Tuesday, December 10, 2013

Umrah #5 of 7 Cobaan Kembali Datang

Sesampai di hotel, kami berempat tahalul dan lalu istirahat, melepas penat karena ritual yang meletihkan serta kurang tidur selama perjalanan, akibat merawat Si Sulung. Saat mandi rasanya segar luar biasa, tidak seperti yang saya duga, ternyata tidak ada batasan penggunaan air di Mekkah. Setiap pagi puluhan mobil tanki air mengisi tempat penyimpanan air di hotel.

Sementara Si Sulung masih saja demam terus menerus dan dari hidung-nya mulai keluar darah segar. Saya dan istri bergantian shalat di Masjidil Haram sambil merenung dan meminta ampun atas dosa2 kami. Keesokan harinya terpaksa kami tidak bisa mengikuti tur yang salah satunya mengunjungi makam Khadijah RA di Ma'la, istri Nabi yang pertama dan beberapa lokasi lain-nya.

Ustadz Budi sesekali mampir dan mendoakan Si Sulung, sekaligus membesarkan hati kami. Hemm sedih sekali, kalau sakit,  apalagi jauh di negeri orang. Saya teringat kata2 Ibu yang selalu komplain karena kami sekeluarga cukup sering menolak acara keluarga besar dengan alasan Sabtu dan Minggu adalah hari-hari yang tidak bisa diganggu karena satu2nya kesempatan dimana saya dan keluarga bisa berkumpul, khususnya sejak saya kerja di Jakarta.

Apakah ini lagi2 peringatan dari Allah SWT ?, saat ini ironisnya kami justru terpaksa berkumpul dan tak bisa kemana-mana karena sakit nya Si Sulung. Menjelang sore, Si Bungsu semakin panas dan lalu mengigau sambil menyebut nenek-nya yang sudah lama di panggil Allah SWT, duhhh Ya Allah, ampuni dosa2 kami, dan sembuhkan-lah kedua anak ini. Tak putus2 kami berdoa dan shalat bergantian di Masjidil Haram setiap kali adzan berkumandang. Situasi ini seakan akan jeweran Allah bagi kami akan waktu waktu mereka berdua yang kami rampas untuk mencari rezeki.

Istri menyampaikan ke Ustadz Budi, bahwa dia perlu akses ke laboratorium untuk memastikan apakah Si Bungsu juga menderita Demam Berdarah, dan fluktuasi trombosit Si Sulung. Ustadz mengatakan di Saudi Arabia, untuk ke laboratorium diperlukan surat pengantar dokter. Malam hari, Ustadz Budi yang prihatin dengan situasi ini, akhirnya dengan dibantu muthawif berkoordinasi dengan pihak hotel untuk mengirim dokter hotel ke kamar kami. Sempat terjadi perdebatan antara istri dan dokter, beliau yang tidak tahu menahu soal Demam berdarah yang disebabkan dengue, mempertanyakan apa guna-nya kami mengecek trombosit, dan menolak memberikan surat pengantar yang kami perlukan ke laboratorium. Rasa-nya masih jelas sosok dokter Arab yang selalu salah menyebutkan nama Ustadz Budi sebagai Ustadz Dubi.

Semakin malam demam Si Bungsu semakin tinggi, kami dengan ditemani Muthawif segera ke Poliklinik Asia yang dikelola orang2 Pakistan dengan menggunakan taksi gelap. Di poliklinik saya mendampingi Si Sulung, sementara istri dan Si Bungsu masuk untuk pemeriksaan. Tak berapa lama istri menjumpai saya dan sangat kecewa dengan perlakuan perawat2 Pakistan yang judes2 dan kasar. Bagaimana mereka "menamparkan" kompres ke tubuh Si Bungsu sambil membentak bentak Si Bungsu yang menangis ketakutan.  Dan lagi2 kami berdua instrospeksi atas ujian dan cobaan ini. Saat itu kami baru menyadari bahwa betapa Indonesia ternyata dipenuhi dengan sosok sosok ramah yang mudah tersenyum dan dapat kita temui dimana saja. Namun Alhamdulillah Si Bungsu ternyata hanya demam biasa, sementara trombosit Si Sulung sudah mulai masuk dalam ambang aman.

Seorang jamaah yang baik hati memberikan Si Sulung jus kurma, yang dia yakini akan dapat dengan cepat kembali memulihkan kondisi Si Sulung. Jus yang sangat kental ini kami minumkan kepada kedua anak kami secara rutin, sambil senantiasa berdoa. Malam berikutnya saya mengantar Si Sulung untuk pengecekan trombosit, dan Alhamdulillah sudah terlihat adanya peningkatan.

Hari ketiga, Si Sulung dan Si Bungsu mulai membaik, dan kami memutuskan ikut perjalanan yang dirancang Khalifah meski lebih banyak menunggu saja di bis. Alhamdulillah cobaan2 berat selama perjalanan mulai berakhir. Sebagian jamaah menghampiri kami dan cerita bahwa dengan bimbingan Ustadz Budi, mereka kerap kali mendoakan kami. Tak lupa saya dan istri mengucapkan terimakasih dan permohonan maaf atas kesulitan yang kami akibatkan.



Kami mulai menjelajahi kuliner di sekitar Mekkah, salah satu favorit kami adalah Nasi Briyani dengan Ayam/Sapi yang dihidangkan panas2 dengan porsi ekstra besar. Nasi ini bisa dengan mudah kita dapatkan di foodcourt di basement Hilton termasuk super market Bin Dawood yang terkenal. Sayang Si Sulung yang selera makan-nya drop tidak bisa turut menikmati. Kadang dia masih ingat situasi ini, dan sering berkata, kalau saja dia tidak sakit, sudah dia santap habis makanan khas Arab itu.

Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/12/umrah-6-menuju-madinah.html


No comments: