Sebetulnya Mas Gofir menyarankan kami
untuk istirahat saja dan lanjut esok pagi, namun istri ingin sebanyak mungkin
mengunjungi obyek wisata sehingga keesokan harinya kami punya waktu lebih
banyak untuk belanja oleh-oleh. Setelah istirahat sekitar 1 jam, kami menuju Warung
Bu Yati untuk makan siang, dan
lagi-lagi menunya Ayam Goreng dan Sambal Rawit Hijau, sebagai hidangan penutup
kami menikmati Carica yang dibeli di Telaga Tiga Warna. Si Sulung yang sedari
awal mengatakan hanya ingin membeli Carica di sekitar Kawah Sikidang berubah
pikiran setelah mendapatkan penjelasan dari Mas Gofir bahwa Carica terbaik
justru tidak dijual di sekitar kawah karena kuatir terkontaminasi berbagai
jenis gas.
Carica Ori dan Carica dengan Cabe Gendot |
Dieng Theater
Lalu kami menuju Dieng Theater yang merupakan
tempat untuk menyaksikan film tentang seluk-beluk Dieng, seperti sejarah,
budaya, kearifan lokal, geografis, dan obyek wisata. Disorot juga aktifitas geolog dalam
mengantisipasi bahaya gas dengan menanamkan banyak pipa di berbagai tempat dan
memeriksa potensi gas di kedalaman tertentu. Sebenarnya akan lebih baik memulai
kunjungan dengan mengunjungi theater yang diresmikan oleh Susilo Bambang
Yudoyono pada 9 April 2006 ini terlebih dahulu, sehingga kita memiliki gambaran
Dieng yang sebenarnya sebelum mengunjungi berbagai obyek.
Menuju Dieng Theater |
Batu Pandang
Lokasi Batu
Pandang ini dekat sekali dengan Dieng Theater, hanya perlu jalan ke belakang
dan lalu menanjak melintasi batu-batu besar yang terserak begitu saja dan
mengingatkan saya akan Garut dan juga film-film Indiana Jones. Tidak seperti
pendakian ke Bukit Sidengkeng, kali ini lintasannya cukup bersahabat. Nampak
sebuah pondok di ketinggian yang merupakan salah satu spot terbaik. Di depan
pondok mencuat batu besar yang bagian atasnya dapat diduduki sekitar 10 orang
sekaligus, setelah menunggu rombongan sebelumnya berfoto, saya mengambil
beberapa shoot dengan mode panorama dan lensa 10-22 mm. Rasanya seram melihat saat
sesi foto, beberapa orang berdiri persis di pinggir batu sementara dibagian
bawah sana, batu-batu lain siap menghancurkan tubuh-tubuh yang setiap saat bisa
terjatuh.
Landscape dari Batu Pandang |
Di sini kami
menunggu sunset sambil menikmati pemandangan yang sama dengan Bukit Sidengkeng
tetapi dari sudut dan ketinggian yang berbeda. Mas Gofir yang menyarankan kami
untuk menaiki jembatan tali tertinggi di Pulau Jawa, kami tolak secara halus,
maklum terkesan agak mengada-ngada, jembatan ini hanya menyambungkan dua batu
besar yang dengan mudah dapat dilintasi dengan berjalan kaki dibawahnya. Mendadak
muncul kabut tebal, sehingga Mas Gofir menyarankan kami untuk segera turun.
Akhirnya untuk hari pertama ini kami sudah cukup puas menyaksikan paling tidak beberapa
lokasi utama di Dieng. Saat perjalanan pulang kami membeli oleh-oleh di toko
Kampoeng Dieng di Jalan Telaga Warna 250, seperti Carica, Pia, Sagon Tipis, Roti Bengket Jahe, Jamur Tiram, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment