Tuesday, January 31, 2012

Klub Film - David Gilmour

Sepintas melihat buku ini saya sama sekali tidak tertarik, cover-nya lebih mirip buku teks tentang hal2 yang bukan merupakan minat saya, dan sama sekali tidak terlihat sebagai novel. Tapi karena nama-nya yang sama dengan gitaris Pink Floyd, maka saya coba membaca beberapa komentar di halaman belakang, lantas akhirnya saya putuskan untuk memboyong buku ini segera.

Ketika akhirnya membaca, saya mulai tertarik dengan cara bercerita Gilmour yang mengalir dan sangat jujur. Gilmour sama sekali tidak menutup masalah2 yang dia hadapi, baik pernikahan-nya yang mengalami kegagalan, kesulitan dia dalam mendidik anak lelaki yang sedang labil dalam menuju masa dewasa-nya, kehidupan ekonomi-nya yang pasang surut dan kadang harus menganggur beberapa lama, belum lagi ditambah hobi-nya makan di restoran yang makin mempercepat buruknya kondisi finansial dia meski kadang memperoleh keuntungan yang cukup besar dari proyek2 film yang dia dapat.



Cerita ini bermula dari kesulitan mantan istri Gilmour dalam mendidik Jesse sebagai orang tua tunggal, dan lantas meminta Gilmour gantian yang mengambil peran ini. Di saat awal Gilmour sudah lantas kesulitan karena Jesse mengalami masalah besar dengan nilai2nya di sekolah, mulai merokok, pacaran dan kehilangan orientasi akan masa depan.  Cukup pusing dengan cara Jesse melihat sekolah, maka akhirnya Gilmour melakukan putusan yang sangat aneh, dia memperbolehkan Jesse untuk berhenti sekolah namun dengan satu syarat, merek berdua harus menonton paling tidak tiga film seminggu dengan film yang dipilih sendiri oleh Gilmour, yang jika dilanggar maka Gilmour tidak akan segan2 menghentikan tunjangan tempat tinggal, dan lain2. Meski pada awalnya Jesse meloncat kegirangan, akan tetapi pelan2 dia mulai melihat jalan buntu dan suram dalam kehidupan-nya jika dia terus2an bersikap seperti sekarang.

Setelah hubungan ayah dan anak ini mulai terbina, maka lambat laun lewat film2 yang mereka tonton Jesse mulai mengalami perubahan karakter, di akhir cerita Jesse pelan2 mulai menata hidupnya, dimulai dari bekerja sebagai operator telepon, lalu pencuci piring disebuah restoran dan lantas menjadi asisten koki, hingga akhirnya kembali sekolah dan lulus dan memulai karir-nya dalam sebuah band musik remaja. Dikisahkan bagaimana Jesse yang tadinya cuek, mulai merasa bahwa Ayah-nya lah sahabat satu-satunya dimana dia dapat bercerita apa saja yang tdak dapat dia ceritakan pada sahabat-nya.  Dan Gilmour berusaha menempatkan Jesse sebagai tokoh utama dalam buku-nya dan tidak berusaha tampil sebagai sosok yang “paling tahu” atas segala sesuatu.

Jujur, saya cukup miris melihat kehidupan anak muda Amerika, minuman keras, gonta ganti pasangan, hubungan kebablasan dalam usia belasan, keluar malam, dan obat2an. Sekalipun Jesse dibesarkan oleh orang2 dewasa seperti Maggie, Gilmour dan Ibu Tiri-nya Tina, yang boleh disimpulkan sebagai orang2 yang “baik”, tetap saja sulit buat mereka untuk membentuk Jesse menjadi pemuda yang berguna. Jika di Indonesia kita tidak hati2, maka kita bisa saja menuju jurang kehancuran sebagaimana anak2 muda Amerika di masa ini.

Buat siapa sih buku ini ?, ya saya rasa setiap Ayah yang memiliki anak lelaki sepertinya akan tertarik dengan buku ini, atau penggemar film yang ingin tahu banyak latar belakang pembuatan film, dan ingin tahu adegan terpenting dalam sebuah film. Berbagai komentar penting yang mewarnai sejarah film seperti Clint Eastwood, Stanley Kubrick, dll dikutip dalam buku ini. Sejujur-nya Gilmour adalah bagaikan HB Jassin-nya dunia film, meski sebagian besar referensi film-nya memang produksi Amerika.

No comments: