Tuesday, January 24, 2012

Saga No Gabai Bachan - Yoshichi Shimada

Buku ini berkisah tentang seorang anak (merupakan kisah sebenarnya dari kehidupan Yoshichi atau dengan nama asli Akihiro Tokunaga) yang karena situasi ekonomi sulit di Hiroshima dititipkan oleh Ibu-nya ke Nenek-nya di sebuah kampung bernama Saga.  Tinggal bersama Nenek-nya memberikan warna yang luar biasa bagi Yoshichi kecil dalam memandang hidup. Meski Sang Nenek sangatlah miskin (bahkan Yoshichi menyebutnya Super Miskin) tetapi Yoshichi belajar untuk melihat segala sesuatu dengan hati riang dan tetap optimis. Nenek sendiri menyebutnya sebagai “miskin ceria” yang berbeda dengan “miskin muram”, dan bagi Nenek tentu saja pilihan sebagai “miskin ceria” adalah pilihan yang jauh lebih baik dan tetap bangga meski dikenal sebagai keluarga miskin turun temurun.



Mereka begitu miskin-nya, sehingga Nenek memasang perangkap sampah di sungai di depan rumah. Setiap kali mereka melihat hasil tangkapan untuk memilah mana yang bisa dimanfaatkan dan mana yang tidak. Nenek bahkan menganggap sungai bagaikan super market yang mengantarkan sendiri belanjaan tanpa memberi kesempatan pada pembeli untuk memilih belanjaan. Kadang mereka mendapatkan lobak maupun timun rusak, yang kata Nenek jika bagian rusaknya dibuang tak seorangpun dapat membedakannya dengan timun baik jika sudah menjadi acar. Sikap optimis Nenek juga terlihat ketika menemukan sebilah sandal di perangkap sungai, dan menolak ide Yoshichi untuk menjadikannya kayu bakar, dan benar, sekitar tiga hari kemudian pasangan sandal tersebut terperangkap di tempat yang sama.

Nenek juga kemana-mana selalu membawa magnet berukuran besar, yang akan menarik semua barang logam sepanjang jalan, yang kalau dikumpul dalam ember bisa dijual ke pengepul. Tetapi meski selalu hidup dalam kekurangan, jika ada tamu ataupun orang yang memerlukan bantuan, Nenek tidak akan segan2 menguras persediaan makanan atau minuman bahkan uang tabungan yang dia miliki untuk membantu orang lain.

Cara Nenek memandang hidup sangat simpel, setelah kebutuhan wajib seperti sandang, pangan dan papan ala kadarnya terpenuhi maka selebihnya adalah syukur pada Sang Pencipta. Nenek juga tak pernah berlebih lebihan dalam melakukan sesuatu, seperti nasihatnya ke Yoshichi, kala melihat cucunya belajar “Jangan terlalu rajin belajar, nanti jadi kebiasaan” atau “Nilai rapor apapun asal bukan nol tidak masalah, toh jumlah dari semua nilai jelek akan menyamai nilai bagus juga”.

Begitu juga cara Nenek menyelesaikan solusi masalah pelajaran Yoshichi di Sekolah, “Nek aku tidak mengerti bahasa Inggris”, kalau begitu tulis jawaban “Maaf saya orang Jepang”, “Nek aku benci sejarah”, kalau begitu tulis jawaban “Saya tidak menyukai masa lalu”.  Karena hidup yang sulit Nenek juga tidak mampu membelikan atribut olah raga Kendo bagi Yoshichi, begitu juga sekedar baju untuk Judo, sehingga akhirnya menganjurkan Yoshichi olah raga lari saja yang tidak membutuhkan biaya, dan menganjurkannya untuk tidak mengenakan sepatu agar tidak perlu mengganti sepatu sebelum waktunya. Tetapi saran Nenek ini lah yang akhirnya mengantarkan Yoshichi sebagai kapten baseball di sekolahnya sekaligus mendapatkan beasiswa ke tingkat SMA.
Watak Nenek yang luar biasa juga menimbulkan respek di hati banyak orang, sebagai contoh Tukang Tahu langganan Nenek memberikan separuh harga untuk tahu yang rusak (sudah tidak berbentuk kotak). Suatu hari saat Yoshichi ingin membeli tahu, betapa kecewanya Yoshichi ketika melihat ke dalam wadah tahu si Tukang Tahu tidak ada tahu yang rusak, namun dengan tersenyum dengan sengaja Tukang Tahu merusak beberapa tahu, agar Nenek dapat membeli tahu hari itu dengan separuh harga. Begitu juga Dokter mata yang menggratiskan biaya berobat bahkan memberikan duit untuk ongkos pulang bagi Yoshichi karena mengagumi kerja keras Nenek-nya. Respek terhadap Nenek juga ditunjukkan di sekolah oleh guru2nya yang secara bergantian setiap tahun setelah perlombaan atletik juga selalu berpura pura sakit perut dan menukar makan siang mereka dengan milik Yoshichi, karena menyadari betapa sederhana-nya ransum yang dia miliki.

Setelah Nenek meninggal Yoshichi semakin menyadari apa2 yang disampaikan Nenek sungguh sungguh sesuatu yang berharga, dan buku ini merupakan tanda kecintaan Yoshichi bagi Nenek-nya yang dia harapkan dapat menginspirasi banyak orang dalam memandang hidup. Akhir kata mari kita resapi kata2 Yosichi yang terinspirasi dari gaya hidup Nenek yaitu “Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh uang, kebahagiaan adalah yang sesuatu yang dapat kita tentukan sendiri, dan oleh hati kita”.

3 comments:

rana musika said...

salam kenal :)

how did you get this book???

I want to have one (or two or three)

Husni I. Pohan said...

Salam kenal juga, saya sih belinya di Toga Mas Buah Batu, Bandung, penerbitnya Kansha Books.

Husni I. Pohan said...
This comment has been removed by the author.