Wednesday, June 20, 2018

How The World Works Buku #3 dari 4 : “Secrets, Lies and Democracy” - Noam Chomsky



Governments are not representative. They have their own power, serving segments of the population that are dominant and rich. 

Noam Chomsky

Resensi kali ini adalah bagian ketiga dari kompilasi How The World Works, yang merupakan  kolaborasi dari empat seri tulisan mengenai analisa dan investigasi Chomsky.


  • What Uncle Sam Really Wants,
  • The Prosperous Few and the Restless Many,
  • Secrets, Lies and Democracy, and
  • The Common Good.
Buku ketiga ini berbentuk wawancara dengan Chomsky yang fokusnya membahas soal demokrasi. Bagi Chomsky, demokrasi yang sudah berjalan dalam waktu yang lama, pada kenyataannya justru menjauhkan partisipasi publik dari perencanaan dan implementasi kebijakan. Pada akhirnya yang terjadi adalah partai-partai politik memerlukan sumber daya para pengusaha yang pada ujungnya mendapatkan kompensasi dimana politikus akan mengendalikan kebijakan bagi kepentingan bisnis. 

Chomsky cenderung menyetujui pendapat ilmuawan sosial Thomas Ferguson yang mencetuskan teori investasi politik. Karena politik membutuhkan dana yang luar biasa yang kadang harus dipenuhi dari koalisi pengusaha. Saat ini terasa betapa jauhnya politik dari rakyat kebanyakan, yang hanya diminta datang 1x dalam sekian tahun untuk memberikan suara, dan lalu pulang ke rumah. Lalu pada periode berikutnya rakyat akan diombang ambingkan kesana kemari oleh kebijakan penguasa yang tidak selalu berorientasi pada suara pemilih. Padahal seharusnya yang diperlukan adalah perwakilan masyarakat sipil yang berfungsi dan aktif serta bekerja sama dalam mengimplementasikan hal-hal yang menjadi prioritas masyarakat banyak (dan bukan segelintir pengusaha). 

Chomsky juga menyetujui pandangan John Dewey yang berpendapat demokrasi sesungguhnya bukanlah tujuan. Melainkan sekedar alat untuk menemukan dan memperluas kebutuhan dasar bagi hak asasi manusia yang paling mendasar, dan dengan demikian demokrasi dapat menghasilkan manusia sejati. Kenyataannya yang terjadi sekarang justru sangat jauh dari apa yang dimimpikan Dewey. Pengusaha dari kalangan swasta saat ini memiliki kekuasaaan yang jauh lebih besar dari apa yang dibayangkan Dewey. 

Begitu ajaibnya konspirasi pengusaha dan penguasa  sehingga kadang kerugian atau dampak sosial pengusaha dibebankan ke masyarakat, sedangkan jika ada keuntungan di klaim oleh pengusaha. Seperti kasus dampak proyek plutonium di Amerika yang merupakan inisiatif swasta namun masyarakat tidak terlibat dalam keputusan produksi plutonium dan pengelolaan limbah lah yang justru harus menanggung dampaknya (catatan penulis, mungkin mirip dengan kasus Lapindo Brantas, silahkan cek link https://news.detik.com/berita/1985697/kucuran-dana-apbn-rp-62-t-untungkan-pt-lapindo-brantas/1).

Jika cacat demokrasi seperti ini terus menerus dibiarkan, maka akan tercipta kesenjangan yang semakin lama semakin signifikan. Lalu akan berakhir dengan naiknya angka kriminalitas dengan diawali kerusuhan di antara kaum miskin yang akan meningkat menjadi konflik kaya dan miskin. Jika pemerintah menolak menyempurnakan demokrasi, maka satu-satunya alternatif adalah menciptakan ketakutan akan kejahatan, membatasi kebebasan sipil, lalu mengendalikan kaum miskin dengan paksaan. 

Chomsky juga menyoroti gaya konsumtif masyarakat Amerika yang hanya 5% dari total populasi dunia namun mengonsumsi 40% sumber daya dunia. Hal ini diakibatkan oleh situasi dimana keinginan dan kebutuhan tak lagi jelas dimana bedanya. Hal ini terjadi semata-semata karena menganggap ekonomi yang sehat adalah yang menguntungkan (baca konsumtif), meski secara jangka panjang justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Namun Chomsky tetap menyimpan optimisme, selama kita mau bersama sama membuat perubahan, maka perubahan tetaplah suatu keniscayaan.  



Kekayaan sejati bukanlah dengan banyaknya harta, 
namun kekayaan sejati adalah hati yang selalu merasa cukup. 

HR. Bukhari 6446 / Muslim 1051



No comments: