Saturday, April 07, 2012

Menapak Jejak Amien Rais - Hanum Rais

Ini buku kedua Hanum yang saya baca, seperti buku sebelumnya, cara Hanum berkisah seperti kita sedang berhadapan dengan-nya, di suatu sore, di belakang rumah, sambil duduk di kursi taman, dan mengalir begitu saja sebagaimana percakapan dua orang sahabat. Apa adanya, dengan kalimat kalimat sederhana, dan keluar dari hati yang paling jujur dan dalam.
Hanum membagi buku ini menjadi lima bagian namun tetap berusaha sesuai dengan garis waktu perjalanan hidup Amien Rais, mulai dari bagian “Keluarga”,  “Melangkah dipaksa Sejarah”, “Menembus Batas”, “Titik Nol” dan “Magnum Opus”. Sayangnya situasi saat Amien menobatkan Gus Dur, lantas melengserkannya, dan menobatkan Megawati, sehingga beliau sempat dijuluki “King Maker” tidak dibahas secara detail oleh Hanum, padahal momen ini salah satu yang sangat identik dengan beliau disamping amandemen UUD yang sangat fenomenal.



Membuat buku, ini tidak membuat Hanum memosisikan dirinya sebagai pihak dliluar sosok Amien, justru potret yang sangat pribadi sosok Amien dari sudut pandang Hanum sebagai anak perempuan-nya. Sehingga Amien yang kita lihat bukan saja sebagai tokoh Muhammadiyah, Ketua MPR dan kandidat presiden, namun juga sebagai Ayah, yang di sela kesibukannya membeli kue sederhana seharga lima puluh ribuan, dan menyempatkan mengunjungi anak perempuan-nya, atau Amien yang berusaha meluangkan waktu melihat anaknya tampil di panggung, meski hanya dari kejauhan (karena tidak ingin penonton dan anak-nya terganggu, meski beliau disediakan kursi kehormatan), dan potret lain keseharian Amien.

Kita juga mendapat nasihat2 penting dari Amien, seperti ketika dia memberikan nasihat perkawinan bagi Hanum, dengan kalimat “Pernikahan adalah waktu untuk berhenti membandingkan, Num” katanya pada Hanum. Nasihat penting lainnya suatu hari Amien memberi Hanum formula untuk sukses dengan kalimat sbb; “Kalau kamu ingin sukses, dalam bidang apa saja, maka kamu harus menyisihkan minimal tiga jam sehari untuk menekuni bidang tsb”. Hal ini merefer ke Roger Federer, Thomas Alfa Edison, Bill Gates, dan tokoh2 sukses lainnya.  Mungkin perlu saya tambahkan Steve Vai atau John Petrucci yang berlatih nyaris delapan jam sehari. Dan dengan demikian dimulai dari “Konsisten” akan berubah menjadi “Persisten”.

Amien juga orang yang sangat sederhana, sering sekali secara spontan bersedekah, selalu membawa Al Quran kemanapun dia pergi, sportif (Amien orang pertama yang memberi selamat pada SBY saat memenangkan Pemilu), jujur (Amien juga orang pertama yang mengakui menerima DKP untuk dana kampanye partainya), konsisten (menolak tawaran bantuan asing dari Paul Wolfowitz bagi partai-nya), berani (ketika mengkampanyekan suksesi nasional meski harus berhadapan dengan Soeharto), disiplin (selalu berpuasa ala Nabi Daud secara rutin), tak pernah berhenti belajar (dibuktikan dengan koleksi buku-nya yang terus bertambah), berpihak pada kaum lemah, dan sabar (tetap mempertahankan pernikahannya meski sepuluh tahun tidak dikaruniai anak, atau saat rumah ibunya dibakar massa pendukung Megawati).

Satu cerita berkesan lainnya, saat beliau dipanggil Habibie dalam sebuah rapat, yang juga dihadiri Wiranto, Akbar Tanjung, Yusril Ihza Mahendra, Ginanjar Kartasasmita, Hamzah Haz dll dan semua sepakat mendukung beliau sebagai suksesor Soeharto, namun karena tidak mendapatkan izin dari ibunda-nya, yang berpendapat beliau sudah terpilih menjadi ketua MPR dan tidak boleh mengabaikannya, maka Amien Rais menolak pencalonan tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana Amien bersikap pada Ibu-nya, yang dia tempatkan pada posisi sangat terhormat, meski harus mengabaikan peluang yang begitu besar untuk menjadi presiden.

Ada beberapa sisi yang seakan akan terkesan kontroversial dalam diri Amien Rais, pertama meski beliau alumni Chicago University, Amien justru terang2an menolak paham Neoliberalisme yang lahir dari kampus ini lewat tokoh2 Milton Friedman, George Stigler , Ronald Coase dan Gary Becker, dan justru lebih memilih mendukung pemikiran Joseph Stiglitz, kedua meski kalau dalam negeri Amien sering sekali menyerang pemerintah dan terkesan kecewa dengan Indonesia, namun diluar negeri, Amien justru menunjukkan kebanggaan-nya sebagai orang Indonesia, ketiga meski sekolah di Amerika dan tinggal selama tujuh tahun, namun Amien tetap sangat kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika.

Saat putra ketiga-nya Mumtaz ingin mengikuti jejak Amien dalam politik, alih2 memberinya daerah subur agar terpilih, Amien justru “memaksa” Mumtaz kampanye di daerah kering, agar dapat membuktikan dirinya layak menjadi wakil rakyat, dan dia menasehati Mumtaz untuk meluangkan waktu membaca tiga jam sehari. Saat putri keduanya Tasniem Fauzia sekolah di Singapore, Amien bahkan bangga karena Tasniem menyambi sebagai petugas pembuka pintu hotel bagi para tamu yang datang. Dan Amien berkata pada anak2nya “We are proud of you for living from the scratch”. Begitulah Amien lepas dari pro dan kontra terhadap sosok-nya bagaimanapun memberikan pelajaran bagi kita semua, terima kasih Amien.

No comments: