Cover buku-nya menarik simpel tapi kuat, tangan yang terkepal mengingatkan saya salah satu album Metallica. Membaca komentar dari teman2 Wina (demikian pengarang biasa disebut) juga sangat membuat gairah membaca buku ini menjadi berlipat diawal-nya. Tidak cuma teman2 Wina, halaman belakang bahkan menunjukkan tokoh2 papan atas, seperti Wimar Witular. Fira Basuki dan Arief Suditomo.
Sayang setelah masuk beberapa halaman, saya kok merasa ini merupakan kemasan lain dari Buku Kiyosaki, meski demikian dijelaskan dengan cara yang lebih sederhana dan contoh2 praktis yang sangat familiar di sekeliling kita, tanpa memuncul kuadran khas-nya Kiyosaki. Jadi ingat bagaimana di 2004 akhirnya saya menerapkan ilmu Kiyosaki membeli Real Estate di salah satu lokasi strategis, dan menjualnya dengan harga 166% lebih tinggi empat tahun kemudian, setelah disewakan sebesar 5% dari harga beli pertahun.
Meski demikian strategi ala Kiyosaki digabung oleh Wina dengan kelompok perubahan yang ia sebut dengan “The Stronger Middle Class” yang mana ini merupakan kelompok usia produktif, dan diduga keras punya masalah dengan manajemen keuangan pribadi, terjebak pada hal2 yang murni konsumtif dan tidak tahu bedanya kebutuhan dan keinginan. Jika kelompok ini melek keuangan, maka bisa dibayangkan dampak-nya pada Indonesia.
Wina juga menyayangkan kalau kelompok ini terjebak pada penggunaan credit card yang tidak semestinya, atau bahkan mengira dengan menabung akan dapat menyelamatkan kondisi finansil “The Stronger Middle Class” di masa depan. Padahal menabung dengan mengabaikan inflasi akan menyebabkan masalah serius di kemudian hari, mengingat inflasi dapat mencapai 2 dijit per tahun.
Sebagaimana Kiyosaki, Wina menyarankan untuk berani berinvestasi jangka panjang, lewat reksa dana, surat berharga ataupun sebagai pebisnis. Wina juga menyarankan kelompok ini untuk berlibur ke pelosok2 Indonesia, dalam rangka menyebarkan rizki dan membangkitkan perekonomian, untuk yang satu ini tentu saya setuju sekali, ironis rasanya kalau orang Indonesia berlibur ke Singapore, misalnya, padahal alam Indonesia luar biasa indah.
Salah satu hal menarik lainnya, di filler hitam dengan font putih, Wina dan team desain menempatkan kata2 dari tokoh2 dunia yang sebagian besar diseleksi via Sid Meier Civilization IV misalnya kata2 Ali Bin Abu Thalib “There is no wealth like knowledge, no poverty like ignorance” selain Kata2 sakti Gene Roddenberry seperti “To boldly go where no one has gone before”. Terakhir, menyenangkan untuk tahu kalau Wina ternyata pernah di Sorowako dengan Danau Matano-nya yang indah, kebetulan saya pernah kesana , jadi bisa membayangkan bagaimana menyenangkan-nya tinggal disekitar danau tsb, sebagaimana masa kecil Wina.
Sayang setelah masuk beberapa halaman, saya kok merasa ini merupakan kemasan lain dari Buku Kiyosaki, meski demikian dijelaskan dengan cara yang lebih sederhana dan contoh2 praktis yang sangat familiar di sekeliling kita, tanpa memuncul kuadran khas-nya Kiyosaki. Jadi ingat bagaimana di 2004 akhirnya saya menerapkan ilmu Kiyosaki membeli Real Estate di salah satu lokasi strategis, dan menjualnya dengan harga 166% lebih tinggi empat tahun kemudian, setelah disewakan sebesar 5% dari harga beli pertahun.
Meski demikian strategi ala Kiyosaki digabung oleh Wina dengan kelompok perubahan yang ia sebut dengan “The Stronger Middle Class” yang mana ini merupakan kelompok usia produktif, dan diduga keras punya masalah dengan manajemen keuangan pribadi, terjebak pada hal2 yang murni konsumtif dan tidak tahu bedanya kebutuhan dan keinginan. Jika kelompok ini melek keuangan, maka bisa dibayangkan dampak-nya pada Indonesia.
Wina juga menyayangkan kalau kelompok ini terjebak pada penggunaan credit card yang tidak semestinya, atau bahkan mengira dengan menabung akan dapat menyelamatkan kondisi finansil “The Stronger Middle Class” di masa depan. Padahal menabung dengan mengabaikan inflasi akan menyebabkan masalah serius di kemudian hari, mengingat inflasi dapat mencapai 2 dijit per tahun.
Sebagaimana Kiyosaki, Wina menyarankan untuk berani berinvestasi jangka panjang, lewat reksa dana, surat berharga ataupun sebagai pebisnis. Wina juga menyarankan kelompok ini untuk berlibur ke pelosok2 Indonesia, dalam rangka menyebarkan rizki dan membangkitkan perekonomian, untuk yang satu ini tentu saya setuju sekali, ironis rasanya kalau orang Indonesia berlibur ke Singapore, misalnya, padahal alam Indonesia luar biasa indah.
Salah satu hal menarik lainnya, di filler hitam dengan font putih, Wina dan team desain menempatkan kata2 dari tokoh2 dunia yang sebagian besar diseleksi via Sid Meier Civilization IV misalnya kata2 Ali Bin Abu Thalib “There is no wealth like knowledge, no poverty like ignorance” selain Kata2 sakti Gene Roddenberry seperti “To boldly go where no one has gone before”. Terakhir, menyenangkan untuk tahu kalau Wina ternyata pernah di Sorowako dengan Danau Matano-nya yang indah, kebetulan saya pernah kesana , jadi bisa membayangkan bagaimana menyenangkan-nya tinggal disekitar danau tsb, sebagaimana masa kecil Wina.
No comments:
Post a Comment