Siapa Yusuf Islam ? kebanyakan orang mungkin akan langsung menghubungkan-nya dengan “Morning has Broken” lagu yang menurut istri saya selalu dinyanyikan setiap pagi ketika dia sekolah di Stella Duce Yogya akhir 80’an. Namun mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa nyaris dari semua lagu Yusuf Islam, justru lagu inilah mungkin yang satu2nya tidak diciptakan oleh Yusuf. Konon kabarnya “Morning Has Broken” dicptakan oleh Eleanor Farjeon (1881-1965) dan memang lagu yang biasa dinyanyikan sebagai Himne Kristen. Lagu Yusuf lain-nya yang menarik adalah Wild World (pernah dipopulerkan kembali oleh Mr. BIG), First Cut Is The Deepest, Father and Son, dll.
Sebagai pemusik, sampai dengan 2007 Yusuf telah menghasilkan 22 album, dan 10 album kompilasi. Album “Tea for Tillerman” bahkan meraih prestasi 500 album terbaik sepanjang masa versi Rolling Stone 2003 dengan tiga juta kopi, disusul dengan “Teaser and Firecat” meraih status Gold Record dan juga terjual tiga juta kopi, begitu juga Album Catch Bull at Four. Namun album paling sukses adalah kompilasi “Greatest Hits” yang meraih empat juta kopi. Sehingga pada masa itu Yusuf Islam dapat meraih total penjualan 40 juta kopi dari semua album-nya.
Buku tipis ini sangat menarik, karena bukan cuma mengupas Yusuf dari sudut pandang luar, namun juga memuat tiga wawancara beliau dengan Andrew Dansby di Amerika tahun 21/6/2000, lalu dengan Larry King 7/10/2004 dan dengan Yusuf Assidiq di Aceh 29/1/2005.
Dalam buku ini juga dibahas pemelintiran pers terhadap statement Yusuf soal hukuman akibat penghinaan Salman Rushdie terhadap Nabi Muhammad, dimana yang dimaksud Yusuf adalah Salman Rushdie layak dihukum mati jika dan hanya jika berada di Negara Islam. Namun kalimat-nya disetir seakan akan, bahkan Yusuf sendiri berniat menjadi eksekutor-nya. Dan yang membuat kita salut justru Yusuf “membalas” perlakuan Rushdie dengan cara yang sangat elegan, yaitu membuat buku tandingan “The Life of The Last Prophet”, yang sekaligus menunjukkan Yusuf berbicara dengan fakta, sedangkan Rushdie dengan fiksi.
Memang dalam dunia jurnalistik berlaku ungkapan “hal buruk adalah berita baik, sebaliknya hal baik adalah berita buruk”. Dalam hal ini saya teringat tulisan Hanum Rais, yang “tersinggung” dengan polah salah seorang wartawan yang hanya tertarik memotret Ayah-nya saat jelek2nya karena “menganga” ketika makan namun tenang2 saja saat Amin dalam keadaan normal.
Begitu juga dengan peristiwa 11/9, dimana Yusuf secara jelas mengatakan bahwa hal tersebut tidak dibenarkan secara Islam, karena bagi Islam pembunuhan terhadap satu orang yang tidak bersalah adalah sama dengan pembunuhan terhadap kemanusiaan secara keseluruhan. Bahkan Yusuf menyumbangkan setengah dari penjualan album kompilasinya ke yayasan 11/9, dan separuh sisanya ke anak2 yatim di negara terbelakang. Ini juga mengingatkan saya akan ahlak perang ala Nabi yang melarang keras menyerang lawan yang sudah menyerah serta mengorbankan wanita, anak2, orang tua, binatang, tumbuhan bahkan meski hanya satu lembar daun.
Buku ini juga mengungkapkan kisah pencekalan Yusuf ke Amerika 21/9/2004, yang saat itu sudah semakin “fobi” terhadap segala yang berbau muslim, sampai sampai Menlu Inggris Jack Straw harus melobi Menlu AS dimasa itu yaitu Colin Powell.
Hal menarik lainnya adalah, saat Yusuf bercerita bahwa dia sempat menemukan Islam garis keras saat awal perkenalan-nya yang bahkan mengharamkan musik, namun dengan bertambahnya pengetahuan Yusuf, dan pemahaman bahwa Allah adalah pencinta keindahan dan kisah kisah Nabi saat mendengarkan nyanyian suku Aus dan Khazraj, Yusuf kembali bermusik dan dipicu saat anak lelaki-nya membawa gitar ke rumah, dan lantas membuat Yusuf sadar bahwa musik dapat dijadikan sebagai sarana untuk beribadah.
Saat ini kegiatan Yusuf selain bermusik, adalah mengurus tiga sekolah, dan mengelola lembaga amal “Small Kindness” yang awalnya dibuat untuk membantu korban kelaparan di Afrika, dan saat ini membantu ribuan anak yatim mulai dari Kosovo, Bosnia, Montenegro, Albania, Irak dan bahkan Indonesia.
No comments:
Post a Comment