Saya kenal beliau sejak menjadi tour leader umrah tahun 2009, saya melihat ustadz Budi (1963) sebagai orang yang halus, suka seni (salah satunya terlihat dari hobby beliau menyanyi shalawat dengan penuh perasaan sepanjang tol antara mekah dan madinah) dan keindahan serta sabar. Sepertinya karakter beliau ini serta tugas sebagai tour leader yang disandang membuat beliau cukup peka terhadap cerita cerita kecil yang mungkin buat orang lain tidak cukup berarti untuk diamati.
Ustadz Budi juga mengingatkan kita untuk tidak henti hentinya bersyukur dengan semua keajaiban yang kita miliki sebagai “spiritual tipping point” kita, khususnya apa yang kita miliki sebagai manusia, 200 potong tulang, dijalin dengan 500 otot, serta miliaran serat otot, lalu dihubungkan dengan syaraf sepanjang 11 kilometer yang saling terkoordinasi. Jantung yang berdenyut 100 kali sehari, dengan memompa darah sebanyak 25.000 liter per hari, dengan total panjang pembuluh darah 100.000 kilometer. Belum lagi mata yang dapat menangkap 10 juta warna.
Bukan cuma itu apakah kita tahu bahwa setiap 24 jam, darah kita menempuh 168.000.000 mil, dan bahwa kita bernapas 23.040 kali, serta menghirup udara 483 m kubik, dengan menelan 1,5 kg makanan serta meminum 3,5 liter cairan , mengeluarkan 25.000 kata kata, menggerakkan 750 otot, menumbuhkan kuku spanjang 0,0012 cm, dan sekaligus menumbuhkan rambut sepanjang 0.94353 cm dimana semuanya dikendalikan oleh organ seberat 1,5 kg yang kita namakan sebagai otak, yang bekerja 24x7 jauh sebelum super komputer diciptakan.
Buku ini terlalu tipis, sejujurnya saya berharap menemukan lebih banyak lagi cerita cerita menyentuh ala “Chicken Soup for The Soul”-nya ibadah Haji. Tak terasa beberapa cerita ini begitu menyentuhnya sehingga berkali kali tanpa terasa air mata keharuan menggenang di pipi.
Bagaimana arogansi orang yang merasa yakin tidak akan tersesat justru menemukan kesulitan saat mencari kamar sendiri, bagaimana seorang jamaah yang bingung dan “cemburu” begitu melihat yang lain selalu dengan mudahnya berurai air mata akhirnya dapat menumpahkan air mata yang lebih deras ketika keinginan-nya terkabul justru dalam lift yang terhempas. Juga bagaimana seorang Ibu tua yang kehilangan sandal justru di bantu Allah menemukan sandalnya dengan posisi, lokasi dan waktu yang sama sekali tidak terduga. Bagaimana ketika kita lapar dan tak henti-hentinya memohon hal hal yang nyaris tak mungkin justru secara berturut turut mendapatkan apa yang dia inginkan dan dalam jumlah yang tidak terduga.
Ustadz Budi juga mengingatkan kita untuk tidak henti hentinya bersyukur dengan semua keajaiban yang kita miliki sebagai “spiritual tipping point” kita, khususnya apa yang kita miliki sebagai manusia, 200 potong tulang, dijalin dengan 500 otot, serta miliaran serat otot, lalu dihubungkan dengan syaraf sepanjang 11 kilometer yang saling terkoordinasi. Jantung yang berdenyut 100 kali sehari, dengan memompa darah sebanyak 25.000 liter per hari, dengan total panjang pembuluh darah 100.000 kilometer. Belum lagi mata yang dapat menangkap 10 juta warna.
Bukan cuma itu apakah kita tahu bahwa setiap 24 jam, darah kita menempuh 168.000.000 mil, dan bahwa kita bernapas 23.040 kali, serta menghirup udara 483 m kubik, dengan menelan 1,5 kg makanan serta meminum 3,5 liter cairan , mengeluarkan 25.000 kata kata, menggerakkan 750 otot, menumbuhkan kuku spanjang 0,0012 cm, dan sekaligus menumbuhkan rambut sepanjang 0.94353 cm dimana semuanya dikendalikan oleh organ seberat 1,5 kg yang kita namakan sebagai otak, yang bekerja 24x7 jauh sebelum super komputer diciptakan.
Buku ini terlalu tipis, sejujurnya saya berharap menemukan lebih banyak lagi cerita cerita menyentuh ala “Chicken Soup for The Soul”-nya ibadah Haji. Tak terasa beberapa cerita ini begitu menyentuhnya sehingga berkali kali tanpa terasa air mata keharuan menggenang di pipi.
Bagaimana arogansi orang yang merasa yakin tidak akan tersesat justru menemukan kesulitan saat mencari kamar sendiri, bagaimana seorang jamaah yang bingung dan “cemburu” begitu melihat yang lain selalu dengan mudahnya berurai air mata akhirnya dapat menumpahkan air mata yang lebih deras ketika keinginan-nya terkabul justru dalam lift yang terhempas. Juga bagaimana seorang Ibu tua yang kehilangan sandal justru di bantu Allah menemukan sandalnya dengan posisi, lokasi dan waktu yang sama sekali tidak terduga. Bagaimana ketika kita lapar dan tak henti-hentinya memohon hal hal yang nyaris tak mungkin justru secara berturut turut mendapatkan apa yang dia inginkan dan dalam jumlah yang tidak terduga.
No comments:
Post a Comment