Akhirnya setelah tiga tahun penantian dan menolak semua lamaran yang datang, pada tahun 1960 sekitar dua setengah tahun setelah berpulang-nya kakak-ku, suami ku datang kembali ke Padang Sidempuan, kami sempat bertemu di rumahnya dengan skenario yang diatur oleh Mayurida. Ternyata saat itu hanya ada dia di rumah, dan untuk pertama kali dia memegang tanganku dan menyampaikan lamaran secara pribadi. Saat itu jantung-ku berdebar debar kencang, untuk masa itu dan gadis pingitan seperti aku, memegang tangan merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan dan tidak biasa.
Tak berapa lama keluarga suami melamarku, dan meski Ayah ragu, aku berkeras menjawab “ya”. Dan bahkan aku meminta Ayah menurunkan nilai emas kawin agar tidak memberatkan keuangan suamiku yang baru saja diterima di Akademi PTT di Bandung. Pesta pernikahan kami dirayakan tiga hari dua malam dengan sangat meriah. Ketika melintasi Medan, aku berziarah di makam kakak, hati-ku sangat sedih melihat makam-nya yang ditumbuhi ilalang dan tidak terawat dan aku memanjatkan doa padanya dengan berurai air mata. Beberapa hari setelahnya aku dan suamiku menaiki kapal menuju Jawa.
No comments:
Post a Comment