Monday, August 12, 2013

Inspirasi dari Jawa Timur #14 of 14 Batu – Surabaya


Sebelum meninggalkan Batu atas rekomendasi Mas Yudi, kami mampir ke Bakwan Malang Mentawai di Jln WR Supratman. Namun sayang-nya meski Mas Yudi mengatakan bakwan ini halal, ternyata menurut informasi yang saya dapat belakangan, lokasi ini juga jualan siomay babi dan baso babi, waduh sepertinya saya tidak akan kesini lagi. Maklum meski yang kita makan baso sapi, bisa jadi dalam proses masak-nya terjadi pencampuran. Sangat disayangkan penjual tidak mengatakan apa2 ketika istri dan anak perempuan saya yang jelas2 berjilbab datang untuk makan. Sejujurnya saya jadi merasa dijebak. Namun semua ini tetap terjadi dengan ijin-Nya dan semoga menjadikan saya dan keluarga lebih hati2 lagi kedepan-nya.




Perjalanan kami lanjutkan langsung ke Surabaya, sayang jalan macet luar biasa, sehingga rencana ulang ke Jalasveva Jayamahe gagal. Ada beberapa kuliner menarik seperti Sate Bunul di Pasuruan dan Resto Kepiting Cak Gundul di Pandaan, namun perut sudah penuh, apalagi kakak juga membawakan oleh2 Croissant satu kotak.  Kue yang sebenar-nya secara sejarah merupakan penghinaan bagi pendudukan Turki di kawasan Eropa karena bentuk-nya yang menyerupai Bulan Sabit.

Sesampai di Surabaya, kami ke Zangrandi, duh lagi2 belum buka, jadi kami lanjut ke Soto Ambengan Pak Sadi jalan Ambengan 3A. Ini baru Pak Sadi yang asli, yang nama jalan-nya dan nama soto-nya persis sama. Lagi2 kami dikejutkan dengan sambal ala Jawa Timur yang memang kerap membakar. Dari sini kami kembali ke Masjid Cheng Ho yang kebetulan berdekatan, untuk shalat sambil beli souvenir masjid yang unik ini.





Selanjutnya kami ke Jalan Genteng beli beberapa oleh2 di Wisata Rasa. Beberapa yang unik seperti almond choco cheese, almond crispy cheese (seperti opak namun dengan tambahan topping modern), lapis surabaya, telur teripang dan kripik apel. Selebihnya mirip oleh2 khas Jawa Barat. Untuk menjadi perhatian, jika membeli oleh2 di sini ketika karyawan toko mengepak  oleh2  yang kita beli harus dicek lagi, karena entah disengaja atau tidak, pengalaman kami ada oleh2 yang sudah dibayar tapi ketika kotaknya kami buka di rumah barangnya tidak ada.





Dari Wisata Rasa kami kembali ke Zangrandi, hemm 3x datang baru yang ketiga berhasil, dan soal rasa, agak anti klimaks sih, apalagi banana split yang memang andalan-nya ternyata sedang habis namun Zangrandi memang memiliki sejarah panjang tiga generasi yang tidak bisa dinilai dari sekedar rasa. Sayang tukang kacang rebus yang memang "pasangan"-nya terlambat datang. Istri saya bilang kalau bicara rasa susu sebenarnya Walls atau Campina bahkan lebih mantap, namun sekali lagi sejarah kadang memang jadi faktor pembeda.



Konon kabar-nya Es krim ini didirikan sejak tahun 1930 oleh warga negara keturunan Italia bernama Renato Zangrandi. Nasib baik membuat bisnis Zangrandi tidak hancur dalam penjajahan Belanda. Hal ini bisa terjadi karena muda mudi Belanda dimasa itu adalah penggemar Zangrandi juga. Lokasinya yang berhadapan2an dengan Balai Pemuda konon kabarnya merupakan daerah gaul anak2 muda masa itu. Es krim ini dibuat secara hand made. Selain Es Krim ada juga Pizza, hanya saja sepertinya masih lebih mantap Pizza Hut, namun ya itu lagi2 sejarah yang membuat Zangrandi terkesan istimewa.

Tidak heran sampai sekarang, meski sudah 80 tahun, kedai es krim Zangrandi tetap eksis. Dan saat kami kesana, justru baru selesai melakukan renovasi, sampai2 celana panjang istri terkena cat merah dari kursi rotan di bagian depan.
Saya bertemu dengan seorang pria setengah baya, yang mengaku penggemar Zangrandi. Beliau mengatakan saat ini Zangrandi sudah tidak dikelola oleh Zangrandi atau keturunan-nya melainkan sebuah keluarga yang sudah 3 generasi turun temurun mengoperasikan restoran ini.

Lalu kami ke Gubeng,sekaligus mengakhiri perjalanan seru lima malam enam hari di Surabaya, Batu, dan Bromo. Rute ini menggunakan KA Turangga, namun sebenar-nya jika ingin lebih praktis dapat menggunakan KA Malabar (Malang - Bandung Raya) karena tidak perlu ke Surabaya. Meski tiketnya hanya berbeda kurang dari Rp. 100.000 dengan pesawat, namun anak2  yang sudah lama tidak naik kereta, lebih memilih moda transportasi ini. Akhir kata, sejauh-jauhnya perjalanan tapi pasti akan kembali  juga, selama-lamanya liburan akan berakhir juga , namun perjalanan kali ini tetap memberikan warna yang mengasikkan bagi petualangan kami.

No comments: