Wednesday, April 25, 2012

Yes Concert - Jakarta 24/4/2012

Karena jam 18:00 salah seorang rekanan milis sudah memberitahu untuk sebelumnya menukarkan kuitansi dengan tiket, maka sehabis maghrib saya langsung meluncur ke One Pacific Place, namun lalu lintas yang luar biasa padat pada jam segituan di Sudirman, membuat saya mengambil putusan untuk kerja sama dengan bang Ojek yang biasa mangkal di depan kantor. Dan dengan helm pinjaman si abang yang entah sudah berapa ratus kali dipakai oleh para pelanggan-nya (terdeteksi dari baunya yang sudah tidak jelas) , saya pun landing persis di depan lobby, dan dengan gagahnya (meski hanya dengan kaos polos, bahkan tanpa tulisan “No” sekalipun)  langsung menuju venue di Ritz Carlton Ballroom,  lantai 4. Sempat sedih juga mengingat Si Sulung yang sangat bersemangat ingin join namun tak mendapat restu , karena harus mengorbankan sekolah.

Saat melihat ruangan, saya langsung agak kecewa karena konfigurasi-nya lebih mirip dengan acara menikah alias datar sd bibir panggung, sehingga penonton di belakang harus mencari posisi yang pas diantara kedua kepala penonton didepan-nya. Penonton sendiri malah didominasi usia 50 an, sekitar 10 tahun lebih dewasa di banding penonton DT di MEIS beberapa hari sebelumnya, namun tentu saja ada beberapa penonton cilik, termasuk anak kecil didepan saya, yang sepanjang show lebih senang memainkan tiang bertali yang berfungsi memisahkan kelas penonton dibanding menyaksikan Chris Squire beraksi. Namun tidak banyak orang yang wara wiri menggunakan kaos hitam berlogo Yes, karena kalah dengan seragam penonton yang baru pulang kantor, alias kemeja tangan panjang dan sepatu gelap, apalagi karena salah satu penonton notabene merupakan salah satu Dirut perusahaan telekomunikasi paling besar di Indonesia dan didampingi  para staf-nya (yang mungkin menonton karena terpaksa he he).

Berbeda dengan konser DT yang lalu, promotor yang sama kali ini mengambil inisiatif untuk menempatkan seorang MC untuk membuka acara, meski dari pembukaan sampai dengan Yes masuk ternyata tidak sebentar juga menunggunya, namun lumayan lah untuk memberi informasi bagi penonton yang sudah resah menanti.


Lalu muncullah Yes langsung menggebrak dengan track “Yours Is No Disgrace” dan langsung diikuti serbuan penonton kelas jauh (silver) ke kelas dekat (gold) secara massal, berhubung kelas dekat ternyata masih agak lowong, dan para pemiliknya lebih senang menunggu di luar sampai menjelang detik2 konser berlangsung. Dengan demikian saya yang memilih tetap duduk di kursi saya sendiri sama sekali tidak bisa melihat konser dengan jelas, karena dihalangi ratusan orang yang berdiri sambil mencari kursi kelas dekat. Bagi saya situasi ini sangat menyedihkan, karena dengan penonton yang jauh lebih dewasa tentu kita mengharapkan konser yang tertib. Setelah track pertama usai, penonton yang masih duduk berteriak teriak “Duduk ! duduk ! “ secara berulang ulang sehingga memaksa penonton yang ke depan dan berdiri namun tidak kebagian kursi, mencari tempat duduk kembali.

Saya pribadi agak heran, dengan orang2 yang dengan cueknya berdiri begitu saja didepan orang yang sedang duduk, sampai2 saya harus mencolek beberapa kali orang2 seperti itu untuk memberi tahu bahwa tindakan-nya sama sekali tidak sopan. Bahkan ada dua orang pria yang secara bergantian dengan narsis-nya foto2 didepan Yes yang sedang konser dan tetap melakukan hal itu dengan cueknya meski sikap mereka membuat penonton lainnya terhalangi dan terganggu, sehingga saya ragu tujuan mereka datang ke konser Yes.

Agak sedikit kaget melihat sosok Howe yang terlihat sangat sangat tua (mirip Einstein sedang puasa dua bulan berturut turut namun tanpa kumis) tapi petikan jari idola banyak gitaris progressive  ini masih maut walau nada2nya kadang kurang bersih. Begitu juga dengan Squire yang menjadi begitu tambun, namun yang paling membuat kaget adalah suara Davison, yang benar2 seperti suara Anderson, meski untuk nada2 tertentu, Davison membuatnya menjadi lebih rendah. Dengan tampang Steve  Morse namun dengan gerak tubuh feminin, Davison membuktikan Howe dan Squire tidak salah pilih. Sayangnya penampilan ketiga tokoh ini tidak tertolong oleh performansi White yang terlihat kedodoran (terutama saat memainkan track-nya Bruford dari album “Fragile”), dan Downes yang jujur saja menyedihkan (apalagi kalau harus dibandingkan dengan Wakeman).

Lalu dilanjutkan lagi dengan track2 lain, namun bukan track2 dari Fly From Here yang membuat saya kaget (karena belum hapal), justru track “Owner of a Lonely Heart” yang nota bene memainkan power chord dan solo aneh Rabin (sementara kita tahu Howe lebih menyukai gaya petikan), namun dengan “nekat”-nya dimainkan Howe, dan jelas saja hasilnya tidak begitu sukses khususnya saat memainkan solo2 Rabin. Secara keseluruhan track yang dibawakan adalah “Yours Is No Disgrace” (yang sangat cocok sebagai pembuka), “Tempus Fugit”, “I’ve Seen All Good People”, “Life On Film Set”, “And You And I”, “Solitaire”, “The Clap” , “Fly From Here”, “Wonderous Stories”, “Into The Storm”, “Heart of Sunrise”, “Owner a Lonely Heart”, “Starship Trooper”, lalu Yes pura2 turun panggung, menunggu penonton berteriak We Want Moore ! berulang ulang, dan lantas ditutup dengan “Round About” yang intronya sangat akrab dengan penggemar Yes, dan lagi2 ratusan penonton maju kedepan.

Hal lain yang menarik, video yang menjadi latar sangat bagus dan cocok dengan setiap lagu yang dibawakan,terutama  ketika di video diputar obyek mercu suar, laut yang bergelora dan suasana hujan sangat terlihat kualitas artistik video yang ditampilkan, begitu juga animasi ala Roger Dean, namun kualitas lighting-nya sangat jauh dari DT kemarin. Sepertinya cukup banyak selebriti yang datang dalam acara ini, termasuk vokalis yang mengaku rock, namun suara lebih mirip Rod Stewart serta salah satu dedengkot vokal metal yang cukup sering muncul di acara rock tv. Sama sekali tidak menyesal menonton konser mereka, musik Yes sudah banyak berjasa dalam mewarnai hidup saya sejak zaman sekolah menengah, khususnya album “Fragile”, dan “Close To The Edge” yang benar2 psychedelic.


No comments: