Thursday, September 14, 2017

Jelajah Cirebon Part #7 dari 9 : Taman Goa Wisata Sunyaragi dan Alamanis Resort


Akhirnya jam 13:50 setelah menempuh sekitar 6 km dari lokasi H. Apud, kami pun sampai di Gua Sunyaragi yang terletak di lahan seluas 15 hektar, berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi. Lokasi ini kadang disebut Taman Air Sunyaragi atau Tamansari Sunyaragi. Dalam Bahasa Sansekerta "Sunya" artinya adalah sepi sedangkan "Ragi" berarti raga, sesuai tujuan Sultan Cirebon dan keluarga kerajaan yang menjadikan tempat ini sebagai tempat beristirahat dan meditasi.




Kompleks yang memiliki dua versi tahun pembuatan ini (1703 vs 1529) memiliki berbagai tempat untuk berbagai kepentingan seperti pos penjaga, tempat pembuatan senjata, tempat bersantai, tempat bertapa, tempat kelelawar, dapur, mushalla, tempat Sultan memberikan wejangan bahkan tempat lokasi prajurit berlatih. Karena kelengkapan ini maka Sultan saat perang dengan Belanda sempat menjadikan tempat ini sebagai benteng, sehingga sempat dirusak oleh Belanda.




Gua Sunyaragi yang memadukan arsitektur India/Hindu, China, Timur Tengah, dan bahkan Eropa ini dipercaya masyarakat setempat sebagai lokasi yang berbau mistis.  Misalnya keyakinan adanya lorong yang tersambung ke Gunung Djati bahkan Arab dan China. Mengingat sejarahnya sayang sekali belum terlihat perhatian khusus dari Pemerintahan Cirebon untuk membuat tempat unik ini menjadi lebih nyaman bagi wisatawan, meski menurut kebanyakan pengunjung situasi saat ini jauh lebih baik dibanding masa sebelumnya saat masih dikelola kerajaan. 

Setelah puas menikmati keunikan Taman Gua Sunyaragi, kami langsung menuju lokasi Alamanis Resort,  lokasi penginapan malam kedua, kira-kira 10 km dari Gua Sunyaragi, tepatnya di kawasan Bukit Gronggong yang biasa dilewati jika mau menuju Kuningan.

Kejutan buat kami, Alamanis Resort suasananya bagai rumah sendiri, berhalaman luas, terdiri dari kumpulan cottage yang didesain dengan gaya klasik, pepohonan lebat, kolam dan gentong-gentong air untuk mensiasati cuaca Cirebon yang relatif panas. Singkatnya penampilan layaknya Desa Ubud namun berlokasi di Cirebon. Nyaris semua bahan bangunannya menggunakan bahan-bahan tempo dulu seperti genteng tua, kusen tua, tempat tidur tua namun disusun dengan cara yang berkelas. Dominasi hiasan kayu terlihat dimana-mana dan sepertinya tidak ada kayu yang tidak digunakan di Alamanis Resort. Konsekuensi menginap disini salah satunya tidak diperkenankan merokok karena akan sangat berbahaya sekiranya terjadi kebakaran.




Setiap cottage dikenali dengan RT dan RW, ruang pertemuan seakan akan Balai Desa, swimmimng pool seakan akan telaga, gift shop seakan akan warung dan seterusnya dll. Jalan yang agak besar memiliki nama jalan, sedangkan yang kecil diberi nama gang. Hanya saja tempat ini kurang cocok bagi usia lanjut mengingat banyaknya tangga, disebabkan kontur tanahnya di lembah perbukitan Gronggong.











Kamar mandinya juga unik, karena salah satu sisi dindingnya relatif terbuka menghadap halaman belakang sehingga mengingatkan saya akan Qunci Villas di Lombok. Ajaibnya setiap cottage boleh dibilang unik, karena memiliki desain masing-masing dengan bentuk ruangan yang tak selalu harus menyiku. Saat malam hari bunyi jangkrik bersahut-sahutan sementara di pagi hari burung-burung menyambut setiap tamu dengan cicitan khas.  Secara lokasi Alamanis juga relatif sangat dekat dengan gerbang tol GT Ciperna, untuk kembali ke Bandung atau Jakarta.  

Silahkan klik untuk membaca link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2017/09/jelajah-cirebon-part-8-dari-9-kuliner.html

No comments: