Thursday, March 01, 2012

Pengusaha Rock’n Roll - Intan Pratiwi

Bayangkan jika anda harus membuat sebuah tempat kursus musik, pastinya anda akan memulainya dari survey lokasi, sewa atau beli lokasi yang diinginkan, menyiapkan fasilitas di lokasi seperti ac, kursi, dll beli peralatan musik, cari guru, pasang iklan lalu cari murid kan ? Sebaliknya Intan, dia cari murid dulu, baru cari guru, kemudian minta guru kontak murid untuk set skedul, lalu menyiapkan tempat, dan sambil jalan mulai melengkapi alat musik, ac, kursi sampai dengan white board sesuai kebutuhan saat itu. Dia juga membuat skema bagi hasil dengan guru dan dengan demikian guru akan senang kalau tambah murid, karena pendapatan guru pun ikut naik.



Cerita menarik saat membuat majalah “Gitar Plus” juga dijelaskan oleh Intan, saat pengusaha lain membutuhkan ratusan juta untuk menyiapkan kantor di lokasi bergengsi, furnitur kantor termasuk ac, mempekerjakan puluhan staff, Intan sebaliknya dengan biaya seperlima-nya berdesak-desakan di kantor yang sempit serta panas, rebutan kipas angin yang cuma satu-satunya dan sudah tidak bisa geleng2  kiri kanan, antri komputer “lemot” yang cuma dua biji untuk menyiapkan artikel, jumlah staf yang gak lebih dari lima termasuk dia dan suami-nya dan sudah berani menjual ke distributor walaupun baru selesai cover-nya saja serta Intan bahkan tidak mengerti apa yang dimaksud dengan faktur saat harus kerja sama dengan distributor. Faktanya saat ini “Gitar Plus” sudah bertahan 10 tahun, dan masih menjadi satu2-nya majalah gitar di Indonesia, sementara rekan-nya yang memulai dengan modal yang jauh lebih besar justru harus gulung tikar.

Begitulah Intan pemilik majalah "Gitar Plus", satu demi satu bisnis dia lahirkan dengan cepat dan selalu berusaha duduk bareng dengan team serta partner untuk mencari solusi terbaik, dan sama sekali tidak takut gagal serta selalu siap bangkit kembali jika jatuh. Dimulai dengan berhenti kerja bersama suami, lalu Gitar Plus lahir, toko peralatan musik, tempat kursus sampai dengan event organizer untuk acara yang berhubungan dengan gitar. Tidak tanggung2, sambil bisnis di beberapa bidang diatas, dia juga sempat berjualan kasur, namun karena dikritik terus menerus oleh suami-nya karena gak nyambung dengan gitar (padahal kan gitaran bisa juga dilakukan diatas kasur he he). Intan akhirnya kembali fokus ke bisnis utama-nya. Pertimbangan kembali ke bisnis utama salah satunya adalah karena bisnis kasur hanya untuk dirinya sendiri, sedangkan bisnis gitar bisa untuk menghidupi lebih banyak karyawan, meski di toko musiknya dia juga masih saja "gatal" dengan menjual kopi (dengan dispenser) dan bahkan menjual buku yang dia buat sendiri.

Kini  Intan sudah melahirkan buku kedua, setelah buku pertama-nya “Bermain Dengan Uang” laris manis di pasaran. Gaya bisnis yang unik, meski terlihat nekat namun sebenarnya tetap penuh perhitungan, kreatif, dan langsung turun ke lapangan dia lakoni dengan hati gembira. Bahkan ketidak pahaman-nya soal sound system, lighting maupun gitar, sama sekali tidak menghalangi-nya untuk menjalankan bisnis ini. Intan juga terus menerus mengembangkan networking seluas-luasnya mulai dari direktur perusahaan atau bahkan cuma sekedar supir di kota dimana event Gitar diadakan.

Buku ini sangat enak dibaca, pada bab tertentu bahkan saya benar2 terkekeh kekeh sendirian yaitu ketika Intan menceritakan, bagaimana proses peminjaman bank mengharuskan dia negosiasi dengan staf Bank yang sangat “lemot”,sehingga dia terpaksa memilih Bank lain untuk mempercepat proses pencairan kredit. Jadi lewat buku ini Intan membuktikan bahwa dia bukan cuma berbakat bisnis terkait gitar (toko, event, kursus dan majalah), jualan kasur, ataupun kopi, dia juga bahkan sangat berbakat membuat buku yang enak dibaca.

No comments: