Saat masih SMP mata saya terpaut pada salah satu buku koleksi perpustakaan sekolah, yaitu Le Petit Prince. Ilustrasi cover-nya sangat menarik, dan digambar dengan warna warna pastel dan belakangan baru saya ketahui bahwa semua ilustrasi dalam buku ini digambar sendiri oleh Exupery. Ilustrasi ini juga mengingatkan saya akan album Duke dari Genesis. Exupery sendiri selain sebagai sastrawan memiliki profesi sampingan yang tak terduga yaitu sebagai pilot. Hanya saja pada usia 44 tahun di tahun 1944 dalam penerbangan terakhirnya beliau menghilang saat terjadi WW2. Banyak yang menyangka pesawat beliau ditembak tentara Jerman meski akhirnya hanya Tuhan yang tahu. Meski telah meninggalkan kita semua, ada dua karya beliau yang memiliki reputasi dunia. Selain Le Petit Prince yaitu Terres de Hommes (diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi “Wind, Sand and Stars” serta ke bahasa Indonesia menjadi “Bumi Manusia”).
Saat SMP itu meski tertarik dengan buku ini, saya merasa kesulitan membaca-nya, belakangan setelah membaca ulang saat dewasa saya baru menangkap “keindahan tersembunyi” karya Exupery ini. Uniknya persis sebelum membeli dan membaca kembali buku ini, saya sempat membaca salah satu komik Kim Dong Hwa yang merupakan interpretasi grafis dari beberapa kisah pilihan dari Chicken Soup of The Soul, dimana dikisahkan seorang wanita yang sedang dalam perjalanan kaget menemukan buku milik-nya sendiri saat masih kecil pada sebuah toko buku bekas, dan tergoda untuk membeli buku Le Petit Prince namun akhirnya memutuskan untuk tidak jadi membelinya kembali, karena berharap buku ini akan menemukan anak2 lain yang dapat menikmatinya, sambil berharap Le Petit Prince dapat kembali ke asteroid-nya sendiri yaitu B612.
Mirip seperti kisah nyata yang dia alami sendiri saat pesawatnya jatuh di Gurun Libya, dan nyaris mati kehausan selama tiga hari, seperti itulah Exupery memulai ceritanya. Pangeran Kecil yang akhirnya bertemu dengan Sang Pilot bercerita pada Sang Pilot bagaimana akhirnya mereka bertemu di Gurun tersebut. Pangeran kecil sudah melakukan perjalan yang sangat jauh dan bertemu dengan banyak orang, seperti pertemuan-nya dengan Sang Raja yang menganggap selain dirinya adalah rakyat-nya, pertemuan dengan Si Sombong yang menganggap selain dirinya adalah fans-nya, pertemuan dengan sang Ahli Ilmu Bumi, yang tak pernah benar2 menjelajahi bumi, dengan Sang Ahli Keuangan yang tak pernah benar memiliki semua harta yang dia yakini dia miliki, begitu juga dengan pertemuan dengan Si Pemabuk, sepertinya merupakan pandangan sinis Exupery pada kebanyakan manusia dewasa di sekitarnya.
Sosok Le Petit Prince, IMHO lebih merupakan sosok Exupery dalam memotret sosok dewasa di sekitarnya. Sosok dewasa digambarkan lebih fokus pada faktor “kulit” ketimbang faktor “isi”, misalnya jika seorang anak mengatakan betapa indahnya rumah, yang dihiasi bunga dan taman yang cantik, maka orang dewasa baru akan tertarik jika kalimat tersebut diubah menjadi betapa indahnya rumah yang berharga mahal dengan menggunakan angka / harga sebagai fokus utama-nya.
Kembali ke ilustrasi, saya mengagumi apa yang sudah dibuat Exupery, meski teknik ilustrasi-nya pas2an, tetapi apa yang di gambarkan adalah sekaligus visualisasi yang paling pas atas apa yang dia tulis. Tak seorangpun selayaknya meragukan ini, dan teks serta ilustrasi secara bersama sama merupakan bagian tak terpisahkan. Rasanya tak heran kalau buku ini merupakan salah satu buku Prancis yang paling banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia dan konon mencapai 230 bahasa. Dan bagi kita manusia dewasa, buku ini mengingatkan penting-nya memahami bagaimana anak2 berkomunikasi, dan bukankah kita dulu pernah juga menjadi anak2 ?
Saat SMP itu meski tertarik dengan buku ini, saya merasa kesulitan membaca-nya, belakangan setelah membaca ulang saat dewasa saya baru menangkap “keindahan tersembunyi” karya Exupery ini. Uniknya persis sebelum membeli dan membaca kembali buku ini, saya sempat membaca salah satu komik Kim Dong Hwa yang merupakan interpretasi grafis dari beberapa kisah pilihan dari Chicken Soup of The Soul, dimana dikisahkan seorang wanita yang sedang dalam perjalanan kaget menemukan buku milik-nya sendiri saat masih kecil pada sebuah toko buku bekas, dan tergoda untuk membeli buku Le Petit Prince namun akhirnya memutuskan untuk tidak jadi membelinya kembali, karena berharap buku ini akan menemukan anak2 lain yang dapat menikmatinya, sambil berharap Le Petit Prince dapat kembali ke asteroid-nya sendiri yaitu B612.
Mirip seperti kisah nyata yang dia alami sendiri saat pesawatnya jatuh di Gurun Libya, dan nyaris mati kehausan selama tiga hari, seperti itulah Exupery memulai ceritanya. Pangeran Kecil yang akhirnya bertemu dengan Sang Pilot bercerita pada Sang Pilot bagaimana akhirnya mereka bertemu di Gurun tersebut. Pangeran kecil sudah melakukan perjalan yang sangat jauh dan bertemu dengan banyak orang, seperti pertemuan-nya dengan Sang Raja yang menganggap selain dirinya adalah rakyat-nya, pertemuan dengan Si Sombong yang menganggap selain dirinya adalah fans-nya, pertemuan dengan sang Ahli Ilmu Bumi, yang tak pernah benar2 menjelajahi bumi, dengan Sang Ahli Keuangan yang tak pernah benar memiliki semua harta yang dia yakini dia miliki, begitu juga dengan pertemuan dengan Si Pemabuk, sepertinya merupakan pandangan sinis Exupery pada kebanyakan manusia dewasa di sekitarnya.
Sosok Le Petit Prince, IMHO lebih merupakan sosok Exupery dalam memotret sosok dewasa di sekitarnya. Sosok dewasa digambarkan lebih fokus pada faktor “kulit” ketimbang faktor “isi”, misalnya jika seorang anak mengatakan betapa indahnya rumah, yang dihiasi bunga dan taman yang cantik, maka orang dewasa baru akan tertarik jika kalimat tersebut diubah menjadi betapa indahnya rumah yang berharga mahal dengan menggunakan angka / harga sebagai fokus utama-nya.
Kembali ke ilustrasi, saya mengagumi apa yang sudah dibuat Exupery, meski teknik ilustrasi-nya pas2an, tetapi apa yang di gambarkan adalah sekaligus visualisasi yang paling pas atas apa yang dia tulis. Tak seorangpun selayaknya meragukan ini, dan teks serta ilustrasi secara bersama sama merupakan bagian tak terpisahkan. Rasanya tak heran kalau buku ini merupakan salah satu buku Prancis yang paling banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia dan konon mencapai 230 bahasa. Dan bagi kita manusia dewasa, buku ini mengingatkan penting-nya memahami bagaimana anak2 berkomunikasi, dan bukankah kita dulu pernah juga menjadi anak2 ?
No comments:
Post a Comment