Wednesday, December 07, 2011

CODEX - Rizki Ridyasmara

Kelamaan menunggu novel terbaru Dan Brown ?, untuk pencinta buku di Indonesia rasanya tidak perlu khawatir lagi, karena karya2 novel Rizki Ridyasmara sang “Dan Brown Indonesia”siap menemani anda.

Begitu melihat papan iklan di "Toga Mas" Buah Batu - Bandung saya teringat nama Rizki ini cukup akrab beberapa tahun yang lalu dan buku yang saya lihat saat itu di “Gunung Agung” Jakarta Pusat adalah “Knights of Templar, Knights of Christ”, hanya saja karena waktu itu tidak begitu kenal penulis-nya saya urung untuk menambahkannya dalam koleksi buku di rumah. Ketika saya melihat lagi buku2 karya Rizki Widyasmara yang terbaru, seperti “CODEX”, “The Jacatra Secret” dan “The Escaped” saya jadi penasaran. Karena kebetulan di “Toga Mas” Buah Batu hanya ada dua saja, maka saya putuskan untuk memboyong kedua buku ini dulu saja. Ternyata begitu memulai halaman2 pertama “CODEX” saya kok menangkap aura “Dan Brown” meski dengan setting cerita yang berbeda dan sebagaimana buku “Dan Brown” memang sangat sulit untuk berhenti membacanya. Akhirnya meski “CODEX” belum selesai, saya putuskan untuk langsung memburu “The Escaped”, dan di “Toga Mas” Supratman buku ini saya dapatkan juga meski  “Knights of Templar, Knights of Christ” masih belum berhasil saya dapatkan dan masuk menjadi target perburuan berikutnya.



Kembali ke CODEX, buku ini mengingatkan saya akan ceramah ustadz Jerry D. Gray di musholla Wisma Metropolitan, yang buku-nya “Deadly Mist” ternyata memang menjadi sumber inspirasi dari Rizki, dan lantas memutuskan untuk mengubah-nya menjadi novel dengan setting Milan, Venesia, Parma, dan Jakarta. Sebagaimana kisah di dunia nyata mengenai kematian ratusan ilmuwan secara misterius yang terkait program rahasia pemerintah Amerika dengan “lobby Yahudi” di belakang-nya begitu jugalah buku ini dimulai.

Dengan tokoh utama seorang ilmuwan wanita yang menjadi target perburuan CIA terkait bocornya informasi dalam sebuah microchip mengenai program pemerintah AS dalam mengurangi populasi manusia, serta mantan suaminya yang  berlatar belakang mantan pasukan SAS Australia yang memutuskan menjadi novelis di Jakarta, cerita inipun dimulai. Dua organisasi mafia Italia pun dlibatkan untuk menambah seru cerita, yang konon memang punya latar belakang kerja sama dengan CIA.


Cara bercerita Rizki juga sepertinya dipengaruhi gaya sinematografi , seperti perpindahan adegan satu ke yang lain. Bab2 singkat yang kadang hanya terdiri dari dua halaman, untuk menggambarkan adegan paralel. Dan akhirnya membentuk satu cerita utuh. Meski demikian, tidak ada yang sempurna, bagi saya cara Rizki mengutip kumpulan artikel internet mengenai keterlibatan AS dalam kolusi pemerintah (baca industri senjata) dan industri farmasi terlalu apa adanya sehingga pada bagian2 tertentu terkesan tidak seperti membaca suatu Novel. Ada baiknya bagian2 yang terlalu teknis seperti ini cukup dijadikan lampiran saja. Selain itu dalam percakapan tokoh2nya kadang topik mengenai Indonesia terlalu dipaksakan yang terkesan lebih menyuarakan pendapat Rizki secara pribadi.


Hal menarik lainnya adalah pengetahuan Rizki mengenai persenjataan yang boleh dikatakan mendetail, mengingatkan saya seperti yang ditunjukkan “Frederick Forsyth” dalam novel “The Day of The Jackal” yang termasyhur itu. Untuk hal ini boleh dikatakan Rizki melebihi  “Dan Brown”. Selain persenjataan, seluk beluk Venesia, Milan dan Parma yang mengesankan Rizki seakan akan pernah disana, serta sindikat mafia Italia, juga sangat menarik dan diceritakan secara detail termasuk arti kata Cosa Nostra, yang disinyalir oleh Rizki ada hubungannya dengan kolonisasi pasukan muslim pada daerah tsb beberapa abad yang lalu mengutip hadist Nabi mengenai “Sesungguh komunitas muslim  bagaikan satu tubuh…”. Tetapi yang paling menarik bagi saya adalah terbukanya misteri pohon “Gharqad” yang sering disebut sebagai pohon Yahudi, dan ada dalam salah satu hadist Nabi, yaitu tak lain dan tak bukan adalah pohon yang sangat akrab dengan dunia kita, yaitu pohon pinus, dan yang juga menjadi lambang Mossad, serta saat ini menjadi obyek yang digunakan dalam target penghijauan kawasan Israel.

Akhir kata, putusan Rizki Ridyasmara untuk menyampaikan fakta via novel,sepertinya patut diancungi jempol, meski publikasi dan penerbit yang dipilih mungkin tidak cukup "berusaha" menyampaikan karya bagus ini ke lebih banyak pembaca.



No comments: