Friday, December 30, 2016

Jelajah Banda Aceh dan Sumatera Utara : Part #4 dari 14 : Pantai Iboih, Pulau Rubiah, Sate Gurita, Snorkling, Kilometer 0 dan Pantai Gapang.


Hari kedua, pagi hari kami langsung sarapan, sempat berfoto foto sebentar di gazebo Anoi Itam Resort yang menghadap Selat Malaka. Selanjutnya kami langsung menuju Pantai Iboih kira-kira berjarak 30 km dari Anoi Itam Resort atau bisa ditempuh dalam waktu 50 menit. Pantai Iboih terlihat sangat tenang dengan air yang jernih. Lalu kami mengganti baju di kamar kecil Masjid di pinggir pantai, dan segera memilih satu set perlengkapan snorkling seperti pelampung, kaki katak, masker dan selang napas. Lokasi penyewaan ini juga menyediakan masker khusus bagi yang berkacamata minus empat seperti saya. Bang Awi yang ditunjuk sebagai snorkling guide menyiapkan kamera saku Nikon bawah air.





Setelah berjalan kaki menuju pelabuhan kami menuju perahu Bang Zul, yang biasa mengendalikan mesin sekaligus arah perahu ala catamaran dengan dua perahu yang disambungkan satu landasan, hanya dengan kaki kiri. Di bagian tengah perahu nampak peti dengan dasar kaca setinggi sekitar satu meter dengan pegangan ala gerobak dorong di bagian depan dan belakang. Lalu kami pun langsung menuju Pulau Rubiah dengan melambung menyusuri sisi Pulau Rubiah yang berhadapan dengan Pulau Weh , laju perahu pun melambat. Bang Romi dan Bang Zul menurunkan peti tsb ke bawah sehingga kami bisa melihat fauna dan flora dasar laut yang menakjubkan. Bintang Laut, ikan berwarna warni layaknya film Nemo dan karang-karang dengan motif batik yang cantik.


Bang Awi dengan mata kebiruan nan samar dan khas keturunan Lamno yang memang dulu kala diduga keturunan pelaut Portugis yang menikah dengan wanita setempat terlihat ganteng dalam pakaian selam terusan. Bang Awi menyiapkan dua plastik mie rebus, yang digunakan sebagai makanan ikan untuk menghasilkan foto-foto bagus bawah laut.










Setelah berenang sekitar dua jam, saya, istri dan Si Sulung yang disengat ubur-ubur memutuskan berhenti. Si Bungsu masih terus berenang ke lokasi yang lebih dalam untuk mencari sarang Nemo, ular laut serta bangkai mobil dan motor di dasar laut. Kami lalu beristirahat di Warung Alfatin sambil menunggu makan siang dengan menikmati suguhan travel yakni Es Kelapa, Sate Gurita (dengan bumbu saus kacang, padahal menurut istri lebih pas bumbu Sate Padang), dan 12 potong Pisang Goreng yang kami beli sendiri (@2500 per potong).

Makan siangnya Ikan Kerapu Bakar, Udang Goreng, Cah Kangkung dan minuman Es Teh Manis. Meski Cah Kangkungnya terasa  kurang mantap, namun Ikan Kerapu dan Udang Goreng Tepungnya terasa sedap sekali dimakan, sambil menikmati angin laut sepoi-sepoi di Pulau Rubiah.  Untuk makan siang kami harus mengeluarkan 286.000 IDR.  Sepulang dari sini, lokasi penyewaan peralatan snorkling dan diving  tersebut juga menyiapkan jasa penyalinan data kamera bawah air ke memory card atau USB wisatawan.




Menunggu istri dan Si Bungsu yang cukup lama berganti pakaian namun ternyata sudah keburu hujan, kami bergegas kembali ke mobil dan langsung menuju Kilometer 0, saya yang belum sempat berganti celana terpaksa menggunakan celana dan pakaian dalam basah ke lokasi Kilometer 0. Sebenarnya kilometer 0 lebih pantas dinobatkan bagi Pulau Rondo, namun karena tidak berpenghuni dan masih berjarak  16 km dari Sabang, maka entah kenapa Kilometer 0 malah disandang oleh Pulau Weh di lokasi Ujung Bau. Dari lokasi Kilometer 0 ini kita bisa melihat  berturut turut dari kanan ke kiri Pulau Breueh, Pulau Nasi, dan Pulau Sumatera.  
Saat kembali ke Anoi Itam Resort kami mampir ke Pantai Gapang, yang sempat terkenal karena digunakan beberapa kali sebagai tempat upacara proklamasi di dasar laut kedalaman 10 sd 15 meter dengan sekitar 100 peserta.




Karena memang zona bebas perdagangan jangan kaget melihat mobil-mobil eks Singapore berkeliaran, kadang entah karena tidak ada spare part saya bahkan sempat melihat sebuah sedan Jaguar hitam yang masih mulus “terdampar” di tengah alang-alang. Saat tiba di  resort, cukup kaget karena semua suite penuh, untung sehari sebelumnya kami sudah puas berenang.  Kami langsung mandi dan beristirahat, serta minta Bang Romi menjemput kami untuk makan malam setelah Maghrib.




Kali ini kami kembali makan malam di Kencana Cafe, untuk mencoba hidangan yang pada kunjungan pertama belum sempat dicoba, kali ini selain tempe saya mencoba Teri Basah bumbu ala Pepes dan Kerapu Macan Goreng, namun entah karena dimasak pagi hari, rasanya lebih sedap saat kami pertama kali makan disini.  Untuk biayanya masih sama seperti makan sebelumnya yakni sekitar 175.000 IDR.



Sekitar jam 20:30 kami kembali ke lokasi ke Jalan Cut Nyak Dien untuk melakukan pemotretan malam kearah Pelabuhan Bebas Sabang, sayang langit gelap berawan, dan menyesal sekali tidak membawa lensa 70-300. Meski shutter sudah saya set di 30 detik, diafragma dan ISO diset dalam mode auto, kualitas gambar tetap tidak jelas.  Kami masih mencoba peruntungan dengan menuju lokasi di pinggi Pelabuhan Bebas Sabang, namun masih saja hasil pemotretan tidak menolong. 

No comments: