpin Siregar
- Ispi Siregar
Pasir Halus Sebagai Pemutih Kulit
Tak banyak cerita
mengenai Salbiah Pohan, salah satunya adalah pada zaman saat pemutih
kulit seperti Ponds belum dikenal. Suatu hari Nursiti Siregar mendapati anak lelaki
bungsunya (alias ayah) menangis merintih kesakitan, dengan sekujur
badan kemerah2an.
Maua do anggi mon
inang (kenapa adikmu ini nak ?)
Tanya beliau kepada
Salbiah Pohan yang ditugaskan untuk mengasuh Sang Adik.
Ama na lom2 ia umak jadi ke au tu aek u gosok sibuk nia gogo-gogo dohot pasir halu I …. anso bottar ia (Hitam kali dia mak, jadi aku bawa di ake sungai dan aku gosok keras2 dengan pasir halus di sungai .. biar putih dia ,.. !)
jawab Salbiah Pohan
Alaa.. inang,
sannari do na lom lom anggi mon.. tokkin nai ama ma bottar do on Inang
...(Lahh… nak, sekarang memang dia hitam .. nanti lihat kalo sudah besar .. dia
akan menjadi putih ..)
Pemusnahan Baju-Baju Jelek
Jika sedang ada
panen, biasanya sebagai anak boru, maka suami Salbiah Pohan yakni Paramean
Siregar ikut bekerja dengan penuh semangat di sawah mertuanya. Jika Paramean
Siregar sosok pekerja keras, maka istrinya Salbiah Pohan terkenal rapi.
Demikian rapinya sehingga jauh-jauh hari sebelum Salbiah Pohan berkunjung ke
rumah Nursiti Siregar, ibunya, maka Nursiti Siregar akan menyembunyikan baju jelek yang
biasa dipakai ke sawah, agar tidak dibakar oleh Salbiah Pohan seperti
kunjungan-kunjungan sebelumnya.
Salbiah Pohan Saat Muda |
Menggantikan Peran Orang Tua di Sipirok.
Saat mengetahui ketiga
anak lelakinya menderita, seperti yang pernah diceritakan sebelumnya, Baginda
Karapatan, langsung menuju rumah sanak saudara tempat beliau menitipkan ketiga
anak lelakinya. Pada hari itu juga beliau membeli rumah di Sipirok, lantas
memindahkan ketiga anak lelakinya segera. Untuk memastikan ketiga anaknya dalam keadaan
baik-baik saja, maka beliau memerintahkan putri keduanya alias Salbiah Pohan yang saat itu sekolah
Kepandaian Putri untuk menjaga ketiga adiknya.
Lalu beliau
mengirimkan dana operasional setiap bulan yang dipercayakan pada Salbiah Pohan.
Saat itu sedang banyak pertujukan Opera Keliling yang biasanya dibawakan oleh
komunitas Batak Toba. Dan sebagai remaja putri, Salbiah Pohan selalu
menyempatkan diri mengunjungi Opera Keliling tersebut, dan kadang melupakan
ketiga adik-adiknya.
Nasi Campur Padi
Seperti yang pernah
ditulis sebelumnya nyaris semua anak perempuan Baginda Karapatan kerap sekali
menangis jika bertemu saudara-saudaranya, khususnya setelah masing-masing
berumah tangga. Analisa ku barangkali hal ini terjadi karena
- Kenangan masa kecil.
- Kerinduan akan sosok masing, apalagi saudara lelaki mereka sudah dipisahkan oleh Baginda Karapatan sejak masih remaja tanggung.
- Rasa penyesalan akan peristiwa masa lampau.
- Perasaan entah kapan mereka akan bertemu kembali.
Hal ini juga terjadi pada Salbiah Pohan, beliau kerap menangis dahsyat kala bertemu adiknya alias papa, selain karena upayanya “mengampelas” adiknya dengan pasir halus, juga karena teringat saat Salbiah Pohan kerap kali sebelum menonton Opera, adik lelaki bungsunya yang kelaparan diminta untuk masak sendiri saja.
Ketika pulang dari
pertunjukkan Opera alangkah kaget dan sedihnya dia ketika melihat adiknya
memasak sendiri beras dengan begitu banyak campuran padi, dan tertidur
kelelahan disamping piring nasi campur padi yang tak sanggup dihabiskan oleh Sang Adik.
Tak aneh bertahun tahun kemudian, dia sering meraung sambil menjeritkan
penyesalannya akan masa lalu tersebut khususnya jika bertemu ayah.
Salbiah Pohan dan Paramean Siregar |
Kuping Dihajar Baginda
Suatu hari saat
Baginda Karapatan berkunjung ke rumah tersebut, ternyata dia menilai Salbiah
Pohan kurang bersungguh-sungguh sekolah, sementara beliau menyadari kekurangan
dirinya sendiri yang buta huruf dan pentingnya sekolah. Tak sabar beliau lalu
mengambil tanaman merambat dihalaman dan langsung mencambuk kepala putri
keduanya. Salbiah Pohan menangis meraung sambil memegang kupingnya yang
berlumuran darah. Belakangan Salbiah Pohan mengalami masalah pendengaran di
salah satu kupingnya sejak itu.
Tak aneh, bila
salah satu sepupuku mengatakan, kalau saja itu terjadi di masa kini, barangkali
Baginda Karapatan sudah dipanggil oleh KomNas ANak. Demikianlah orang tua zaman dulu mendidik
anak, komunikasi kerap kurang dan sering-sering disertai aksi kekerasan, namun
demikian maksud mereka baik, setidaknya Sang Anak harus memiliki kualitas yang
lebih baik dibanding mereka.
Lanjut ke Anak Ke #3 http://hipohan.blogspot.co.id/2016/09/riwayat-baginda-karapatan-11-dari-17.html
Lanjut ke Anak Ke #3 http://hipohan.blogspot.co.id/2016/09/riwayat-baginda-karapatan-11-dari-17.html
*Soal baju yang dibakar, kuping dihajar Baginda, dan menggantikan perang
orang tua di Sipirok sesuai cerita Siti Hajar Lubis pada ku.
*Cerita lainnya sesuai catatan Anwar Syafri Pohan, saat mendengar cerita
langsung dari Siti Hajar Lubis dan beberapa pengamatan langsung pada Salbiah
Pohan.
No comments:
Post a Comment