Tuesday, July 31, 2012

Uda Domma #5 Mencari uang

Ayah dan Uda sering berdiskusi dan putar otak untuk mencari ide mencari duit. Pernah mereka merencanakan untuk membuat usaha rokok keliling sederhana (berupa pembuatan kotak kayu dengan bungkusan2 rokok tersusun berjajar dan digendong kian kemari, seperti asongan rokok saat ini).

Uda Domma yang serbabisa dan pandai bertukang (mahir menggunakan perkakas) ini pun sudah selesai merancang gambar kotak rokok tersebut dan tinggal menanti datangnya papan, kayu, paku, lem dan cat untuk mewujudkan kotak rokok rancangannya itu. Namun rencana mereka berdua terpaksa dibatalkan karena setelah hitung punya hitung, kemampuan finansial  Ayah baru bisa mendapatkan salah satunya, kotaknya atau rokoknya, namun tidak kedua2nya sekaligus, Akhirnya rencana mulia ini pun tertunda.

Setelah sekian lama memutar otak, Ayah kemudian teringat dengan rekannya sesama perantauan ke Bandung, yakni FH. FH saat itu telah menduduki jabatan penting di sebuah bank swasta, dan bertempat tinggal di rumah yang megah di Jalan Buah Batu dengan dua buah mobil menghuni garasinya.

Kesempatan pun tiba saat Lebaran, ketika Ayah dan Ibu ke rumah FH untuk bersilaturahmi. Saat Ayah dan Ibu tiba, di rumah FH, sejak pagi telah menanti teman Ayah yang sekaligus juga merupakan teman merangkap bawahan FH di bank yang sama, yakni MH.

FH, walaupun tadinya mantan rekan sebantal, seguling, seselimut dan seseprei, namun seperti umumnya orang yang melesat tinggi karier dan status sosialnya, telah banyak berubah. Ayah dan Ibu maupun MH dan istrinya harus menunggu beberapa jam karena adik FH atau siapapun juga yang ada di rumah FH tidak berani membangunkan FH dari tidurnya yang telah berlangsung beberapa jam lamanya.

FH kemudian muncul dengan santai dan wajah innocent. Namun karena memang Ayah adalah seorang yang seorang humoris dan senang melawak (melucu), suasana segera mencair dan pembicaraan pun menghangat.

Di tengah suasana perbincangan dan nostalgia tersebut, mendadak salah seorang anak FH yang masih batita nyelonong ke ruang tamu dengan ingus yang berleleran di hidungnya.  Tengah FH terperanjat dan bersiap memanggil istri atau pembantunya, MH telah bergerak terlebih dahulu. Dengan sigap MH merogoh saku mengeluarkan saputangan yang bersih dan wangi, berjongkok menangkap sang batita, dan dengan cekatan tanpa ragu mengelap tuntas ingus yang berleleran tersebut dengan cermat dan teliti tanpa bersisa.

Kiranya hal2 seperti inilah – walaupun bagi sebagian orang terkesan menjilat yang membuat FH menjadikan MH orang kepercayaan sekaligus anak buah kesayangannya.

Setelah cukup lama berbincang2 dan bernostalgia, maka tepat sebelum mengakhiri silaturahminya, Ayah mengutarakan maksudnya, yakni ada seorang pemuda yang baik, rajin dan dapat dipercaya untuk bekerja. Tentu, lanjut Ayah, pada awalnya kerjanya apa saja, tidak pilih2 karena Ayah yakin, apabila FH telah mampu melihat dan menilai kualitas Uda secara langsung, maka dengan sendirinya kesempatan dan kepercayaan yang lebih besar akan terbuka lebar.

Pada awalnya, FH terkesan enggan, dan tidak merespons positif terhadap rekomendasi Ayah, apalagi terhadap Uda Domma yang menurut FH tidak memiliki hubungan kekerabatan yang signifikan dengan Ayah. Mungkin, jauh di dalam hatinya, FH geleng2, heran, kasihan sekaligus geli melihat Ayah yang kerap memungut saudara disana sini,  sampai2 ikut memperjuangkan masa depan saudara2nya itu, di tengah keadaan Ayah sendiri yang lintang pukang.

Namun akhirnya, mungkin karena masih memandang sisa2 persahabatan lama, dan juga melihat wajah Ayah yang kelihatan mengharap, FH akhirnya bersedia menerima Uda Domma di rumahnya. FH menerima Uda sebagai tukang cuci kedua buah mobil FH.

Sesampainya di rumah, Ayah memanggil Uda ke ruang tengah untuk menceritakan kabar baik ini dan menyuruh Uda siap2 untuk berangkat ke tempat FH. Sambil duduk berhadap2an,  Ayah menasehati agar Uda bekerja baik2, pandai2 membawa diri dan bersungguh2 dalam menata masa depan.

Kerja apapun itu, semua dimulai dari dasar. Dalam hidup ini tidak ada yang instant. Semua pekerjaan, walaupun tampak remeh dan sederhana, namun semua itu ada ilmunya. Dan apabila dikerjakan dengan sungguh2 dan penuh kecintaan, pasti kelak akan bernilai dan menghasilkan. Mendadak di tengah suasana penuh nasihat itu, Uda Domma menghambur dan memeluk kaki Ayah seraya terisak ...

Abaanngggg... asi  inda abang na maradong iiii ... asii inda abang na kayo iii ... sai denggan roa ni abaaangggg .... (abaangg, kenapa bukan abang saja yang berharta, kenapa bukan abang saja yang jadi orang kayaa, kan abang begitu baiikk ..).  

Ucapan yang spontan itu, disertai dengan isak tangis yang tersendat, membuat ayah dan Ibu tercenung dan tertegun haru. Walaupun mungkin sesuai dengan karakternya ayah merasa tindakannya itu wajar2 saja. namun mungkin bagi Uda Domma yang berperasaan halus, dan selama ini merasa hanya Ayahlah orang yang mensupport dan membimbingnya dengan tulus selama di rantau, itulah penilaian dan sikap Uda terhadap Ayah. Ayah bangkit, memapah Uda kembali duduk sambil menghibur dan menyemangatinya. 

No comments: