Sunday, September 18, 2016

Riwayat Baginda Karapatan #10 dari 17 Anak ke #2 : Salbiah Pohan


Menikah dengan : Paramean Siregar

Putra dan Putri sbb;
  • Ruslan Siregar (Alm)
  • Dahrun Siregar
  • Tati Siregar
  • Tita Siregar
  • Pian Siregar
  • Sarpin Siregar
  • Ispi Siregar

Pasir Halus Sebagai Pemutih Kulit

Tak banyak cerita mengenai Salbiah Pohan, salah satunya adalah pada zaman saat pemutih kulit seperti Ponds belum dikenal. Suatu hari Nursiti Siregar mendapati anak lelaki bungsunya (alias ayah) menangis merintih kesakitan, dengan sekujur badan kemerah2an.

Maua do anggi mon inang (kenapa adikmu ini nak ?)

Tanya beliau kepada Salbiah Pohan yang ditugaskan untuk mengasuh Sang Adik.

Ama na lom2 ia umak jadi ke au tu aek u gosok sibuk nia gogo-gogo dohot pasir halu I …. anso bottar ia (Hitam kali dia mak, jadi aku bawa di ake sungai dan aku gosok keras2 dengan pasir halus di sungai .. biar putih dia ,.. !)  

jawab Salbiah Pohan

Alaa.. inang, sannari do na lom lom anggi mon.. tokkin nai ama ma bottar do on Inang ...(Lahh… nak, sekarang memang dia hitam .. nanti lihat kalo sudah besar .. dia akan menjadi putih ..)


Salbiah Pohan Saat Tua

Pemusnahan Baju-Baju Jelek

Jika sedang ada panen, biasanya sebagai anak boru, maka suami Salbiah Pohan yakni Paramean Siregar ikut bekerja dengan penuh semangat di sawah mertuanya. Jika Paramean Siregar sosok pekerja keras, maka istrinya Salbiah Pohan terkenal rapi. Demikian rapinya sehingga jauh-jauh hari sebelum Salbiah Pohan berkunjung ke rumah Nursiti Siregar, ibunya, maka Nursiti Siregar akan menyembunyikan baju jelek yang biasa dipakai ke sawah, agar tidak dibakar oleh Salbiah Pohan seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya.


Salbiah Pohan Saat Muda


Menggantikan Peran Orang Tua di Sipirok.

Saat mengetahui ketiga anak lelakinya menderita, seperti yang pernah diceritakan sebelumnya, Baginda Karapatan, langsung menuju rumah sanak saudara tempat beliau menitipkan ketiga anak lelakinya. Pada hari itu juga beliau membeli rumah di Sipirok, lantas memindahkan ketiga anak lelakinya segera. Untuk memastikan ketiga anaknya dalam keadaan baik-baik saja, maka beliau memerintahkan putri keduanya alias Salbiah Pohan yang saat itu sekolah Kepandaian Putri untuk menjaga ketiga adiknya. 

Lalu beliau mengirimkan dana operasional setiap bulan yang dipercayakan pada Salbiah Pohan. Saat itu sedang banyak pertujukan Opera Keliling yang biasanya dibawakan oleh komunitas Batak Toba. Dan sebagai remaja putri, Salbiah Pohan selalu menyempatkan diri mengunjungi Opera Keliling tersebut, dan kadang melupakan ketiga adik-adiknya.

Nasi Campur Padi

Seperti yang pernah ditulis sebelumnya nyaris semua anak perempuan Baginda Karapatan kerap sekali menangis jika bertemu saudara-saudaranya, khususnya setelah masing-masing berumah tangga. Analisa ku barangkali hal ini terjadi karena

  • Kenangan masa kecil.
  • Kerinduan akan sosok masing, apalagi saudara lelaki mereka sudah dipisahkan oleh Baginda Karapatan sejak masih remaja tanggung.
  • Rasa penyesalan akan peristiwa masa lampau.
  • Perasaan entah kapan mereka akan bertemu kembali.

Hal ini juga terjadi pada Salbiah Pohan, beliau kerap menangis dahsyat kala bertemu adiknya alias papa, selain karena upayanya “mengampelas” adiknya dengan pasir halus, juga karena teringat saat Salbiah Pohan kerap kali sebelum menonton Opera, adik lelaki bungsunya yang kelaparan diminta untuk masak sendiri saja.

Ketika pulang dari pertunjukkan Opera alangkah kaget dan sedihnya dia ketika melihat adiknya memasak sendiri beras dengan begitu banyak campuran padi, dan tertidur kelelahan disamping piring nasi campur padi  yang tak sanggup dihabiskan oleh Sang Adik. Tak aneh bertahun tahun kemudian, dia sering meraung sambil menjeritkan penyesalannya akan masa lalu tersebut khususnya jika bertemu ayah.


Salbiah Pohan dan Paramean Siregar


Kuping Dihajar Baginda

Suatu hari saat Baginda Karapatan berkunjung ke rumah tersebut, ternyata dia menilai Salbiah Pohan kurang bersungguh-sungguh sekolah, sementara beliau menyadari kekurangan dirinya sendiri yang buta huruf dan pentingnya sekolah. Tak sabar beliau lalu mengambil tanaman merambat dihalaman dan langsung mencambuk kepala putri keduanya. Salbiah Pohan menangis meraung sambil memegang kupingnya yang berlumuran darah. Belakangan Salbiah Pohan mengalami masalah pendengaran di salah satu kupingnya sejak itu.

Tak aneh, bila salah satu sepupuku mengatakan, kalau saja itu terjadi di masa kini, barangkali Baginda Karapatan sudah dipanggil oleh KomNas ANak.  Demikianlah orang tua zaman dulu mendidik anak, komunikasi kerap kurang dan sering-sering disertai aksi kekerasan, namun demikian maksud mereka baik, setidaknya Sang Anak harus memiliki kualitas yang lebih baik dibanding mereka.

Lanjut ke Anak Ke #3 http://hipohan.blogspot.co.id/2016/09/riwayat-baginda-karapatan-11-dari-17.html

*Soal baju yang dibakar, kuping dihajar Baginda, dan menggantikan perang orang tua di Sipirok sesuai cerita Siti Hajar Lubis pada ku.
*Cerita lainnya sesuai catatan Anwar Syafri Pohan, saat mendengar cerita langsung dari Siti Hajar Lubis dan beberapa pengamatan langsung pada Salbiah Pohan. 


No comments: