Mirip seperti ayah almarhum, Kak Eli adalah sosok yang
hangat. Kalau aku janjian dengannya, baik ke rumahnya dulu di Cianjur, Depok (Gas
Alam) atau saat di Batu, Malang juga ketika Kak Eli di rumah Ibu di Bandung. Kak
Eli selalu menyongsong aku dengan senyum lebar, tentu saja lengkap pelukan dan
juga ciuman. Begitu juga saat pulang,
Kak Eli kembali menghujani adiknya dengan pelukan dan ciuman hangat, mengantar
aku sampai ke pagar halaman.
Bukan cuma ke aku, pada istri dan kedua anak-anak, Kak Eli
juga selalu memberikan kehangatan, baik hangat ekspresi juga hangat karena tubuhnya
yang besar dan empuk. Bahkan dia hapal ulang tahun istri dan kedua anakku, dan
selalu berupaya memberikan hadiah spesial meski kadang Kak Eli sendiri sedang kesulitan
finansil.
Kak Eli juga selalu bersedia menjadi teman bicara yang mau
mendengar, terutama dengan kemampuan indra keenam yang dia miliki (meski
acapkali harus dianalisa ulang, karena kesulitan Kak Eli menuangkan apa yang
dia “lihat” dalam bentuk kalimat). Kadang setelah lama berdiskusi, aku baru
sadar lebih banyak aku yang cerita soal hal-hal yang aku hadapi sehari-hari
ketimbang mendengarkan curhatan Kak Eli yang tentu saja seharusnya tak kurang
banyaknya.
Beberapa tahun terakhir, Kak Eli sempat mengelola usaha
semacam warung kecil di area seluas 4m2 yang ada di klinik yang dikelola
istriku. Kang Saiful, tukang yang bekerja di klinik ku sebelum dan sesudah
kejadian berpulangnya Kak Eli cerita dengan haru bagaimana, Kak Eli membantunya
dengan ongkos bensin, saat dia sedang bingung kehabisan uang. Bukan Cuma memberikan
sesuai kebutuhan Kang Saiful, Kak Eli bahkan melipatduakan pemberiannya, karena
kuatir ada apa-apa di jalan. Kak Eli menolak menerima pengembalian Kang Saiful beberapa
hari setelahnya.
Edi supir di klinik cerita bagaimana Kak Eli yang sudah dia
anggap sebagai layaknya Ibu Kedua, karena Kak Eli selalu menitipkan kue atau
roti pada anak semata wayangnya saat dia pulang ke Banjaran libur di akhir
pekan. Sebagai tanda terimakasih, sebaliknya
Edi selalu berupaya membawakan ketan siap goreng untuk Kak Eli. Karyawan lain
juga selalu kebagian roti jualan Kak Eli yang dibagikannya secara gratis jika
masih jua tak laku setelah beberapa hari.