Buku ini mengingatkan saya saat masih mahasiswa dan kerja praktek di RCTI, serta menumpang tinggal di rumah salah seorang sahabat di Pasar Minggu. Adik bungsu-nya memiliki buku Elie Wiesel, salah sorang tokoh terkenal korban holocaust. Saat itu saya membaca-nya tanpa ada prasangka apa2. Buku ini juga mengingatkan saya akan buku The Diary of Anne Frank koleksi ayah yang saya baca saat sekolah dasar. Namun hari ini setelah menamatkan karya Finkelstein, mata saya terbuka betapa holocaust sudah berubah menjadi organisasi pemerasan dan justru mengabaikan korban yang sebenarnya.
Di Amerika ada sekitar enam museum holocaust, meski kejadian-nya di Jerman, dan anehnya tak ada museum bagaimana Amerika membantai Indian, Vietnam, Iraq, Afghanistan dan tentu saja Hiroshima-Nagasaki. Tentu saja ini merupakan hal yang ganjil. Dan tak banyak orang yang tahu bahwa korban Nazi bukan cuma Yahudi, tapi juga hampir setengah juta kaum gypsi dan korban2 lain khususnya kaum cacat, yang juga menjadi sasaran.
Secara khusus di Vietnam saja, 4 sd 5 juta penduduk tewas dan 9 ribu dusun, 25 juta acre tanah pertanian, 12 juta acre hutan, 1,5 juta hewan ternak, hancur karena Amerika ditambah munculnya 200 ribu pekerja seksual, 879 ribu anak2 tanpa orang tua, 181 ribu orang cacat dan satu juta janda. Namun Amerika menolak untuk memberi ganti rugi sementara di saat yang sama Amerika menuntut kompensasi bagi Yahudi pada negara2 Eropa.
Terbagi menjadi dua edisi, buku yang pada awalnya relatif tipis ini, dilengkapi lampiran pada edisi kedua, sekaligus mengcounter penyangkalan terhadap buku ini. Buku ini bercerita bagaimana sekumpulan orang yang mengatasnamakan kelompok Yahudi yang menjadi korban Nazi dalam perang WW2, berusaha untuk menarik kembali asset rekening tidak aktif dari perbankan Swiss, kompensasi perang dari Jerman serta Prancis, namun tak benar2 memperjuangkan korban yang sebenarnya.
Finkelstein juga membongkar kebohongan beberapa buku karya orang2 yang terinspirasi Elie Wiesel. Karya2 tersebut ternyata merupakan produk imajiner yang tak sinkron dengan situasi pada masa itu. Namun karya2 tersebut sempat digunakan industri holocaust untuk mengklaim kebenaran versi mereka.
Tidak hanya itu Finkelstein juga mengungkapkan bagaimana standar ganda diterapkan oleh Amerika, seperti di satu saat Hillary Clinton menyuarakan nasib korban holocaust namun di saat yang berbeda dia mendukung penolakan pengungsi kuba yang meninggalkan negerinya untuk menyelamatkan diri ke Amerika.
Siapa Norman Finkelstein ? Uniknya ia justru seorang Yahudi dan juga nyaris tewas bersama kaum-nya di kamp konsentrasi Nazi. Karena latar belakang-nya yang hati2, moderat maka sejarawan seperti Raul Hilberg justru menganggap kesimpulan Finkelstein bisa dipercaya.
Buku ini tidak terlalu enak dibaca meski cukup menarik secara fakta, lebih mirip buku teks / riset yang memuat hal2 yang dilakukan aktor2 di industri holocaust. Kenapa lebih seperti riset ?, misalnya Finkelstein bahkan menggunakan nyaris 80 halaman terakhir untuk menuliskan semua referensi yang dia gunakan. Uniknya salah satu bagian paling menarik dari buku ini justru kata pengantar yang dibuat oleh Smith Alhadar.
Di Amerika ada sekitar enam museum holocaust, meski kejadian-nya di Jerman, dan anehnya tak ada museum bagaimana Amerika membantai Indian, Vietnam, Iraq, Afghanistan dan tentu saja Hiroshima-Nagasaki. Tentu saja ini merupakan hal yang ganjil. Dan tak banyak orang yang tahu bahwa korban Nazi bukan cuma Yahudi, tapi juga hampir setengah juta kaum gypsi dan korban2 lain khususnya kaum cacat, yang juga menjadi sasaran.
Secara khusus di Vietnam saja, 4 sd 5 juta penduduk tewas dan 9 ribu dusun, 25 juta acre tanah pertanian, 12 juta acre hutan, 1,5 juta hewan ternak, hancur karena Amerika ditambah munculnya 200 ribu pekerja seksual, 879 ribu anak2 tanpa orang tua, 181 ribu orang cacat dan satu juta janda. Namun Amerika menolak untuk memberi ganti rugi sementara di saat yang sama Amerika menuntut kompensasi bagi Yahudi pada negara2 Eropa.
Terbagi menjadi dua edisi, buku yang pada awalnya relatif tipis ini, dilengkapi lampiran pada edisi kedua, sekaligus mengcounter penyangkalan terhadap buku ini. Buku ini bercerita bagaimana sekumpulan orang yang mengatasnamakan kelompok Yahudi yang menjadi korban Nazi dalam perang WW2, berusaha untuk menarik kembali asset rekening tidak aktif dari perbankan Swiss, kompensasi perang dari Jerman serta Prancis, namun tak benar2 memperjuangkan korban yang sebenarnya.
Finkelstein juga membongkar kebohongan beberapa buku karya orang2 yang terinspirasi Elie Wiesel. Karya2 tersebut ternyata merupakan produk imajiner yang tak sinkron dengan situasi pada masa itu. Namun karya2 tersebut sempat digunakan industri holocaust untuk mengklaim kebenaran versi mereka.
Tidak hanya itu Finkelstein juga mengungkapkan bagaimana standar ganda diterapkan oleh Amerika, seperti di satu saat Hillary Clinton menyuarakan nasib korban holocaust namun di saat yang berbeda dia mendukung penolakan pengungsi kuba yang meninggalkan negerinya untuk menyelamatkan diri ke Amerika.
Siapa Norman Finkelstein ? Uniknya ia justru seorang Yahudi dan juga nyaris tewas bersama kaum-nya di kamp konsentrasi Nazi. Karena latar belakang-nya yang hati2, moderat maka sejarawan seperti Raul Hilberg justru menganggap kesimpulan Finkelstein bisa dipercaya.
Buku ini tidak terlalu enak dibaca meski cukup menarik secara fakta, lebih mirip buku teks / riset yang memuat hal2 yang dilakukan aktor2 di industri holocaust. Kenapa lebih seperti riset ?, misalnya Finkelstein bahkan menggunakan nyaris 80 halaman terakhir untuk menuliskan semua referensi yang dia gunakan. Uniknya salah satu bagian paling menarik dari buku ini justru kata pengantar yang dibuat oleh Smith Alhadar.
No comments:
Post a Comment