Tuesday, December 10, 2013

Umrah #4 of 7 Cobaan Dilarang Tawaf

Saya berusaha menggunakan segala cara dengan bahasa isyarat, bahwa kami satu rombongan dengan yang baru masuk. Selain itu Si Sulung dalam keadaan sakit dan demam tinggi. Namun petugas berseragam dengan tegas dan arogan menolak semua argumen yang saya sampaikan.

Berbagai macam pikiran berkecamuk dalam benak saya, kenapa kami tak boleh masuk sedangkan Subuh masih satu jam lagi. Saya introspeksi atas dosa2 yang mungkin pernah saya lakukan.  Karena halangan ini, kemegahan/keagungan Kabah saat itu seakan akan terlewat dari pikiran saya. Lalu adzan Subuh pun terdengar, kamipun mencari posisi yang pas untuk shalat, sementara masih sangat sulit bagi saya membiasakan diri dengan pakaian ihram yang terus menerus melorot ini.

Setelah subuh selesai, barulah dapat memulai thawaf, dan karena harus mendorong kursi roda kami hanya berputar dengan lambat dan terpaksa agak menjauh dari Kabah untuk menghindari kesulitan mendorong kursi di tengah kerumunan orang. Si Bungsu yang keletihan akhirnya harus satu kursi dengan Si Sulung karena sudah tak kuat lagi berjalan. Meski kerap merosot dari pangkuan abang-nya yang sudah tak bisa berbicara apa2 lagi, kursi roda tetap kami dorong perlahan.



Selesai Tawaf 7 putaran, kami segera menuju Shofa dan Marwah untuk lari2 kecil sebanyak 7 kali. Saat itu saya jadi mengerti kenapa begitu banyak orang tersesat dalam kompleks ini, karena memang Masjidil Haram sangatlah luas dan memiliki banyak pintu gerbang. Untuk aman-nya lebih baik kita menghafalkan nama pintu dimana kita masuk. Terpisah dari rombongan, saya mendadak tersadarkan, kadang kita tidak bisa sama sekali mengandalkan orang lain, saat itulah kita diingatkan, Allah lah satu2nya tempat kita berharap.  Saya ingat nenek saya yang berangkat dan percaya diri karena mengandalkan seseorang kerabat justru malah "dikhianati" orang tersebut sesampai-nya di Mekkah, dan setelah beliau meminta ampun dan menyandarkan diri sepenuhnya pada Allah semata, barulah pertolongan Allah tiba.

Saat sa'i, karena Si Bungsu terus menerus melorot dari pangkuan Si Sulung, maka kami memutuskan untuk menyewa satu kursi roda lagi, namun kali ini disewa sekaligus dengan joki-nya. Seorang joki berbadan langsing dengan wajah khas Arab akhirnya menyetujui tarif setelah negosiasi beberapa saat, dan wussss.. dia langsung ngebut mendorong Si Bungsu. Istri yang kaget menjerit tertahan, meihat Si Bungsu lenyap begitu saja di tengah kerumunan orang. Kami langsung teringat kisah2 orang hilang di Mekkah, namun lagi2 kami yang sudah keletihan hanya bisa berdoa memohon ampun sambil terus mendorong kursi roda Si Sulung yang rasanya makin berat saja. Untung akhirnya kami bertemu lagi dengan Si Bungsu, dan joki yang sempat kami curigai ternyata cukup amanah. Tujuan-nya ngebut tak lain untuk mengejar setoran, agar dalam waktu singkat bisa mendapat lebih banyak order.

Rombongan entah sudah berada dimana, sementara rasanya sudah sangat haus dan letih. Khususnya beberapa rute pendakian di Shofa dan Marwah yang terasa sangat berat saat harus dilakukan sambil mendorong kursi roda. Kadang saya berpikir, akankah semua ini bisa kami lewati dengan baik ? Kaki terasa perih, dan keringat mengucur dengan deras. Ya Allah kuatkan kami, ampuni dosa2 kami, dan jadikan kami orang2 yang selalu berada di jalan Mu.

Tak lama dengan bersimbah keringat, selesai juga rangkaian acara, kecuali tahalul, karena kami tidak membawa gunting maka kami memutuskan untuk melakukan-nya di hotel saja. Dengan dibantu muthawif, kami berjalan kaki menuju hotel Hilton Makkah Towers di seberang Masjidil Haram.



No comments: