Kali ini Ritchie menggambarkan pertemuan Holmes dengan Moriarty, dan bagi saya karya Sherlock Holmes nya Ritchie yang kedua ini jauh lebih memuaskan di banding karya sebelumnya. Kompleksitas masalah, lawan yang tangguh, lokasi yang eksotis, misteri yang dibangun membentuk film ini menjadi tontonan yang kuat. Dan enaknya sama sekali tidak diperlukan menonton ataupun mengingat ingat film sebelumnya untuk menikmati film ini.
Tidak seperti film pertama yang masih membingungkan kita dengan cara Ritchie menggambarkan kemampuan memprediksi Holmes, kali ini kita sudah lebih siap menyaksikan adegan yang muncul. Kembali memunculkan Irene Adler yang kalau dalam karya Sir Arthur Conan Doyle merupakan satu2nya wanita yang paling mungkin “dicintai” Sherlock Holmes meski setelah-nya memerankan peran-nya akan tetapi langsung menghilang karena di racun oleh Moriarty. Tak lupa dimunculkan juga Mycroft Holmes yang dalam buku digambarkan sebagai abang Holmes yang otak-nya bagaikan “walking dictionary“ sehingga memiliki status tinggi dalam kepemerintahan meski tak punya jabatan prestisius.
Ceritanya sendiri bermula dengan banyak-nya bom yang meledak dimana mana, dilain pihak Moriarty diketahui melakukan pembelian sebuah pabrik senjata dan lantas diduga menjadi dalang, agar pabrik senjata-nya dapat segera berproduksi secara penuh, untuk ini dia membutuhkan adu domba agar perang yang dinanti nanti segera berjalan. Dengan bantuan seorang dokter bedah bernama Hoffmanstahl, Moriarty melakukan peniruan beberapa tokoh dunia agar dapat menjalankan strategi-nya dengan lebih baik.
Sadar bahwa Holmes dan Watson sangat berbahaya, maka orang2 Moriarty berusaha membunuh Watson yang pada saat itu akan berbulan madu dengan istrinya. Adegan pertarungan di Kereta Api sangat seru, dan ditampilkan dengan banyak shoot close up. Guy Ritchie juga secara sadar menampilkan beberapa hal konyol dalam film ini seperti penyamaran Holmes sebagai wanita di kereta api yang luar biasa kasar, kuda pony Holmes yang menyebabkan sebagian penonton sakit perut serta cara Mycroft menyebut nama Sherlock dengan Sherly.
Selain karakter Holmes (diperankan oleh Robert Downey) yang menunjukkan perkembangan di banding film sebelumnya, karakter Moriarty (diperankan Jared Harris) yang pada awalnya meragukan ternyata menunjukkan kematangan pada bagian2 akhir, meski posturnya tidak mengesankan sebagai juara tinju yang memang menjadi latar belakang Moriarty, namun kekuatan akting-nya memukau dan sekelas dengan Anthony Hopkins si jagal Hannibal dalam Silence of The Lamb.
Adegan akhir pertarungan Holmes dan Moriarty sangat menarik, mereka digambarkan bermain catur, sementara secara paralel semua “pion”, sudah mereka set di ballroom untuk melakukan pertarungan yang sebenarnya, dan saat Holmes menyadari dia akan kalah secara fisik mengingat bahunya cedera ketika menggerebek pabrik senjata Meinhart milik Moriarty di Jerman, maka dia memilih cara pertarungan lain dengan Moriarty, dan berhasil dia lakukan secara dramatis, meski mereka berdua harus jatuh ke air terjun yang sangat deras dan tinggi, terletak dibawah bangunan tempat mereka bertarung.
Saat keduanya jatuh, maka semua mengira Holmes tewas, meski tubuh keduanya tidak ditemukan, namun belakangan saat Watson sedang menulis petualangan terakhir Holmes, dan harus keluar untuk menemui seorang pengantar surat, mendadak pada sebuah korsi muncul Holmes dengan pakaian khusus penyamaran yang sebelumnya sudah dibuatkan clue-nya oleh Ritchie, lalu menambahkan tanda tanya setelah kalimat “The End”.
1 comment:
reviewnya keren. Jadi pengen nonton *__*
Post a Comment