Suasana Qunci
Villas sangat tenang sekaligus jauh dari mana-mana, sementara taxi sangat sulit
diperoleh, walhasil saya dikomplain istri, karena ini bukan lah Lombok yang ada
dalam bayangannya. Lalu kami langsung menyantap nasi bungkus dengan lahap, dan
mandi bergantian di kamar mandi “ajaib” ala Qunci Villas, sekitar siang kami
sudah kembali segar dan mulai menjelajahi sekeliling hotel. Cottage kami
termasuk di jejeran belakang, di antara taman-taman, dan berada di samping kantor administrasi.
Cottage-cottage yang lebih bagus berada lebih dekat ke pantai. Karena berlantai dua,
lantai atas diisi beberapa turis asing namun tangganya diakses lewat jalan
luar, sehingga sama sekali tidak mengganggu penghuni lantai bawah, dinding yang menghadap kamar
mandi “ajaib” juga ditembok untuk menjaga privacy penghuni lantai bawah.
Siang hari kami ke kota tanpa agenda yang pasti, dan langsung mencari sate bulayak. Jika anda menduga bulayak adalah sejenis biawak, ya.. anda benar, maksudnya benar-benar salah, karena bulayak artinya adalah lontong. Tempat nya agak dipinggiran Mataram dan dikelilingi pohon-pohon besar nan rindang. Ada beberapa warung disitu yang menjual sate bulayak. Ukuran satenya kecil-kecil dengan bumbu yang lebih mirip kuah kalio, serta lontong panjang runcing yang dibungkus daun yang biasa dipakai untuk membuat ketupat alias daun aren. Rasanya memang sedap agak pedas, sayang tempatnya kurang mendukung. Nampak beberapa anjing kurap berkeliaran disekitar kami.
Siang hari kami ke kota tanpa agenda yang pasti, dan langsung mencari sate bulayak. Jika anda menduga bulayak adalah sejenis biawak, ya.. anda benar, maksudnya benar-benar salah, karena bulayak artinya adalah lontong. Tempat nya agak dipinggiran Mataram dan dikelilingi pohon-pohon besar nan rindang. Ada beberapa warung disitu yang menjual sate bulayak. Ukuran satenya kecil-kecil dengan bumbu yang lebih mirip kuah kalio, serta lontong panjang runcing yang dibungkus daun yang biasa dipakai untuk membuat ketupat alias daun aren. Rasanya memang sedap agak pedas, sayang tempatnya kurang mendukung. Nampak beberapa anjing kurap berkeliaran disekitar kami.
Saat bingung
menentukan agenda selanjutnya, di pinggir pantai menjelang sore hari, kami
bertemu seorang pria kekar bertelanjang dada usia 40-an dengan badan kehitaman di bakar
matahari. Kalau dilihat sepintas
sosoknya cukup bikin “keder” ehh ternyata saat bicara beliau yang ternyata bernama
Edie Sur sangat ramah dan sopan. Edie Sur mengaku berprofesi sebagai Tour Guide
dan pernah menjadi Tour Guide di Bali lalu kembali ke Lombok yang memang
kampung halamannya. Beliau menawarkan paket jalan-jalan, termasuk ke Mataram
untuk mencoba Ayam Taliwang di restoran aslinya, Kampung Sasak, Kampung Kerajinan Tenun
Lombok, Kampung Kerajinan Keramik , Pusat Oleh-Oleh Khas Lombok, Tanjung Aan, Pantai
Kuta, Pura Batu Bolong, Pantai Senggigi dan yang paling menarik adalah
kunjungan ke tiga pulau Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan termasuk sewa perahu
nelayan, dan peralatan snorkling dengan harga bersahabat. Akhirnya kami sepakat
dengan Edie Sur, dan berharap perjalanan kali ini bisa menjadi salah satu
petualangan terbaik kami.
Untuk makan malam kami terpaksa memesan taxi beberapa jam sebelumnya, dan Mataram cukup jauh, pula kami tidak tahu persis dimana dan apa yang sebaiknya menjadi incaran kuliner turis lokal. Akhirnya mengikuti saran supir Taxi tepat jam 18:30 kami makan di kawasan Jimbaran (ya namanya persis seperti Jimbaran di Bali). Dari lokasi parkir menuju kumpulan kursi yang berjejer di tepi pantai persis di pinggir gelombang, kami melewati bak-bak stereofoam berisi berbagai mahluk laut yang siap dimasak, setelah memilih udang, ikan, cumi-cumi serta memilih proses masaknya tak lupa kami memesan kangkung ca, dan kami pun menuju pantai.
Berbeda dengan Jimbaran
Bali, Jimbaran ala Lombok ini saat itu cuma satu restoran, namun masakannya cukup
oke, sambil menunggu makanan datang kami menikmati suguhan kacang goreng asin. Sayangnya
beberapa anjing berkeliaran sehingga membuat suasana kurang nyaman.
Jika di Jimbaran Bali kita bisa melihat pesawat takeoff dan landing dengan
lampu berkedip kedip yang khas serta pengamen dengan suara berkualitas internasional, di
Jimbaran Lombok hanya ada desauan angin dan suara gelombang yang datang dan
pergi. Pulangnya kami mampir di toko souvenir membeli beberapa kaos khas
Lombok. Walhasil secara umum hari pertama berjalan dengan tidak nyaman, hotel yang sangat
tenang dengan dominasi wisatawan asing, kamar mandi yang aneh, pantai di
belakang hotel yang meski indah namun berkarang, serta makan jauh dari
mana-mana. Saat perjalanan pulang, kaget
juga melihat Lombok terlihat sepi, berbeda dengan kawasan Kuta, Bali yang riuh-rendah,
Senggigi sepertinya lebih cocok untuk pasangan yang berbulan madu.
Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2015/04/jalan-jalan-ke-lombok-part-3-of-5-pura.html
Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2015/04/jalan-jalan-ke-lombok-part-3-of-5-pura.html
No comments:
Post a Comment