Tuesday, March 13, 2012

Indonesia Mengajar - Anies Baswedan

Karena sebelumnya saya sempat menonton tentang “Indonesia Mengajar”  di acara Kick Andy, maka ketika melihat buku ini tanpa pikir panjang langsung saya comot dua, satu untuk salah seorang teman di Kantor (fans Anies Baswedan yang sedang merintis usaha sekolah di kampung halaman-nya)  dan satu untuk saya baca sendiri.  Jujur saya berharap dapat melihat satu cerita utuh, namun yang saya dapat adalah kumpulan cerita berbagai gaya yang tak semuanya menarik dibaca. Sepertinya karena kemampuan menulis yang berbeda beda, maka ada yang bener benar menyentuh seperti dua cerita pertama sehingga membuat kita berkaca-kaca, namun ada juga yang garing dan tak jelas mau kemana.

Ada juga pengajar muda  yang mengutip kata2 berbahasa Inggris, seakan akan tidak memiliki kebanggaan menggunakan bahasa sendiri dan tidak menemukan padanan-nya dalam Bahasa Indonesia. Saya jadi ingat Pramoedya, yang begitu bangga-nya dapat menggunakan Bahasa Indonesia sampai2 dia bersumpah tak lagi menggunakan Bahasa Jawa, dan hebatnya karya beliau dalam Bahasa Indonesia justru di publikasikan dalam lebih dari 40 bahasa di dunia.



Secara umum setengah dari total bab dalam buku ini sangat inspiratif, ada yang bercerita mengenai keindahan lokasi, bangunan sekolah yang menyedihkan, profesi masyarakat di lokasi, suka duka mengajar serta karakter beberapa anak yang bahkan diabadikan menjadi judul. Beberapa yang kocak adalah permintaan nama bagi bayi yang baru lahir pada salah satu pengajar muda, ataupun anak2 yang selalu mengantar dan menjemput guru2 yang mereka cintai dan sebaliknya. Tidak aneh kalau tokoh pendidikan Indonesia Arief Rahman ketika melepas para pengajar muda berpesan agar  anak2 muda ini jangan sampai jatuh cinta, karena kemudian itulah yang mereka rasakan, untung saja cinta mereka adalah untuk murid2 sekolah dasar di semua daerah penugasan dan bukan pada orang tua murid he he.

Kita juga dapat melihat potret pendidikan Indonesia, dimana anak yang masih harus bersekolah malah terpaksa membantu orang tua-nya bekerja, kekerasan di beberapa daerah yang merupakan tradisi dalam mendidik anak dan bahkan dianjurkan oleh guru2 senior,  gedung sekolah yang mau rubuh, belum masuk-nya listrik, serta infrastruktur lain-nya yang menyedihkan. Salah satu cerita berkesan adalah buku dalam kemasan yang tak pernah dibuka  karena kuatir kotor sedangkan perlakuan paling buruk dari sebuah buku adalah justru dengan tidak membaca-nya. Lewat buku ini kita diingatkan bahwa Indonesia masih jauh dari sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. 

Lewat buku ini kita terpesona melihat bagaimana Anies Baswedan mencetak Bapak dan Ibu Muslimah, tokoh pendidik  idealis dalam Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Sungguh kalimat “Setahun Mengajar, Seumur  Hidup Menginspirasi” sangat tepat menggambarkan indahnya program ini. Saya sempat berpikir kalau saja saya seumuran dengan anak anak muda “Indonesia Mengajar”, rasanya saya tidak akan berpikir panjang untuk mendaftarkan diri dalam kegiatan ini. Salut bagi lebih dari seribu anak muda Indonesia yang memutuskan untuk mengikuti program ini, meski hanya segelintir yang lolos seleksi. Meski demikian timbul pertanyaan dalam hati saya kenapa yang terpilih didominasi PTN seperti ITB, UI, UGM, dll sedangkan dari PTS nyaris tak terlihat. Akhir kata ini terlepas dari segala kekurangan, ini buku yang menginspirasi dan layak anda koleksi.

2 comments:

Unknown said...

bang, udah baca buku the brain changer belum???
needs review nih dari abang....

Husni I. Pohan said...

Nah buku itu belum saya baca, saat ini masih ada seratusan buku yang sudah dibeli namun menunggu waktu eksekusi :), btw thx atas masukannya.